Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Banten - Jauh-jauh dan susah payah berjalan kaki selama berjam-jam ke kampung Badui Dalam, Banten, rasanya menyesal kalau tidak membawa buah tangan. Setidaknya ada sepuluh jenis oleh-oleh khas kampung adat Sunda itu yang bisa dibeli pengunjung. Harganya sekitar Rp 25 ribu hingga kurang dari Rp 500 ribu.
Begitu turun dari kendaraan umum jenis elf di Cijahe, pengunjung bisa langsung berburu oleh-oleh khas Badui di sebuah kios yang berderetan dengan warung. Cijahe merupakan salah satu akses ke dalam selain dari Ciboleger. Dari titik ini pengunjung mulai berjalan kaki.
Seorang warga dari Jakarta, Harnaka dan anaknya, Firdaus, kesengsem dengan ikat kepala atau odeng berwarna putih yang biasa digunakan warga Badui Dalam. Penjualnya adalah seorang anak muda yang berpakaian Badui Dalam. Dia turut membantu mengikatkan odeng di kepala calon pembeli.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Madu hutan yang manis dari kampung Badui Dalam, Banten. TEMPO | Anwar Siswadi
Selain di sana, penduduk di dalam kampung Badui Dalam seperti Cibeo juga berniaga. Ragamnya malah lebih banyak. Hawe Setiawan, seorang pengunjung asal Bandung kepincut dengan gelas bambu. "Sepertinya enak buat ngopi," katanya.
Oleh-oleh khas lainnya yaitu madu manis dan madu hitam yang dikemas dalam botol kaca. Ada juga pengunjung yang pulang sambil membawa boboko, yaitu perkakas makan dari anyaman bambu seperti bakul nasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baju pangsi hitam yang paling mahal, kemudian ada juga ikat kepala dari kain tenun, kain yang berfungsi sebagai celana, tas jaring dari tanaman. Tentu saja ada buah tangan lain yang tak kalah penting dan gratis pula. Yakni, jangan lupa mengabadikan setiap momentum menarik selama di sana sebagai kenang-kenangan.