Sebuah rumah putih nun di Taman Laguna Cibubur, Jakarta Selatan, tampak seperti sebuah rumah dongeng. Di dalam rumah itu ada meja kursi dan perabotan warna-warni di atas bentangan karpet berwarna kuning cerah. Di dalam lemari kecil terdapat berbagai boneka yang mungkin menjadi impian anak-anak balita di tanah air ini. Pendeknya, tempat ini bak sebuah negeri impian bagi anak-anak: tempat bermain dan bergembira.
Mungkin kegembiraan itulah yang disajikan oleh Joshua Suherman, penyanyi usia tujuh tahun yang penjualan kasetnya berhasil mengumpulkan milyaran rupiah. Sejak usia dua setengah tahun, Joshua sudah masuk dapur rekaman. Menurut sang ibu, Lisa Suherman, yang sebelumnya memiliki salon di Surabaya, sejak kecil Joshua terlihat bakatnya karena mudah menyanyikan lagu apa saja yang didengarnya. "Ya, sudah, waktu dia usia dua tahun, kami bertemu pencipta lagu, lalu merilis album," tuturnya. Pada akhirnya, rekaman itu tak beredar. Maka datanglah kesempatan untuk rekaman lagu Cit Cit Cuit. Orangtua Joshua menyetujui lagu itu dan merogoh kocek untuk rekaman tersebut. "Ternyata hasilnya lumayan," kata Lisa, meski tak bersedia menyebutkan angka "lumayan" itu. Maka nama Joshua mulai menanjak. Ia memasuki rekaman ketiga dengan album Kapal Terbang. Saat itulah Selecta Record mengontraknya sehingga orang tua Joshua tak perlu mengeluarkan modal sendiri.
Meski album Joshua dikategorikan sukses, orang tuanya masih merasa Joshua harus "dijodohkan" dengan pencipta lagu yang disebut-sebut "bertangan emas", Erwanda alias Papa T. Bob. Dan memang benar, sebuah lagu Obok-Obok lahir, kaset itu meledak. Menurut Papa T. Bob, lagu yang diciptakan hanya dalam waktu 15 menit itu secara tak sengaja terinspirasi oleh Joshua. "Iramanya sudah jadi dan saya tinggal cari syairnya," tutur Papa T. Bob. Tiba-tiba Joshua yang sedang di studio bermain air di ember karena ada bocoran AC. Sang ibu bertanya, "Kok, kamu basah semua?" Lalu jawab Joshua, "Itu lo, Ma, ada air di ember, tak obok-obok, dingin."
Maka jadilah lagu Obok-Obok, yang menurut pengamat industri kaset Theodore K.S. laku sampai satu juta keping. Bayangkan, kalau memang benar kaset Obok-Obok ada di tangan satu juta anak Indonesia, duit yang mengalir ke produser adalah satu juta kali Rp 15 ribu, sama dengan Rp 15 miliar! Tapi, tunggu dulu. Menurut Sentosa Wijaya alias Aseng, produser Selecta Record, penjualan kaset Obok-Obok hanya berhasil meraih 300 ribu keping, yang berarti perusahaan itu berhasil meraup Rp 4,5 miliar dari suara obok-obok Joshua.
Mungkin Joshua bisa dikatakan sebagai seorang miliuner kecil; mungkin dia juga seorang presenter kecil yang paling populer. Paling tidak demikian anggapan Museum Rekor Indonesia, yang memberinya penghargaan. Mungkin dialah—di antara munculnya ratusan penyanyi cilik dadakan—penyanyi kecil yang dianggap paling lucu, natural, dan sukses secara komersial. Tapi apakah dia juga seorang anak seperti anak lain yang kita kenal sehari-hari?
Mari kita lihat jadwal kesibukannya sehari-hari. Menurut sang ibu, Lisa Suherman, Joshua yang duduk di TK B Bunda Hati Kudus itu biasa bangun pukul 7 dan berangkat sekolah setengah jam kemudian. Jika ada show di luar kota, orang tua Joshua mencoba menjadwalkannya pada hari Sabtu dan Minggu. "Tapi sekarang, berhubung ada jadwal shooting videoklip, mau tidak mau harus izin (sekolah)," tuturnya.
Hidup Joshua memang sudah mirip seorang selebriti kecil. Siang itu, di bawah terik matahari, saat reporter Tempo mengunjunginya, Joshua tengah menanti pengambilan gambar untuk "Pesta Ceria", tempat ia berperan sebagai bintang tamu. Sembari bermain dengan kelinci dan adiknya, Joshe, yang berusia empat tahun, Joshua berceloteh tentang binatang peliharaan miliknya, "Aku punya gurame, lele, dan ayam...." Sementara sang anak bermain, orangtua Joshua tengah menerima seorang pengusaha yang berniat memproduksi kalender bergambar foto Joshua untuk tahun 2000.
Joshua memang sudah menjadi sebuah lambang merchandise. Ciri khas Joshua memakai berbagai model topi, misalnya, akhirnya menjadi sebuah tren di kalangan anak-anak seusianya. Dan sang ibu yang kebetulan kini mempunyai penghasilan dari garmen pun kini menjual berbagai topi. Dalam waktu dekat, mereka juga akan memproduksi kaus dan alat sekolah dengan label Joshua. Dalam soal menjadi manajer sang anak, Lisa maupun Jedi berusaha mengajarkan Joshua agar "tidak menganggap dirinya banyak duit". Uang penghasilan sang anak yang berbuncah-buncah itu ditabung untuk masa depan Joshua, yang "ingin punya rumah dengan halaman luas dan bermacam binatang". Tentu saja rumah indah bak negeri dongeng di Taman Laguna itu juga hasil keringat Joshua. Pukul 11.00, kru TV Indosiar datang berobondong-bondong.
"Kerja..., kerja..., cari duit," teriak salah seorang kru bergurau sambil memberi komando. Itu juga tampaknya berlaku bagi si kecil Joshua, yang dengan spontan bergaya di hadapan kamera Indosiar. Usai pukul 13.00, meski ia harus mengulang adegan hingga empat kali, Joshua tampak belum lelah. Padahal, menurut ibunya, malam sebelumnya mereka baru saja tiba dari manggung di Bengkulu. Nah, siang itu, jadwal Joshua adalah shooting komedi "Anak Ajaib" . Untuk keperlun shooting ini, Joshua harus memperpanjang bolos di sekolahnya, setelah selama seminggu ia juga sudah minta izin show ke Bengkulu. Di perjalanan, sembari mengisap dot botol susu, ia berbincang dengan reporter Tempo. Jam berapa nanti malam kau tidur, Joshua? "Jam dua belas atau jam satu," jawab Joshua.
Ah, sibuknya hidupmu, Nak....
Leila S. Chudori, Nurur R. Bintari, Dwi Wijana, dan Agus S. Riyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini