Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DENGAN wajah tertunduk lesu, Ali Akbar memenuhi panggilan penyidik. Rabu dua pekan lalu, mahasiswa Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB) itu diperiksa karena terlibat praktek perjokian di Universitas Hasanuddin, Makassar. ”Saya menyesal,” kata Ali kepada Tempo yang menemuinya di kantor Kepolisian Wilayah Kota Besar Makassar.
Mahasiswa semester keempat itu tak menyangka bakal dicokok polisi. Semula ia menduga tindakannya menjadi joki Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri di Makassar itu berjalan mulus. Upah menjadi joki itu juga amat memikat: Rp 30 juta untuk satu peserta yang lulus. ”Saya terima karena saya pikir aman,” ujarnya.
Ali tidak sendirian. Polisi juga berhasil menangkap 13 mahasiswa lain yang terlibat perjokian itu. Semuanya mahasiswa ITB. Mereka adalah Ikrar Syahmar, Dadang Kurniawan, Wildan Hariz, Fauzi Sinaga, Leksy Teken, Zuli, Fransisco, Anshar, Qosim, Damur, Nurcholis, Eko, dan Romiyanto. Kepada polisi, mereka mengaku sebelumnya tidak saling kenal.
Polisi juga menangkap 12 calon mahasiswa yang diduga menggunakan jasa joki itu. Mereka adalah Endang, Khetrine, Rimasari, Zakinah, Aulia, Azisah, Wahid, Cia, Meky, Rusdi, Mayong, dan Kikin. Dua orang pegawai Universitas Hasanuddin, Ibrahim dan Afriana Lottong, ikut diciduk karena diduga terlibat.
Dari keterangan para pelaku itulah polisi lantas membekuk otak perjokian ini, dua mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin: Sofyan bin Syarifuddin dan Hariyadi Slamet Kadsum. ”Baru dua orang itu yang kami tetapkan sebagai tersangka,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Wilayah Kota Besar Makassar Ajun Komisaris Besar Tri Heri Maryadi.
Sofyan dan Hariyadi, ujar Heri, dijerat pasal tentang penadahan dan pasal pembocoran rahasia negara Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Keduanya kini mendekam di dalam tahanan polisi. Adapun 14 mahasiswa ITB itu hanya berstatus saksi. ”Kami kesulitan menjerat para pelaku itu karena memang tidak ada aturannya.”
Lolos dari pasal-pasal KUHP bukan berarti ke-14 mahasiswa itu bisa bersukacita. Mereka terancam dipecat dari kampusnya. Sebelumnya, ITB pernah memecat 40 mahasiswanya yang terbukti menjadi joki. ”Mereka itu telah menyebarkan kesesatan, bukan ilmu pengetahuan yang benar,” kata Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni ITB Widyo Nugroho Sulasdi.
Nasib yang sama bisa jadi bakal menimpa dua pegawai dan mahasiswa Universitas Hasanuddin yang terlibat praktek ini. Kepada Tempo, Rektor Universitas Hasanuddin Idrus Paturusi menegaskan akan segera memecat mereka. ”Kami tidak akan memberikan ampun,” kata Idrus. Adapun para ”konsumen” joki itu, ujar Idrus, otomatis dinyatakan tidak lulus ujian seleksi.
Terbongkarnya praktek perjokian ini berawal dari laporan seorang peserta seleksi jalur nonsubsidi yang digelar sebelumnya, 12 Juni lalu. Ia mengaku heran karena dalam daftar peserta yang lolos tertera nama Ikrar Syahmar. Nama itu dikenalnya sebagai kakak kelasnya di Sekolah Menengah Atas Malino, Sulawesi Selatan, yang sudah menjadi mahasiswa Fakultas Teknik Kimia ITB. Laporan ini direspons pihak universitas. ”Saya minta panitia seleksi memeriksa nama itu,” kata Idrus Paturusi.
Sebuah tim lalu menelusuri laporan itu. Tim memeriksa hasil jawaban Ikrar dan peserta yang berada di kiri-kanannya. Semuanya sama. Ikrar pun dicurigai melakukan praktek perjokian.
Idrus lalu meminta tim Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri mengecek nama itu lagi lantaran dikhawatirkan masuk daftar peserta ujian seleksi jalur subsidi. Eh, ternyata memang ada. ”Saya lalu minta dia diawasi ekstra,” kata Idrus.
