NAMA baik Kaslan Rosidi dipertaruhkan di meja pengadilan. Lo Bie Tek alias Rubianto Susilo, yang dituduh menghina nama baiknya, pekan lalu dibebaskan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sebab, apa yang diucapkan Bie Tek melalui koran, menurut majelis hakim, tidak lebih sebagai jawaban atas pernyataan Kaslan di media massa. Kaslan, bekas pengurus klub sepak bola Cahaya Kita, tersinggung atas ucapan Bie Tek yang dimuat dalam harian Merdeka, 5 Januari 1985. Disebut "maling teriak maling" -- apalagi "bobrok" -- memang tak enak. Tapi, Bie Tek punya alasan kuat melontarkan kata-kata itu: demi kepentingan umum persepakbolaan nasional dan membela diri. Sebab, setahun sebelumnya, lewat koran Kaslan sudah sengit menuduh Bie Tek menyuap pemain Cahaya Kita, bahkan wasit dan manajer kesebelasan Galatama pun dikatakan terlibat. Nah, majelis hakim yang mengadili tertuduh, ternyata, tidak hanya menghasilkan keputusan saja, tapi sekaligus menyingkap suap dalam dunia sepak bola. Kesaksian 13 pemain sepak bola, dalam sidang ini, menjadi dokumen yang menyudutkan Kaslan. Misalnya Oscar, yang mendengar kata Kaslan, bahwa Cahaya Kita harus mengalah dengan Niac Mitra 3-0, dan tidak akan ke Bali bila itu tak terjadi. Yunus diberi uang Rp 50 ribu untuk menjaga kiri luar lawan secara serius. "Permainan gol" di pengadilan sempat pula terjadi: Bekas kiper Cahaya Kita, Usman, serta-merta menyerahkan uang Rp 250 ribu begitu diperiksa hakim. "Saya baru saja dipanggil Lo Bie Tek, dan diberi uang ini untuk memberi keterangan yang meringankan sidang. Tapi saya sudah disumpah," ujar Usman kepada majelis hakim yang diketuai B.E.D. Siregar itu (TEMPO, 6 Juli 1985). Menurut penasihat hukum pengusaha penyalur mobil ini, Amir Syamsuddin, adanya bukti para saksi itulah, ujaran "maling teriak maling" Bie Tek yang ditujukan kepada Kaslan, dianggap sebagai pembelaan diri. Tingkah laku bobrok yang ditudingkan pun berdasarkan fakta. Tentu saja, nama Kaslan lebih tercoreng. Pembelaan Amir Syamsuddin itu dianggap Jaksa Penuntut Umum, Basrief Arief, hanya melihat penghinaan yang bersifat obyektif. Padahal, perbuatan terdakwa itu menyinggung rasa kehormatan Kaslan. Rasa itu, pokoknya, bersifat subyektif. Ibarat wanita tunasusila, bila ada orang yang menyebutnya sundel atau pelacur, orang itu bisa disebut menghina, seperti yang dirumuskan dalam pasal 315 KUHP. Tuduhan atas Lo Bie Tek juga mengenai pasal 311 (1) KUHP. Tapi, dengan pasal itu pula, jika tuduhan tak dapat dibuktikan, malah bisa menghukum penuduh 4 tahun penjara. Sebab fitnah. Dan, Amir Syamsuddin pun menunjuk pasal 310 (3), sehingga perbuatan Bie Tek tak jadi soal karena untuk kepentingan umum, sekaligus membela diri. Mana yang benar? Yang jelas, pertimbangan majelis hakim menyatakan, tidak cukup bukti yang mendukung tuduhan jaksa, dan tidak terlihat adanya kemauan terdakwa agar pembicaraannya dengan wartawan Merdeka itu diketahui umum -- yang mestinya dibuktikan. Gol jatuhnya sama jelek 10:10 untuk nama baik Kaslan Rosidi dan Lo Bie Tek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini