Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Uzbekistan Muara Pertemuan Kultur Uni Sovyet dan Islam

Uzbekistan kian membuka diri untuk wisatawan. Negeri itu berhasil memadukan keindahan arsitektur abad pertengahan, Uni Sovyet, dan seni Islam.

12 Mei 2020 | 15.00 WIB

Menara Kalyan atau Kalyan Minaret adalah menara dari kompleks masjid Po-i-Kalyan di Bukhara, Uzbekistan dan salah satu landmark paling terkenal di kota ini. Foto: Kalpak Travel
Perbesar
Menara Kalyan atau Kalyan Minaret adalah menara dari kompleks masjid Po-i-Kalyan di Bukhara, Uzbekistan dan salah satu landmark paling terkenal di kota ini. Foto: Kalpak Travel

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Berada di tengah persimpangan Asia Tengah dan Eropa Timur, Uzbekistan merupakan negeri bagian dari jalur sutera kuno. Negeri tanpa pantai ini dikelilingi negeri-negeri seperti Kazakhstan di sebelah barat dan utara, Kirgizstan dan Tajikistan di timur dan Afganistan dan Turkmenistan di selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Caroline Eden penulis perjalanan mengeksplorasi kemegahan Uzbekistan untuk The GuardianIa berkeliling dari Tashkent ke Samarkand hingga Bukhara. Menurutnya, Uzbekistan menawarkan perpaduan yang memesona antara gaya tradisional dan pandangan modern.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah jatunya Uni Sovyet, 25 tahun lalu, beragam bangunan beton warisan adidaya itu masih ada di Uzbekistan. Blok apartemen besar secara bertahap ditambah. Jadi, meskipun wisatawan tidak akan patung-patung Lenin, masih banyak samovar (ceret Rusia) dan medali militer Uni Soviet dijual di pasar. Patung-patung Lenin telah diganti dengan penakluk nomaden Timur Lenk atau Tamerlane dan filsuf Ibnu Sina. 

Usai era Uni Sovyet, Uzbekistan menampilkan kembali wajah aslinya, dengan seni tenun dan warisan Islam. Perpaduan warisan Uni Soviet dan Islam Uzbek itu, membuatnya mempesona.

Uzbekistan berubah dengan cepat. Kereta buatan Spanyol berkecepatan tinggi menghubungkan kota-kota di negeri itu. Lalu ada 17 juta kartu SIM ponsel sekarang yang aktif (hanya ada 50.000 di tahun 2005) dan trem Tashkent digantikan oleh jaringan bus dan metro yang lebih besar. Tetapi tidak semua modernisasi.

Pasar tradisional di Uzbekisatan yang menyediakan bumbu-bumbu yang disimpan dalam labu. Foto: Kalpak Travel

Wanita dan desainer muda dan modis - seperti Saida Amir, yang lulus dari Central Saint Martins London - menghidupkan kembali dunia mode, menempatkan sentuhan baru pada kain ikat yang luar biasa, yang pernah dilihat sebagai sesuatu yang hanya akan dikenakan oleh ibu mereka.

Ada tiga tempat yang pertama kali harus dikunjungi wisatawan bila bertandang ke Uzbekistan. Pertama tentu, Samarkand yang memiliki arsitektur dari era zaman pertengahan. Semisal necropolis Shah-i-Zinda, makam Tamerlane Gur-i Amir, alun-alun Registan. Lalu Bukhara untuk suasana dan belanja terbaik. Dan ketiga Khiva untuk museum-museum kecilnya yang fantastis.

Umumnya warga sangat tertarik untuk menunjukkan warisan, seni, dan kerajinan tangan Uzbekistan. Di Tashkent, seniman Gayrat Ibragimov, yang  menciptakan seni video dan seni grafis mutakhir yang mencerminkan Asia Tengah, dan ayahnya, Lekim, yang melukis kanvas panjang bertajuk "Seribu Satu Malaikat dan Satu Lukisan" yang panjangnya 66 meter. Karenanya, pelukis itutelah berkeliling dunia.

Sementara di Bukhara, terdapat sinagoge yang menyimpan Taurat abad ke-11. Kota-kota tua Uzbekistan berwarna cokelat yang unik, karena dindingnya dibangun dari lumpur dengan cita rasa yang tinggi. Di Khiva, kota yang dibangun pada abad ke-18, di antara menara-menara berwarna cokelat itu, pemandangan matahari terbenam sangat menakjubkan. 

Khiva memiliki reputasi sebagai "museum-kota" yang terkenal dengan pemandangan matahari terbenam dan madrasahnya berupa gedung dan bermenara menjulang.

Senja di Khiva kian lengkap dengan menyeruput teh di chaikhanas (kedai teh) tradisional, dengan langit-langit yang dicat, dengan suara air mendidih dalam samovar Rusia. Teh yang dijual di Uzbekistan umumnya berupa teh hitam dan teh hijau. Di beberapa kafe seperti Silk Road Spices di Bukhara, Anda dapat minum teh safron atau teh jahe, dan memasangkannya dengan kue panggang, halva, yang sangat manis.

Untuk makanan, cobalah restoran Budreddin di Bukhara. Restoran yang berada di jantung kota bersejarah itu, menawarkan nuansa yang unik. Pemilik meletakkan dekorasi berupa mesin tik retro dan foto-foto artistik Bukhara, dan sedikit mengabaikan pernak-pernik jalan sutera. Di restoran itu, vegetarian dilayani dengan baik. Sup lentil ala Turki dan sayur manti (pangsit) dengan krim asam menjadi makanan pembuka yang populer.

Makam Timur Lenk di Uzbekistan. Foto: Kalpak Travel

Bukhara memiliki hotel-hotel kecil yang dikelola keluarga. Salah satunya Kavsar Hotel dengan 10 kamar yang baru dibuka. Hotel itu dimiliki oleh keluarga Sherova, dengan koleksi barang-barang antik dan halaman yang luas dan atmosfer untuk disantap. Para tamu bisa membuat sarapannya sendiri, dengan bahan-bahan yang telah disediakan seperti keju, roti segar, pancake, selai segar, salad buah musiman.

Sementara di Kota Nukus, di ujung barat negara itu, terdapat Museum Savitsky. Museum itu menampung 90.000 koleksi kuat karya seni avant-garde Rusia kelas dunia, yang disembunyikan di kota itu pada 1950-an dari para pemimpin fanatik USSR. Sayap baru museum, yang akan dibuka pada bulan September, akan menampilkan 15 persen dari koleksi seni, bukan hanya 3 persen yang saat ini dipajang.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus