Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Palembang - Tidak hanya Jakarta, Palembang juga memiliki kedai kopi berkonsep book cafe atau kafe bernuansa perpustakaan yang bernama Rumah Sintas. Terletak di Jalan Jambu, Kecamatan Ilir Barat II, Kota Palembang, kedai ini punya puluhan koleksi buku yang menarik dikunjungi bagi mereka yang hobi nongkrong sambil membaca.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berawal dari kegemaran Anton Trisusilo terhadap dunia buku dan sosial, ia bersama rekannya Juan, merancang kedai Rumah Sintas pada 2021 dengan konsep book cafe. Di dekat bar, terlihat jajaran rak buku dengan berbagai judul.
Judul Buku jadi Menu
Anton dan Juan juga mengambil tiga buku legendaris sebagai menu andalan di kedainya itu. Bumi Manusia, yang diambil dari judul novel Pramoedya Ananta Toer, kata Anton, adalah menu kopi espresso dipadukan dengan susu, aren dan krimer. Sedangkan Hujan Bulan Juni, yang diambil dari buku puisi Sapardi Joko Damono, merupakan minuman teh, dipadukan susu dan rempah. Terakhir, ada Negeri Senja, yang merupakan menu minuman espresso, dicampur soda, sirup dan lemon, diambil dari judul novel Seno Gumira Ajidarma.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ya, kita jadikan tiga judul buku karya Pramoedya Ananta Toer, Sapardi Djoko Damono, dan Seno Gumira Ajidarma sebagai menu andalan kita. Tiga buku itu kebetulan emang buku yang sering kita baca," kata Anton saat ditemui Tempo pada Ahad, 24 November 2024.
Selain ketiga menu itu, kafe ini juga menawarkan menu lainnya yang dibanderol dengan harga paling murah Rp18 ribu untuk minuman dan Rp15 ribu untuk makanan.
Tumpukan buku di Rumah Sintas, kedai kopi yang mengusung konsep kafe buku di Palembang, Sumatra Selatan. TEMPO/Yuni Rohmawati
Memperkenalkan Buku ke Pengunjung
Dengan menjadikan tiga buku legendaris itu sebagai nama menu, Anton mempunyai misi untuk memperkenalkan dunia buku ke pengunjung kedai kopinya. Tujuannya, kata Anton, untuk membangun minat baca dan menebarkan kegemaran membaca bagi pengunjung kedai kopinya itu.
"Jadi, setiap ada yang beli dan tanya menu kita, kita setidaknya memberikan informasi tentang buku itu kepada mereka. Setidaknya, yang ke sini, bisa tahu kalau ada buku keren itu," kata Anton.
Sekarang, menurut catatannya, ada puluhan judul buku yang ada di kedai kopinya itu, mulai dari komik, novel, sejarah, politik hingga buku edukasi lainnya. Awalnya kata Anton, buku yang terpajang di rak-rak merupakan koleksi pribadi miliknya dan Juan. Namun sekarang sudah bertambah berkat hibah.
"Sekarang koleksi bukunya jadi tambah banyak, ada yang hibahkan buku pribadinya ke kita, semua dari teman-teman yang berkunjung, ngopi dan baca buku di sini," kata Anton.
Tempat untuk Menyendiri
Tak hanya itu, konsep Rumah Sintas juga cukup unik. Kursi-kursi yang tersedia lebih dominan dua kursi dan satu meja, dipisahkan dengan kursi kelompok empat hingga enam orang. Hal itu kata Anton, memang disediakan khusus bagi pengunjung yang hendak menyendiri, baik sekadar duduk ngopi, baca buku dan juga aktivitas lainnya.
"Iya, kita sengaja mengkonsepkan ruangan yang ramah untuk teman-teman yang mungkin emang suka sendiri, atau baca buku. Jadinya, mereka lebih leluasa untuk berlama-lama di sini," katanya.
Makna Rumah Sintas
Nama Sintas sendiri pun kata Anton diambil bukan tanpa alasan. Sintas bisa diartikan sebagai bertahan hidup, bisa juga menjadi ruang atau rumah untuk pulang bagi pengunjung.
"Saya, Juan, dan teman-teman lainnya juga berangkat dari penyintas, penyintas kesehatan mental, cerita hidup dan lainnya, jadi kamis juga ingin mengambil peran untuk memberikan ruang aman bagi teman-teman penyintas lainnya," kata dia.
Buka dari pukul 10.00-22.00 WIB dengan hari libur tiap Senin, kedai kopi dengan gaya rumah Belanda itu dikunjungi lebih dari 150 orang dalam sepekan, kata Anton. Tak banyak memang, namun ia senang karena rata-rata yang berkunjung ke kedainya memang punya tujuan untuk membaca buku, mengerjakan tugas, dan bekerja.
"Kami senang, yang datang ke sini memang punya niat ke sini karena kedai ini terbilang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan. Dan juga, rata-rata yang datang ke sini kami ajak berteman, jadi walaupun tak seramai kedai kopi viral, setidaknya kami punya pengunjung tetap," kata dia.
Ia juga mengatakan, rata-rata yang berkunjung ke kedainya, saat selesai memesan kopi, pasti akan fokus pada rak-rak buku yang sengaja diletakkan di ruang depan samping bar. "Nggak sedikit yang langsung mengambil buku di rak untuk dibaca. Kadang, yang berkunjung juga membawa buku sendiri, nah pada momen itu, saya pribadi senang ya, karena sudah bisa membangun suasana positif di sini," kata dia.
Selain itu, kata Anton, kafe Rumah Sintas juga sering menjadi ruang event bagi komunitas-komunitas buku, seni, dan sosial, mulai dari Komunitas Buku, Festival Bulan Juni, Pameran Foto, Festival Zine, dan lain-lainnya. "Ya, kami berharap Rumah Sintas ini bermanfaat. Kami juga senang banyak teman-teman percaya untuk membuat event-event di sini," kata Anton.