Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebanyak 14 jenama produk fashion Indonesia akan hadir di Singapura. Merek-merek itu akan menampilkan koleksi terbaiknya dalam pameran Rising Fashion selama sebulan penuh pada 1-31 Agustus 2018 di gerai toko pop-up di Paragon Mall, Singapura. Pameran yang digelar oleh Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf) bekerja sama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) ini merupakan kolaborasi Indonesia dan Singapura.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu jenama, Danjyo Hiyoji, akan menampilkan 20 produk terbarunya. Mengusung konsep busana ready to wear, sebagian besar produknya adalah rancangan yang sederhana dan ringan. Menurut perancangnya, Dana Maulana, konsep busana yang tidak rumit sangat cocok untuk pasar Singapura. Danjyo Hiyoji juga menerapkannya dari segi pemilihan bahan yang relatif tipis dan tidak panas seperti katun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Iklim Singapura dan Indonesia tidak jauh berbeda sehingga kami pilih bahan yang nyaman. Selain itu, kami memilih rancangan easy piece karena mudah dipakai," kata Dana.
Mengikuti tren saat ini, Danjyo Hiyoji juga akan menonjolkan batik dengan motif ringan seperti pola garis vertikal atau horizontal dengan warna blush atau cerah. Itu dimaksudkan agar rancangan yang dibuat dengan teknik membatik itu bisa digunakan dalam segala situasi sehingga tidak terkesan berat. Hal ini dinilai sesuai dengan karakter pasar Singapura.
"Kami juga memberikan detail yang menarik dalam rancangan ini sehingga orang saat memakainya tidak perlu berpikir lama. Sedangkan untuk busana pria, kami lebih menonjolkan pada potongan dengan lapisan atau layer yang sedikit."
Lain lagi Maison Met. Brand mode ini tidak membawa koleksi busana pengantinnya. Mereka turut menyesuaikan rancangan dasar (basic) langsung pakai, seperti celana, atasan, cape, hingga gaun cocktail. Perancang Maison Met, Mety Choa, ingin menampilkan busana yang bisa dipakai dalam kondisi kasual ataupun formal. Ia membawa koleksi tersebut lantaran produk basic dinilai lebih fleksibel dan tidak cepat basi.
"Masyarakat Singapura cenderung lebih suka rancangan yang simpel dan sophisticated sekaligus. Kebetulan kebutuhan ini cocok dengan produk kami yang ready to wear yang bisa untuk daily basic," ujar Mety.
Selain itu, Maison Met akan membawa busana dengan gaya plain dalam satu potongan busana. Produk tersebut juga akan dibalut dengan warna-warna monokrom, seperti perpaduan warna putih gading dengan hitam, seperti maison met appliqué black gown dan modern evening set. "Setidaknya kami akan bawa 15 jenis mode dengan gaya ready to wear dan gaun cocktail. Ini cukup menantang bagi kami karena berbeda dengan desain khas kami yang cenderung kepada busana glamorous (mewah)," ujar Mety.
Adapun perancang Dini Pratiwi Ira akan membawa jenama Diniira dengan memadupadankan semua koleksinya untuk dibawa ke Singapura. Ia sedikit mengesampingkan produknya yang mayoritas memiliki detail payet yang mewah. Diniira juga akan membawa rancangan dengan potongan sederhana, seperti kemeja donella, vest, jaket bomber, jumpsuit, dan gaun eugenia.
"Salah satu rancangan yang kami bawa adalah Unpredictable Modesty yang memadupadankan gaun eugenia dan kemeja donella yang terinspirasi dari budaya kerajaan," tutur Dini.
Meski begitu, Dini menuturkan tetap akan membawa sedikit koleksinya yang memiliki detail tinggi. Pasalnya, ia sudah memiliki mitra tetap di sana. Selain itu, Singapura juga banyak didatangi oleh turis dari berbagai negara sehingga tidak menutup kenungkinan untuk mencari target pasar baru. "Tidak sedikit orang Asia yang juga suka dengan mode bling-bling," kata dia.
Salah satu kurator pameran Rising Fashion 2018, Akhmad Hanafi, menuturkan setidaknya ada 92 jenama yang ingin terlibat dalam pameran tersebut. Setelah dua kali tahap seleksi, akhirnya 14 jenama busana hingga aksesori yang terpilih. Setidaknya ada tiga kriteria yang harus dipenuhi oleh para perancang tersebut, yakni orisinalitas, legalitas, dan kesiapan produksi.
Hanafi menuturkan, meski tidak berfokus pada ciri khas produk Indonesia, seluruh jenama harus diproduksi di Indonesia. Salah satu variasi yang akan dipasarkan di pameran tersebut menawarkan rancangan yang sederhana, sesuai dengan target pasar di Singapura. "Seluruh merek tersebut sudah dipilih sesuai dengan kultur masyarakat di sana," ujar Hanafi.
Ia menambahkan, bahwa kurasi tidak hanya berfokus pada produk dengan ciri khas Indonesia, melainkan menawarkan variasi style sehingga sesuai dengan target pasar.
Seluruh jenama Indonesia dalam Rising Fashion 2018 itu dibagi dalam dua gelombang. Setiap gelombang diisi tujuh jenama. Gelombang pertama diadakan pada 1-15 Agustus 2018 yang diisi oleh jenama Purana, Saul, Nataoka, Hunting Field, Maison Met, Pattent Goods, dan Oaksva Jewellery. Sedangkan untuk gelombang kedua digelar pada 16-30 Agustus 2018 akan diikuti Woodka, Bermock, Danjyo Hiyoji, Alexalexa, D.Tale, Jeffry Tan, dan Diniira.
Deputi Pemasaran Bekraf, Joshua Puji Mulia Simandjuntak, berharap pameran tersebut bisa dijadikan momentum agar produk ekonomi kreatif Indonesia bisa hadir secara permanen di pasar internasional. Apalagi, kata Joshua, Singapura merupakan salah satu pusat mode di kawasan Asia yang menjadi salah satu tujuan utama ekspor produk fashion Indonesia. "Program yang sudah berjalan sejak tahun lalu ini bisa menjadi jalan bagi produk kita untuk mencari mitra bisnis dengan satu visi dan bertemu mitra yang potensial." LARISSA HUDA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo