Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font size=2 color=#FF9900>SISMINBAKUM</font><br />Macet karena Saksi Kunci

Perkara Yusril Ihza Mahendra dan Hartono Tanoesoedibjo tersendat karena sejumlah saksi penting mangkir. Tak terpengaruh oleh putusan Mahkamah Konstitusi.

30 Agustus 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TARGET itu meleset. Digenjot sejak dua bulan lalu, tugas sembilan jaksa yang memegang kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) itu mestinya sudah beres pada Selasa pekan lalu. Target selanjutnya, perkara dengan tersangka bekas Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra serta pengusaha Hartono Tanoesoedibjo segera diteruskan ke pengadilan.

Tapi harapan itu tak tercapai. Penyidikan yang mestinya kelar pekan lalu itu kini diperpanjang. ”Tinggal pemeriksaan satu atau dua saksi dan keterangan ahli,” kata Arminsyah, Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung. Menurut dia, pemanggilan kembali Yusril dan Hartono tetap terbuka. ”Kalau ada bukti baru, keduanya segera kami periksa,” kata Arminsyah.

Macetnya penyidikan itu, tutur Arminsyah, lantaran absennya sejumlah saksi penting untuk dua tersangka tersebut. Kamis dua pekan lalu, misalnya, lima saksi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, serta pemimpin dan komisaris PT Sarana Rekatama Dinamika (rekanan proyek Sisminbakum) tak muncul di kejaksaan. Sehari sebelumnya, empat karyawan PT Sarana juga melakukan hal yang sama: tidak hadir di ruang pemeriksaan.

Kepada kejaksaan, sebagian dari mereka beralasan sakit. Sebagian lagi ”lenyap”. ”Tak jelas alamatnya,” kata Arminsyah. Padahal, menurut Arminsyah, alamat mereka itu adalah alamat terakhir yang dicatat penyidik. Kejaksaan, ujarnya, akan mencari dan melakukan pemanggilan paksa terhadap mereka yang tak datang dengan alasan tak jelas. Salah satu yang dinilai tak kooperatif, tutur Arminsyah, seorang komisaris PT Sarana. ”Karena kami ingin secepatnya penyidikan ini kelar,” katanya.

Kejaksaan juga tak begitu saja percaya dengan alasan sakit. Sebuah tim dikirim untuk mengecek apakah para saksi itu benar sakit atau hanya pura-pura. Bekas Direktur Utama PT Sarana Yohanes Waworuntu, misalnya, dari pengecekan ternyata memang sakit. Yohanes kini dirawat di Rumah Sakit Cinere karena penyakit jantung koronernya kumat. Sebagai saksi kunci, keterangan Yohanes masih dibutuhkan. ”Walau sudah diperiksa, kesaksiannya tetap diperlukan,” kata seorang jaksa.

Karena absennya sejumlah saksi itulah alhasil perkara Yusril dan Hartono belum bisa maju ke tingkat penuntutan. ”Mulur lagi. Mungkin baru bisa dilimpahkan ke pengadilan pada akhir Oktober,” ujar jaksa sumber Tempo ini.

Sejauh ini sudah 29 saksi yang diperiksa berkaitan dengan kasus yang mendera Yusril dan Hartono. Selain dari Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Kehakiman—koperasi yang digandeng Sarana untuk mengelola proyek yang diduga merugikan negara Rp 420 miliar itu—penyidik sudah memeriksa saksi dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman, serta perusahaan aplikasi pembuat Sisminbakum.

Sejumlah bekas Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum yang sudah dipidana lantaran tersangkut kasus ini juga sudah diperiksa. Salah satunya Romli Atmasasmita. Romli kini tengah menunggu putusan kasasi kasusnya setelah pengadilan banding mengurangi hukumannya setahun dari putusan pengadilan negeri yang memvonisnya dua tahun penjara.

Menurut Armin, keterangan para saksi untuk Yusril dan Hartono itu sangat penting. Ini, terutama, ujarnya, lantaran keduanya dinilai selalu berkelit dan berkeras tak melakukan kesalahan apa pun.

Yusril, misalnya. Diperiksa tiga kali, ia hanya bersedia menjawab pertanyaan seputar identitas pribadinya. Adapun yang berkaitan dengan perkara, Yusril hanya memberikan satu jawaban pendek, ”Saya tunggu putusan Mahkamah Konstitusi.” Jawaban ”saya tunggu putusan Mahkamah Konstitusi” inilah yang memenuhi berkas perkaranya.

Sejak dinyatakan sebagai tersangka, Yusril memang langsung melakukan perlawanan. Pada panggilan pertama, 1 Juli lalu, misalnya, kendati memenuhi panggilan kejaksaan, ia menolak diperiksa. Menurut Yusril, penetapannya sebagai tersangka tak sah karena posisi Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung untuk periode kabinet saat ini tak sah. Itu, ujar Yusril, karena Hendarman tak dilantik Presiden.

