Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Pedagang kaki lima (PKL) yang menempati area Teras Malioboro 2 saat ini kian cemas menanti nasib karena lapaknya akan dipindahkan ke lokasi baru oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam waktu dekat. Lokasi baru ini dinilai tak ideal untuk berjualan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Rabu, 11 September 2024, ratusan PKL dari Teras Malioboro 2 untuk ketiga kalinya, turun ke jalan Malioboro hingga Kantor Gubernur DIY memprotes rencana relokasi itu. Satu hal perjuangan para PKL Malioboro kali ini adalah melaporkan persoalan itu ke organisasi internasional UNESCO bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta.
Bagian dari Sumbu Filosofi
UNESCO menjadi sasaran pengaduan para PKL itu karena organisasi itu yang menetapkan kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia. Kawasan Malioboro tempat mereka mengais rezeki, merupakan bagian dari Sumbu Filosofi Yogyakarta itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami sedang menyiapkan materi untuk mengadukan persoalan ini ke UNESCO,” kata perwakilan PKL Teras Malioboro 2 yang juga Ketua Paguyuban Pedagang Tri Dharma Upik Supriyati pada Kamis, 12 September 2024.
Para PKL menilai, Pemda DIY selama ini bersikap sepihak dalam relokasi jilid kedua yang akan memindahkan pedagang dari Teras Malioboro 2 ke lokasi kampung Beskalan dan Ketandan. Kedua lokasi itu menjorok ke dalam perkampungan. Sementara PKL mendesak bisa tetap mencari rezeki dengan penataan yang tak memindahkan lokasi jauh dari Malioboro seperti di selasar atau Teras Malioboro 2 saat ini.
Penataan Kawasan
Menurut para pedagang, Pemda DIY dalam janjinya ke UNESCO sebelum menetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta, akan melibatkan masyarakat untuk penataan kawasan itu.
Namun, ketika PKL berupaya meminta adanya ruang dialog untuk membahas rencana relokasi itu, sampai saat ini tak kunjung berhasil. Mereka merasa selalu dilemparkan ke Pemerintah Kota Yogyakarta yang tak punya kewenangan.
“Jadi kami akan melaporkan persoalan yang kami rasakan selama ini, terutama soal partisipasi dan kesejahteraan dalam rencana relokasi ini,” kata Upik. "Kami sudah bersurat berkali-kali ke Pemda DIY untuk berdiskusi terbuka dan menemukan solusi bersama soal rencana relokasi PKL, namun tak direspons."
Staf Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta Muhammad Raka Ramadan selaku kuasa hukum Paguyuban PKL Malioboro Tri Dharma membenarkan, materi pengaduan soal kondisi relokasi PKL Malioboro ke UNESCO sudah masuk tahap penyusunan. Pihaknya belum membeberkan apakah aduan itu akan dilayangkan ke UNESCO pekan ini atau tidak.
“Semua materi sedang proses penyusunan, bila hendak dikirim akan kami kabarkan, yang jelas kami akan melaporkan persoalan soal partisipasi dan kesejahteraan PKL itu,” kata dia.
Tak Bisa Kembali ke Malioboro
Adapun lokasi Teras Malioboro 2 akan digunakan Pemda DIY untuk membangun proyek baru semacam museum bernama Jogja Planning Gallery atau JPG.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X pada Rabu (11/9) menuturkan, tuntutan pedagang kembali berjualan di selasar atau trotoar Malioboro tidak bisa dipenuhi.
"Tidak bisa (kembali ke selasar), selasar itu bukan punya mereka (pedagang),” kata Sultan.