Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Situs Gunung Padang tercatat masuk dalam film dokumenter Ancient Apocalypse di platform Netflix. Platform ini menawarkan berbagai konten non-fiksi dan banyak judul telah mendapatkan diskusi luas pada tahun 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di kesempatan tersebut, penonton diundang untuk menemani jurnalis dan penulis Graham Hancock mengulas balik sejarah Situs Gunung Padang. Lantas, apa keistimewaan dari tempat tersebut?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id, Situs Gunung Padang merupakan salah satu Cagar Budaya Peringkat Nasional yang terletak di Kampung Cipanggulan, Kelurahan Karya Mukti, Kecamatan Cempaka, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Hal tersebut sudah ditetapkan sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 023/M/2014.
Oleh karenanya, situs ini sudah menjadi salah satu tujuan wisata unggulan Jawa Barat sejak tahun 2014. Jika anda mengunjungi tempat ini, maka akan menyaksikan pondasi situs ini yang berbentuk punden berundak.
Baca: Situs Gunung Padang Muncul 6.000 Tahun Lalu
Situs Gunung Padang yang Termasyhur
Situs pemujaan ini terkait erat dengan Nicolaas Johannes Krom sebagai penemu pertama kali sekaligus peneliti. Sementara peneliti dari Indonesia ialah Mundardjito dan Bagyo Prasetyo, yang telah berperan untuk meneliti lebih jauh peninggalan situs ini.
Perlu diketahui, Situs Gunung Padang merupakan peninggalan masa prasejarah zaman batu besar atau megalit. Diperkirakan bahwa situs ini sudah berusia rentang 500 tahun hingga 200 tahun SM. Hal tersebut dihitung berdasarkan pertanggalan karbon dating. Dahulu kala, tempat ini dianggap digunakan oleh masyarakat sebagai tempat pemujaan.
Sementara dalam laporan The Envoy Web, ahli geologi Danny Hilman Natawidjaja mengemukakan pendapat bahwa situs tersebut adalah piramida berundak. Yang dianggap sebagai bangunan peradaban maju 24.000 tahun yang lalu.
Lalu dikutip dari Science Alert, beberapa peneliti menemukan bahwa situs ini disebut-sebut sebagai punden berundak yang terbesar di Asia Tenggara. Bahkan dari segi pondasinya hampir mirip dengan piramida tertua di dunia pada Pertemuan Musim Gugur AGU 2018 di Washington, DC.
Namun seiring waktu berjalan, peninggalan megalit ini semakin mengalami kerusakan karena berbagai faktor. Misalnya dari segi faktor internal, situs ini sempat tidak terjaga karena banyaknya tumbuh-tumbuhan liar dan erosi yang terjadi di berbagai sudut situs.
Selain itu, banyak juga batu punden yang lepas, miring, aus, terkelupas, retak, patah, dan jatuh di lereng dan kaki bukit. Lalu punden juga mengalami penggelumbang dan menjorok keluar karena adanya arus genangan air deras, desakan akar, juga longsor.
Adapun faktor eksternal yang dilakukan masyarakat, di antaranya meliputi aktivitas vanadlisme seperti mencorat-coret batu, menggores batu dengan benda keras, menduduki dan menginjak batu, memukul-mukul batu, menggeser dan memindahkan batu. Hal tersebut membuat punden di Situs Gunung Padang menjadi tidak seperti stuktur aslinya.
Untuk saat ini, Situs Gunung Padang sudah menjadi destinansi wisata yang selalu dikunjung oleh 200-300 orang per minggunya. Terutama ketika liburan tiba, masyatakay yang berkunjung akan memadati puncak bukit yang terdapat menara pandang dan beberapa warung milik penduduk.
FATHUR RACHMAN
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.