Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seleb

Profil Teguh Karya, Maestro Perfilman Indonesia dan Pendiri Teater Populer Pernah Kerja di Hotel Indonesia

Dunia film dan teater Indonesia akan selalu mengenang jasa pendiri Teater Populer, Teguh Karya. Berikut profilnya.

11 Mei 2024 | 09.10 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Teguh Karya lahir pada 22 September 1933 di Pandeglang, Jawa Barat yang dikenal berkat kontribusinya dalam dunia perfilman, termasuk mendirikan Teater Populer. Ia memiliki rekam jejak pendidikan dari Pendidikan ASDRAFI Yogyakarta (1954-1955), Akademi Teater Nasional Indonesia (1957-1961), dan East West Centre University of Hawaii (1963). Sebelumnya, ia dikenal sebagai pemain sandiwara dengan nama Steve Lim Tjoan Hok dalam pementasan yang diadakan ATNI pada akhir 1950-an. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada awal 1960-an, Teguh pernah mendapatkan pendidikan dan praktik pembuatan film dari Perusahaan Film Negara (PFN). Lalu, pada 1968, ia mendirikan bengkel teater, Teater Populer Hotel Indonesia.  Pencantuman nama “Hotel Indonesia” di belakang nama Teater Populer terjadi karena Teguh sempat bekerja di Hotel Indonesia. Lalu, setelah Teguh tidak bekerja lagi di Hotel Indonesia, namanya berubah menjadi Teater Populer, seperti dikutip perpusnas.go.id.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak berdiri hingga beberapa tahun kemudian, Teater Populer sangat identik dengan Teguh Karya. Namun, tak hanya Teguh, terdapat beberapa tokoh yang menyertai perjalanan Teater Populer, seperti Slamet Rahardjo, Tuti Indra Malaon, Niniek L. Karim, Hengky Soleman, dan Dewi Matindas.

Biasanya, naskah-naskah dalam Teater Populer berasal dari luar negeri asing yang kemudian diterjemahkan dan diadaptasi ke dalam kondisi lingkungan budaya Indonesia. Gaya atau model pertunjukan Teater Populer juga tidak menggunakan model atau gaya berhubungan dengan simbol atau lambang sehingga masyarakat merasa komunikatif.

Selama berkarier dalam Teater Populer, Teguh dikenal sebagai orang yang perfeksionis. Selain mengarahkan akting para pemainnya, ia juga menangani detail set panggung, make up, kostum, dan manajemen pertunjukan secara menyeluruh. Setiap Teater Populer mengadakan penampilan, penonton menyambutnya dengan luar biasa. 

Pada Teater Populer, Teguh bukan hanya sebagai sutradara, melainkan memosisikan diri sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas semuanya. Bentuk tanggung jawab itu dibuktikannya melalui pendekatan pembinaan. Sikap Teguh ini juga terwujud ketika memasuki dunia film. 

Setelah menjalin hubungan erat dengan para pemain Teater Populer, Teguh menganggap bahwa teater memiliki keterbatasan dalam mengekspresikan idenya. Akibatnya, ia memutuskan untuk fokus pada film sebagai media baru. 

Pada 1971, Teguh mulai debut dalam dunia film melalui Wajah Seorang Laki-laki. Meskipun kurang mendapat sambutan penonton, tetapi kritikus dan media menyambut sebagai sesuatu yang positif. Teguh dianggap berpotensi melahirkan film berkualitas. Setelah itu, ia semakin aktif dalam dunia film.  

Pengaruh latar belakang sebagai orang teater yang sangat dekat dengan kesenian sangat terasa dalam film garapan Teguh. Karya-karya film Teguh memiliki makna dan nilai yang berarti bagi penonton. Setelah film pertamanya, karya Teguh selanjutnya sukses meraih penghargaan di berbagai festival, baik dalam maupun luar negeri. Meskipun aktif dalam dunia film, tetapi ia tidak meninggalkan Teater Populer.

Lalu, pada 1998 Teguh Karya terserang stroke. Tiga tahun kemudian, pendiri Teater Populer ini meninggal dunia, tepatnya pada 11 Desember 2001 di Rumah Sakit Mintoharjo, Jakarta. Atas keteguhannya dalam berkarya, ia mendapatkan penghargaan Usmar Ismail dari Dewan Film Nasional pada 1991.

RACHEL FARAHDIBA R  | ANINDYA LEGIA PUTRI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus