Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Aksi demonstrasi pedagang kaki lima atau PKL di kawasan Jalan Malioboro sempat ricuh pada Jumat petang, 7 Februari 2025. Pantauan Tempo, aksi para pedagang yang dulunya menempati lahan Teras Malioboro 2 itu diwarnai pemblokiran Jalan Malioboro sejak sore. Massa PKL kesal karena niatnya menyampaikan aspirasi ke DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tak mendapat respons.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam aksi itu, massa PKL menuntut Pemerintah DIY bertanggung jawab dengan memberikan jatah hidup pada pedagang atau memperbolehkan PKL kembali berjualan di selasar (trotoar) Malioboro.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tuntutan itu buntut kebijakan relokasi yang diterapkan Pemerintah DIY pada Januari lalu, yang dinilai membuat penghasilan PKL anjlok. Menurut para pedagang, tempat relokasi di Ketandan dan Beskalan sepi kunjungan walau dekat Malioboro.
Bentrok Massa
Namun tiba-tiba, di tengah aksi itu, selepas maghrib, massa pedagang yang sedang bertahan di jalanan Malioboro diserang sekelompok orang yang mengejar, memukul, dan meneriaki mereka agar bubar. Tak diketahui asal massa yang datang dari selatan aksi itu. Aparat yang berjaga sempat kewalahan memisahkan dua kelompok yang bentrok itu.
Para PKL yang kocar-kacir akhirnya diarahkan petugas masuk ke lobi gedung DPRD DIY. Pintu gerbang DPRD DIY langsung ditutup serta dijaga aparat untuk mencegah bentrokan berlanjut.
"Saat para PKL menggelar aksi sampai malam, ada beberapa pelaku usaha lain di kawasan Malioboro yang merasa terganggu karena mereka menutup jalan," kata Kepala Kepolisian Resort Kota Yogyakarta Komisaris Besar Polisi Aditya Surya Dharma saat turun memantau di DPRD DIY, Jalan Malioboro, Jumat petang.
Para pelaku usaha lain di Malioboro yang dimaksud mulai dari kelompok juru parkir hingga pengemudi becak.
Aditya menuturkan kelompok usaha lain itu protes karena aksi para PKL memblokir jalan itu telah mengganggu aktivitas usaha mereka. Kelompok ini lalu protes, adu mulut, hingga terjadi keributan dengan para PKL itu.
"Karena sama sama protes, lalu adu mulut dan terjadi keributan, namun akhirnya bisa kami lerai setelah para PKL kami arahkan ke DPRD," kata Aditya.
Arus lalu lintas di Jalan Malioboro kembali normal sekitar pukul 19.15 WIB setelah para PKL masuk area DPRD DIY.
Adapun soal korban kericuhan itu, Aditya masih melakukan pengecekan lebih lanjut. Pihak kepolisian berjanji membuka diri untuk menindaklanjuti ketika ada laporan bahwa dari peristiwa kericuhan itu muncul korban.
"Kami imbau bagi yang mereka yang mendapat kekerasan segera melaporkan ke polisi, dengan bukti yang ada semua pasti kami usut," kata dia.
Setelah menyampaikan sikap di dalam Gedung DPRD DIY yang dijaga ketat aparat, para PKL kemudian membubarkan diri dan meninggalkan lokasi dengan pengawalan aparat.
"Kami pastikan para petugas kepolisian mengawal (PKL) itu agar mereka bisa pulang aman dan sampai rumah dengan selamat," kata dia.
Dalam aksinya, para PKL eks Teras Malioboro 2 itu tak hanya memblokir jalan sambil menyampaikan orasi. Sebagian pedagang juga melakukan protes dalam bentuk lain dengan menggelar lapak dagangan di selasar pedestrian.
Aksi jualan pedagang di selasar itu juga memicu ketegangan dari personel Satpol PP dan kepolisian Kota Yogyakarta. Aparat berusaha menghalau pedagang agar tak berjualan namun para PKL bersikukuh tak mau bubar.
Dalam pernyataan sikapnya sebelum membubarkan diri pukul 20.00 WIB, kalangan PKL itu mengecam aksi penyerangan yang mereka alami.
"Kami mengecam segala bentuk represivitas, segala bentuk intimidasi dan kekerasan yang terjadi pada aksi hari ini," ujar pernyataan yang dibacakan salah satu perwakilan pedagang.
Para PKL juga menyesalkan sikap pasif dari DPRD DIY yang tidak bersedia menemui massa untuk mendengar aspirasinya.
"Kami mengecam tindakan pasif dari Pemda DIY dan DPRD DIY yang abai pada PKL Malioboro," kata dia. "Kami tidak akan berhenti dan seterusnya akan menuntut agar Pemda DIY memberikan jaminan hidup kepada PKL Malioboro yang telah direlokasi. Wujudkan juga transparansi relokasi PKL di Ketandan dan Beskalan," kata pedagang.
Para PKL juga menolak alasan penggusuran atau relokasi yang mematikan nasib mereka dengan alasan kawasan Malioboro bagian Sumbu Filosofi yang telah diakui UNESCO sebagai warisan dunia. "Tolak warisan budaya yang menggusur rakyat," kata dia.