Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Merayakan HUT Jakarta ke-493, Widyawati bercerita mengenai kenangan dia selama tinggal di ibu kota negara itu. Aktris 69 tahun ini adalah saksi mata transformasi Jakarta selama beberapa dekade,.
Jakarta bagi Widyawati adalah kota kelahiran tempatnya menetap dan berkarya hingga dikenal sebagai seorang aktris kawakan."Saya selalu berada di Jakarta, jadi tahu dari mulai Jakarta seperti apa sampai seperti sekarang," tutur Widyawati kepada ANTARA.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum Jakarta dipenuhi motor yang berseliweran, antrean mobil yang mengular di jalan-jalan utama, Widyawati pernah menikmati asyiknya jalan-jalan di ibu kota yang masih sepi. "Saya dulu dari Merdeka Utara naik sepeda ke Pasar Minggu," kenang dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Orangtua melepasnya bersepeda tanpa rasa khawatir karena jalanan masih sepi dan aman, tak ada rasa khawatir "bersaing" dengan kendaraan lain di jalan. "Enak sekali jalanan, saya merasakan dari sepi sampai luar biasa padatnya," ujar Widyawati.
Jika sekarang orang-orang bepergian menaiki ojek, Transjakarta hingga MRT, Widyawati kecil pernah merasakan moda transportasi trem yang di Jakarta. "Kebetulan saya tinggal di daerah Merdeka Utara, dilewati oleh trem," katanya.
Trem adalah moda transportasi massal pada masa Hindia Belanda hingga Orde Lama. Ada trem yang melewati rute Jakartakota ke Jatinegara sampai Jakartakota ke Tanah Abang.
Dulu, trem juga bisa ditemui di kota Surabaya, salah satu kota yang dituju Widyawati untuk berlibur karena ada sanak saudara yang tinggal di sana. "Padahal itu transportasi yang bagus sebetulnya," kata Widyawati, menyayangkan dihapusnya trem di Jakarta.
Delman pun lazim ditemui saat itu sebagai moda transportasi, bukan sekadar atraksi wisata yang ada di tempat-tempat tertentu. Seiring bertambahnya jumlah kendaraan yang membuat Jakarta semakin padat, delman akhirnya tersingkir.Widyawati. Foto: Instagram Widyawati
Kuda delman juga mengingatkan Widyawati kepada salah satu jajanan yang sering dinikmati pada era 50-an dan 60-an. "Es kuda", begitu Widyawati menyebut es krim cone yang dijajakan oleh pedagang di kereta kuda. "Bayangkan bentuknya seperti kereta puteri yang ditarik kuda, ada satu tempat untuk bapak penjual, dia mengendalikan kuda sambil berjualan es," ujar dia. "Nostalgia banget!"
Bicara soal es krim, toko Ragusa Es Italia yang berdiri sejak 1932 hingga saat ini rupanya salah satu jajanan langganan Widyawati. Kebetulan, istri almarhum Sophan Sophiaan itu bersekolah di Jalan Pos, tak jauh dari Ragusa.
Widyawati masih ingat betul ketika membeli es krim Ragusa sepulang sekolah. Tubuhnya yang mungil membuatnya harus berjinjit bila ingin melihat es krim yang dijual. Sayangnya Ragusa hanya segelintir dari kenangan masa kecil Widyawati yang bangunannya masih bertahan hingga kini. Ada banyak tempat di Jakarta yang kini berubah bentuk, bangunan-bangunan kuno dihancurkan dan diganti dengan bangunan modern.
"Itu yang saya sangat sesalkan, seperti Sekneg (Sekretariat Negara) itu tadinya tempat bagus, tapi diubah. Banyak bangunan tua yang saya tidak mengerti kenapa bukan dipugar, tapi dihancurkan. Sebetulnya itu heritage," katanya.
Baca: HUT Jakarta ke-493, Mulan Jameela Berharap Warga Makin Beradab
Widyawati berharap setiap orang bisa merasa memiliki Jakarta, sehingga timbul kemauan untuk ikut menjaga ibu kota agar tidak semrawut. Bertepatan dengan ulang tahun Jakarta ke-493, Widyawati berharap segala perbaikan di Jakarta bisa dirasakan secara merata, bukan cuma mereka yang tinggal di daerah pusat, tapi ke semua penjuru.
"Sekarang sudah jauh lebih baik dibandingkan beberapa puluh tahun lalu... Keinginan utama saya pemerataan, tak cuma di Jakarta, tapi seluruh Indonesia," kata Widyawati.