Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Berbagai cara dilakukan dalam memperingati Hari Sumpah Pemuda. Keraton Yogyakarta memiliki cara yang unik, untuk mengenang tonggak sejarah lahirnya Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keraton Yogyakarta, pada peringatan Sumpah Pemuda ke-91 ini menyajikan sebuah pertunjukkan musik, semacam opera mini bernama Musikan. Pentas ini seluruhnya dipersiapkan dan dimainkan para abdi dalem.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertunjukkan yang mengusung tema Mandalasana untuk Bhinneka itu digelar di Bangsal Mandalasana, area Pelataran Kedhaton, Keraton Yogyakarta, Minggu, 27 Oktober 2019.
Perhelatan itu juga penanda, Musikan aktif kembali setelah hampir 100 tahun vakum. Kelompok kesenian yang sudah ada sejak masa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII itu, tak pernah memainkan musik sejak era Sri Sultan Hamengku Buwono IX itu. Baru di masa Sultan Hamengku Buwono X, kelompok itu dihidupkan kembali.
Wisatawan yang kebetulan menyambangi Keraton Yogyakarta, dibuat takjub dengan aksi kelompok musik yang ada di bawah naungan divisi kesenian dan pertunjukan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, Kawedanan Hageng Punokawan (KHP) Kridhomardowo itu.
Penghageng KHP Kridhamardawa, Kanjeng Pangeran Haryo Notonegoro turut tampil sebagai konduktor dalam pentas itu, khususnya pada lagu Bangun Pemudi Pemuda.
Kelompok Abdi Dalem Musikan Keraton Yogyakarta saat berlatih untuk pertunjukan dalam rangka menyambut Hari Sumpah Pemuda. Pertujukan itu digelar pada 27 Oktober. Tempo/Pribadi Wicaksono
Sedikit berbeda dengan konser musik umumnya, pentas ini dibuka dengan
iringan prajurit Keraton Yogyakarta yang menjemput para abdi dalem Musikan dari Bangsal Kasatriyan. Lalu para pemusik itu diarak menuju Bangsal Mandalasana untuk pementasannya.
Sederet lagu daerah dan lagu-lagu nasional dimainkan kelompok itu dalam nada nada diatonis. Mulai Indonesia Raya, Satu Nusa Satu Bangsa, Bangun Pemudi Pemuda, serta beberapa lagu daerah seperti Bungong Jeumpa, Ondel-Ondel, Ilir-Ilir, hingga Yamko Rambe Yamko.
"Setelah ditampilkan saat 17 Agustus lalu, ternyata banyak yang minta agar kelompok Musikan ini tampil kembali. Nah pas ada momentumnya Sumpah Pemuda ini, kami hadirkan lagi dengan lagu-lagu bertema kebhinekaan," ujar Notonegoro.
Notonegoro menuturkan kelompok musik abdi dalem ini secara historis memiliki perbedaan dibanding pada masa lalu, antara lain dari busananya. Jika dulu busana kelompok ini berbau kebarat-baratan, karena saat itu masa kolonial dan kerap diperuntukkan untuk menyambut tamu Belanda, kini busananya diganti memakai peranakan.
Dulu repertoar kelompok ini juga cenderung membawakan aliran klasik atau musik Eropa, bukan lagu nasional yang kebanyakan diciptakan selepas Indonesia merdeka.
"Dari pementasan ini, kami ingin mengajak generasi sekarang memahami semangat pelaksanaan Kongres Pemuda tahun 1928 lalu. Di mana sewaktu itu perbedaan suku, ras, dan segala macamnya, menjadi elemen penting pemersatu bangsa ini," ujarnya.
Notonegoro mengatakan makna Sumpah Pemuda yang tak bisa dilepaskan adalah semangat menjunjung kebhinekaannya. Bagaimana saat itu pemuda dari seluruh Indonesia, pemuda itu berkumpul dan bersatu dan menyepakati satu bahasa, satu tanah air, dan satu bangsa.
Kelompok Abdi Dalem Musikan Keraton Yogyakarta saat tampil dalam peringatan hari kemerdekaan lalu di di Bangsal Mandalasana Keraton Yogyakarta.Tempo/Pribadi Wicaksono
Saat para abdi dalem Musikan yang dipimpin Notonegoro memainkan repertoar Bangun Pemuda Pemudi, kelompok paduan suara dari Sekolah Menengah Musik (SMM) Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada (UGM) Universitas Negeri Yogyakarta, dan Padmanaba atau SMAN 3 Yogyakarta turut mengiringinya hingga membuat nuansa heroisme menggema. Tak pelak, masyarakat dan wisatawan pun terpancing dan secara spontan ikut bernyanyi.
Kanjeng Raden Tumenggung Waditrowinoto, selaku Pangarso Musikan yang menjadi konduktor kelompok Musikan mengatakan untuk pementasan ini, persiapan dilakukan selama sebulan.
"Semua karya yang ditampilkan belum pernah dimainkan sebelumnya," ujarnya. Karya-karya yang dibawakan diaransemen Joko Sebastian Suprayitno, yang merupakan pengajar di Institute Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
PRIBADI WICAKSONO