Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lawang Sewu di Semarang, Jawa Tengah, adalah salah satu bangunan cagar budaya. Tempat ini adalah kantor pusat kereta api pada masa penjajahan Belanda. Nama resminya saat itu adalah Het Hoofdkantoor van de Nederlandsch - Indische Spoorweg Maatscappij atau NISM.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sinilah tempat pengaturan jalur kereta dan lalu lintas barang maupun orang yang menggunakan jasa kereta api. Pemandu wisata Andry Rizki Perdana mengatakan di Lawang Sewu terdapat 114 ruang kerja yang terletak di lantai satu dan dua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada dua bangunan besar di Lawang Sewu, yakni bangunan utama (Gedung A) dan bangunan tambahan (Gedung B). "Bangunan utama dibuat lebih dulu," kata Andry saat memandu wisata virtual ke Lawang Sewu bersama KA Wisata dan Blibli pada Selasa, 9 Juni 2020.
Dua orang wisatawan duduk di depan bangunan Lawang Sewu, di Semarang, Jawa Tengah, 24 september 2018. Dahulu gedung ini merupakan kantor Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS yang dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Tempo/Rully Kesuma
Arsitek bangunan Lawang Sewu adalah Prof. Jacob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag dari Amsterdam. Pembangunan gedung utama NISM dimulai pada 27 Februari 1904 dan selesai Juli 1907. Proses pembangunan memakan waktu lama karena sebagian besar bahan bangunan dipesan dan diimpor dari Eropa.
Beberapa tahun kemudian kebutuhan ruang bangunan ini dirasa tidak memadai lagi sehingga diperluas dengan membangun sayap baru di sisi timur laut. Gedung tambahan tersebut dibangun sekitar tahun 1916 dan selesai dua tahun kemudian. Rancangan bangunan tambahan ini berukuran 23 x 77 meter.
Jembatan yang menghubungkan gedung utama dengan toilet di Lawang Sewu, Semarang, Jawa Tengah. Foto: KA Wisata Lawang Sewu
Salah satu yang menarik dari bangunan di Lawang Sewu ini, menurut Andry, adalah tidak ada toilet atau kamar mandi di bangunan inti. "Toilet dibangun di luar gedung utama," kata Andry sembari menunjukkan jembatan penghubung antara bangunan utama dengan sebuah bangunan di seberangnya yang merupakan kamar mandi.
Pada masa itu, menurut Andry, toilet sengaja dibangun di luar gedung utama tempat para pekerja untuk menjaga standar kebersihan demi mencegah wabah penyakit, seperti kolera dan diare. Terlebih toilet di Indonesia merupakan jenis toilet basah, bukan toilet kering seperti di luar negeri.
Jembatan yang menghubungkan bangunan utama dengan bangunan tambahan di Lawang Sewu, Semarang, Jawa Tengah. Foto: KA Wisata Lawang Sewu
Di halaman Lawang Sewu juga ada toilet yang terbilang megah memiliki arsitektur yang bagus dan luas untuk ukuran kamar mandi. Berbagai peralatan di sana, seperti wastafel dan urinoir masih asli yang pada masa itu juga didatangkan dari Belanda.
Dekat toilet megah itu terdapat sebuah bangunan yang di dalamnya adalah mesin pompa air. Andry menjelaskan, pompa ini menyedot air hingga ratusan meter ke bawah tanah dan masih dapat digunakan hingga sekarang.