Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jalan Braga menjadi salah satu kawasan legendaris di Kota Bandung, Jawa Barat. Kawasan ini bukan hanya memiliki banyak tempat nongkrong yang asyik, tetapi juga sejarah panjang yang menarik. Jalan ini telah menjadi tempat berkumpul kaum elite sejak zaman kolonial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut catatan sejarah, Braga dahulu merupakan jalan setapak berlumpur yang bernama Pedatiweg atau Karrenweg. Nama ini diambil dari kondisi jalan saat itu yang hanya bisa dilalui pedati. Jalan ini menghubungkan gudang kopi milik Andreas de Wilde yang kini menjadi Balai Kota Bandung dan Jalan Raya Pos atau Groote Postweg yang saat ini menjadi Jalan asia Afrika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karena posisinya yang strategis, pada abad ke-19, jalan ini pun berubah menjadi pusat perbelanjaan warga Belanda di Kota Bandung dan sekitarnya. Namun, hanya kalangan elit saja yang mampu belanja di sini, misalnya para pengusaha perkebunan teh atau preangerplanters. Orang menjuluki kawasan ini sebagai De meest Eropeesche winkelstraat van Indie atau kompleks pertokoan Eropa paling terkemuka di Hindia Belanda.
Asal-usul nama Braga
Dilansir dari bandung.go.id, asal-usul nama jalan ini memiliki banyak versi. Salah satu versi menyebutkan bahwa nama "Braga" diambil dari nama Theotila Braga, seorang penulis naskah drama yang hidup antara tahun 1834-1924. Nama itu dikaitkan dengan jalan ini karena Braga dulunya merupakan tempat perkumpulan drama bangsa Belanda yang didirikan oleh Peter Sijht pada 18 Juni 1881.
Namun, versi lain menyebut bahwa nama jalan ini diambil dari bahasa Sunda, yakni "baraga" yang berarti berjalan di tepi sungai. Kata ini sesuai dengan letak Jalan Braga yang berada di tepi Sungai Cikapundung.
Bangunan Bersejarah
Sebagai kawasan peninggalan kolonial, jalan ini menjadi kawasan bersejarah. Banyak bangunan bersejarah peninggalan kolonial yang masih dipertahankan hingga sekarang. Salah satunya adalah Gedung DENIS yang merupakan Bank Hindia Belanda dan kini merupakan Kantor Pusat Bank BJB. Pada era perjuangan kemerdekaan, bendera Belanda yang berkibar di gedung tersebut disobek hingga menyisakan warna merah putih, mirip seperti yang dilakukan warga Surabaya di Hotel Majapahit.
Ada juga Gedung Merdeka yang dibangun pada 1895. Dedung ini dulunya digunakan sebagai Societeit Concordia dan menjadi tempat penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika tahun 1955.
Selain itu, ada Gedung Majestic dibangun pada 1925. Gedung ini dulunya berfungsi sebagai bioskop dan sekarang digunakan untuk pameran, pertunjukan musik, dan pemutaran film.
Pusat Seni dan Kuliner
Kini, jalan ini terkenal sebagai pusat seni dan kuliner. Pada awal 1990-an, jalan ini terbilang sepi. Kondisi Braga mulai berubah ketika tokoh seni Bandung, Ropih Amantubillah atau Abah Ropih, menjadikan trotoar jalan sebagai area pamer karya lukisan para seniman pada 2000. Hal itu menginspirasi seniman lainnya untuk ikut menunjukkan dan menjual karyanya hingga merambah di sepanjang Jalan Braga. Bisa dibilang, seni menjadi salah satu pemicu bangkitnya pariwisata Jalan Braga.
Jalan ini juga ramai sebagai pusat kuliner. Salah satu yang legendaris restoran Braga Permai-Maison Bogerijen, yang telah ada sejak zaman Belanda. Restoran ini menawarkan hidangan Eropa, roti, dan kue khas Belanda, serta hidangan Nusantara dan western. Pelancong juga bisa mencicip kuliner legendaris lainnya di jalan ini, seperti es krim Sumber Hidangan, yang telah ada sejak tahun 1929. Kedai ini menyajikan berbagai es krim klasik dengan rasa kopyor, cokelat, dan vanila, serta roti dan kue klasik.
Antara, Telusuri, dan Bandung.go.id berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: Bangunan Heritage di Jalan Braga Bandung Bakal Dicat Bersama