Ketika itu bahkan sempat terjadi insiden penutupan pintu gerbang ketika Yusril hendak meninggalkan kompleks Kejaksaan Agung. Perkara penutupan pagar ini kini tengah diselidiki Markas Besar Polri. Yusril mengadukan Hendarman dan anak buahnya dengan tuduhan melakukan tindakan sewenang-wenang. Tak hanya itu. Pada 6 Juli lalu pakar hukum tata negara ini juga mengajukan uji materi Undang-Undang Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi untuk menilai keabsahan Hendarman.

Pihak Hartono juga tak tinggal diam. Mereka terus bergerilya mencari peluang agar lolos dari jerat hukum. Pada medio Juli lalu, misalnya, adik Hartono, Bambang Hary Tanoesoedibjo, menemui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Mohammad Amari. Hary Tanoe, demikian adik bungsu Hartono ini lebih dikenal, menjajaki kemungkinan untuk membayar ganti rugi keuangan negara seperti yang dinyatakan kejaksaan. Menurut pengacara Hartono, Hotman Paris Hutapea, dalam setiap pemeriksaan kliennya mengaku tidak punya peran apa-apa dalam proyek itu.

l l l

SIDANG uji materi itu kini tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi. Pada 12 Agustus lalu, Yusril menghadirkan empat saksi ahli di persidangan. Dua di antaranya, bekas hakim konstitusi Laica Marzuki dan bekas Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan. Menurut Laica dan Bagir, karena bagian dari kabinet, masa jabatan Hendarman mestinya sudah berakhir saat kabinet jilid pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selesai tugasnya, yakni pada 20 Oktober 2009.

Kepada wartawan, seusai sidang, Laica menyebutkan dampak dari tak sahnya posisi Hendarman. Kasus-kasus yang diperiksa kejaksaan, ujarnya, harus diulang sejak masa jabatan Hendarman berakhir. Untuk membela pendapatnya, Yusril semula berniat mengajukan tiga bekas Jaksa Agung untuk bersaksi di Mahkamah Konstitusi. Namun, menurut sumber Tempo, belakangan mereka membatalkan kesediaannya. Yusril sendiri tak bersedia memberikan keterangan perihal kegagalannya mengajukan saksi penting bekas ”orang dalam” ini. ”Terserah Anda mau menulis apa,” ujarnya.

Dua pekan berselang, giliran pemerintah mengajukan saksi ahli, yaitu pengacara senior Adnan Buyung Nasution dan anggota staf khusus presiden, Denny Indrayana. Keduanya berpendapat, Jaksa Agung bukan bagian dari kabinet sehingga masa jabatannya tak sama dengan umur kabinet. Menurut Buyung, karena Presiden belum mengeluarkan keputusan pemberhentian, otomatis Hendarman masih Jaksa Agung yang sah. ”Dalil pemohon itu semata-mata hanya asumsi,” kata Buyung. Putusan uji materi Undang-Undang Kejaksaan itu diperkirakan baru akan diketuk pada Oktober.

l l l

BAGI Kejaksaan Agung, apa pun putusan Mahkamah Konstitusi itu nanti tetap tak berpengaruh pada kasus Yusril. ”Perkaranya tetap saja masuk pengadilan,” ujar Arminsyah. Penyidik, tuturnya, sudah mengantongi alat bukti kuat untuk menjerat Yusril. Demikian pula untuk Hartono. ”Di luar itu, kami juga yakin akan menang di Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.

Untuk perkara Sisminbakum ini, Yusril dijadikan tersangka lantaran dua tindakannya. Selain menerbitkan surat keputusan pemberlakuan Sisminbakum, dia menerbitkan surat keputusan yang menunjuk PT Sarana dan Koperasi Pengayoman sebagai pengelola sistem pendaftaran badan hukum secara online itu.

Adapun tuduhan ke Hartono, ujar Arminsyah, bekas kuasa pemegang saham Sarana ini adalah orang yang memaraf dan menyetujui draf perjanjian pembagian access fee 90 persen untuk Sarana dan sisanya untuk koperasi. Hartono juga dituduh yang meneken hampir semua pengeluaran PT Sarana. Perannya sebagai pelengkap tanda tangan direktur utama atau counter-sign.

Ancaman hukuman terhadap Yusril dan Hartono cukup tinggi, 20 tahun penjara. Kendati alasan obyektif untuk menahan keduanya terpenuhi, yakni perbuatan mereka diancam hukuman di atas lima tahun, kejaksaan hingga kini tak melakukannya. Jaksa Agung Hendarman beralasan kenapa dua tersangka ini tak ditahan. ”Alasan subyektifnya belum ada,” ujar Hendarman. Alasan itu, mereka akan melarikan diri, mengulangi perbuatan, dan menghilangkan barang bukti.

Tidak ditahannya kedua orang ini sejak awal disesalkan sejumlah jaksa. Menurut seorang jaksa, penahanan itu sebenarnya bisa dilakukan dengan alasan keduanya tidak kooperatif. Tapi rupanya Hendarman memilih tak melakukannya. ”Padahal, jika ditahan, ruang keduanya menghimpun perlawanan menjadi sempit,” ujar jaksa yang mendapat tugas menelisik kasus Sisminbakum ini.

Anton Aprianto, Bunga Manggiasih

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus