Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Batam - Limbah minyak hitam telah merusak lingkungan sekaligus mengganggu sektor pariwisata di Kabupaten Bintan Kepulauan Riau. Minyak hitam itu mencemari pesisir sejumlah pantai yang indah di Bintan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pencemaran minyak hitam ini terjadi tepat di Teluk Bakau, Kacamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan. Setidaknya terdapat beberapa resort, pantai dan restoran di kawasan ini, mulai dari Bamboo Beach, White Sands, Spavilla Beach hingga Bintan Agro Beach.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tumpahan minyak ini ditemukan Jumat, 25 Maret lalu. Awalnya, pengelola pantai melihat minyak membayang di permukaan laut. Setelah itu ketika air laut surut pantai mereka berubah menjadi hitam seketika.
Minyak hitam kental itu lengket di pasir, karang, pohon mangrove, tiang-tiang restoran apung hingga hingga alat-alat tangkap nelayan sekitar. "Pantai jadi hitam dan sangat kotor, padahal pantai ini terkenal bersih dan banyak padang lamunnya," kata Rina, pengelola Bamboo Beach kepada Tempo.co, Selasa. 28 Maret 2023.
Akibat kejadian itu, aktivitas pantai ditutup untuk sementara dari kunjungan wisatawan. "Terpaksa tutup karena pantai sudah kotor, kemarin ada tamu yang datang, kita sampaikan pantai lagi kotor, mereka pergi lagi," kata dia.
Tidak hanya membuat lingkungan menjadi hitam dan kotor, minyak ini juga mengeluarkan bau tidak sedap. "Pokoknya bau-lah, kita seperti berada di dalam ruangan mesin, bau solar dan besin gitu," kata Rina.
Rugi puluhan juta
Minyak hitam ini juga membuat keramba seafood Bamboo Beach terdampak. Makanan seafood di kawasan ini merupakan seafood segar yang diambil dari keramba. Sekarang mulai dari Ikan, lobster, udang dan lainnya yang berada di keramba mati akibat pencemaran minyak hitam ini. "Kalau dihitung, sekarang saya sudah rugi Rp10 juta akibat seafood di keramba mati, ikan, udang, lobster mati semua," katanya.
Rina juga tidak menerima seafood hasil tangkapan nelayan lagi. Biasanya dalam satu minggu ia menampung berbagai jenis ikan dan seafood dari nelayan dengan total nila sekitar Rp 15 juta. "Minyak hitam sampai sekarang masih ada, terbawa arus pasang surut laut," katanya.
Kejadian sama pernah terjadi 8 tahun lalu, kemudian tahun 2022. "Tetapi yang paling parah tahun ini, biasanya pantai kita tidak sampai hitam seperti ini," kata Rina.
Rina berharap ada penanganan khusus dari pemerintah terkait permasalahan ini. Tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga membuat dunia pariwisata di Bintan terganggu. "Saya sudah lapor ke intansi terkait, kemarin mereka sudah kesini, foto-foto," kata Rina.
Koordinator Satuan Pengawasan SDKP Tanjungpinang Heri Setiawan mengatakan sudah menerima laporan pencemaran minyak hitam di Bintan. Pihaknya sudah turun ke lapangan, namun sampai sekarang belum diketahui sumber minyak tersebut.
Heri mengatakan, tindakan saat ini pihaknya sudah berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepulauan Riau. "Ini sebenarnya tanggung jawab bersama, kami sudah koordinasi DKP Provinsi Kepri, kita pada prinsip mengikuti dan mendukung, jika memang ada upaya pembersihan pantai kita ikut," katanya.
Hasil temuan di lapangan, kata Heri, kejadian tumpah minyak hanya di Bamboo Beach sekitarnya. "Kemarin informasinya hanya di daerah bamboo, tidak banyak gitu," katanya.
Sampai saat ini pencemaran minyak hitam masih terjadi. Kejadian ini terjadi hampir setiap tahun dengan lokasi berbeda, tergantung angin. Tidak hanya di Bintan minyak hitam juga sering mencemari pesisir pantai Pulau Batam.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.