Saat ujian seleksi digelar 1 Juli lalu, tim monitoring mengawasi gerak-gerik Ikrar di lokasi seleksi di SMA Negeri 1 Makassar. Tim monitoring yang saat itu curiga melihat gerak-gerik Ikrar segera meminta ”calon mahasiswa” tersebut berdiri. Dari tangan Ikrar, tim mendapat bukti: secarik kertas berisi jawaban ujian yang siap didistribusikan.
Kasus ini kemudian ditangani polisi. Kepada polisi, Ikrar lalu menyebut semua temannya yang ”terjun” ke Makassar menjadi joki. Sepuluh di antaranya kemudian ditangkap di tempat mereka menginap, Hotel Surya Inn Makassar, dan tiga lainnya di Hotel Dinasti Makassar.
Sindikat itu memakai ”anak ITB” tentu lantaran kemampuan mereka memang tidak diragukan lagi. Mereka yang menjadi joki itu rata-rata mahasiswa pintar. Ikrar, misalnya. Indeks prestasi mahasiswa angkatan 2008 ini rata-rata 3,83. Saat di SMA, Ikrar juga pernah menduduki peringkat ketujuh Olimpiade Kimia Tingkat Nasional. Menurut Ketua Komisi Penegakan Norma Kemahasiswaan ITB Nanang T. Puspito, Ikrar tercatat lolos seleksi ujian masuk perguruan tinggi negeri sebanyak tiga kali. ”Rata-rata mahasiswa ITB yang ditangkap di Makassar itu indeks prestasinya di atas tiga,” ujar Nanang.
Kepada polisi, Ikrar mengaku direkrut Hariyadi melalui Sofyan. Delapan mahasiswa ITB lainnya direkrut Hariyadi melalui Dadang Kurniawan. Menurut Ajun Komisaris Besar Tri Heri Maryadi, tiga mahasiswa ITB lainnya lagi direkrut Wahyudi dan Muhamad Dahlan Yakub. Polisi saat ini masih memperdalam keterlibatan mereka. ”Tapi otaknya adalah Hariyadi dan Sofyan itu,” kata Heri.
Menurut Heri, Hariyadi akan membayar setiap mahasiswa Rp 30 juta jika berhasil mengegolkan satu calon mahasiswa masuk perguruan tinggi. Target utama calon mahasiswa kebanyakan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Hariyadi juga turut mencari calon mahasiswa yang berniat memakai joki ini. Kepada mereka, Hariyadi memasang tarif sekitar Rp 120 juta dengan jaminan masuk pilihan pertama. Jika hanya tembus pilihan kedua, mereka cuma membayar Rp 60 juta. Menurut polisi, dari hasil pemeriksaan, para pengguna jasa joki itu mengaku sudah beberapa kali gagal masuk perguruan tinggi.
Kepada polisi, Hariyadi mengaku mengatur para mahasiswa ITB itu duduk berdekatan dengan para ”bimbingannya”. Di sini Hariyadi bekerja sama dengan orang dalam, dua pegawai Universitas Makassar. Mereka inilah yang mengatur letak kursi yang diinginkan Hariyadi dan memuluskan proses pendaftaran para joki itu. Atas jasanya ini, mereka dibayar Hariyadi Rp 2,5 juta.
Rapinya pola perjokian yang dilakukan Hariyadi itu, ujar Heri, menunjukkan Hariyadi bukan pemain baru dalam soal perjokian. Hal yang sama diungkapkan Idrus. Menurut Idrus, banyak informasi yang masuk ke pihaknya yang menyebutkan mahasiswanya itu juga menjadi joki untuk lulus di ITB dan tes pegawai negeri sipil. ”Sekarang saja dia baru tertangkap,” kata Idrus.
ITB sendiri sampai kini masih melakukan pemeriksaan terhadap para mahasiswa yang terlibat kasus perjokian ini. Untuk sementara, motif mereka diduga sekadar urusan ekonomi, tergiur iming-iming duit besar. ”Mereka ini mahasiswa yang tidak seimbang otak kanan dan kirinya,” ujar Widyo Nugroho.
Anton Aprianto, Anwar Siswadi (Bandung), Irmawati (Makassar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo