Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejak 2001 hingga 2012, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) telah mencatat mengenai kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia. Menurut Komnas Perempuan, bentuk kekerasan seksual dibagi menjadi lima belas dengan rincian sebagai berikut:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertama, perkosaan. Perkosaan yaitu serangan dalam bentuk pemaksaan hubungan seksual dengan memaksakan masuknya penis, jari, atau benda lain ke vagina, anus, atau mulut korban. Pencabulan adalah istilah perkosaan lain yang dilakukan di luar pemaksaan penetrasi penis ke vagina dan terjadi pada korban yang belum mampu memberikan persetujuan, seperti anak di bawah usia 18 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedua, intimidasi seksual, termasuk ancaman atau percobaan perkosaan. Penyerangan terhadap seksualitas yang menimbulkan rasa takut, intimidasi, atau penderitaan psikis. Hal ini termasuk ancaman atau percobaan perkosaan baik secara langsung maupun tidak.
Ketiga, pelecehan seksual, yaitu tindakan seksual melalui sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban. Pelecehan bersifat fisik mencakup sentuhan di bagian tubuh yang tidak diinginkan hingga korban merasa direndahkan martabatnya. Sementara itu, pelecehan seksual non-fisik termasuk siulan, ucapan bernuansa seksual, hingga menunjukkan sesuatu yang bersifat pornografi.
Keempat, eksploitasi seksual. Kekerasan jenis ini merupakan penyalahgunaan wewenang maupun kepercayaan akibat relasi kuasa demi memperoleh kepuasan seksual maupun keuntungan materi, sosial, dan politik. Contoh eksploitasi seksual adalah perekrutan perempuan dalam prostitusi demi memperoleh keuntungan ekonomi.
Kelima, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual. Tindakan merekrut, mengangkut, menampung, mengirim, memindahkan, atau menerima seseorang dengan ancaman kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, hingga ancaman lain yang menimbulkan kerugian bagi korban. Perdagangan ini bertujuan untuk tujuan baik prostitusi maupun eksploitasi seksual.
Keenam, prostitusi paksa. Kekerasan jenis ini merupakan situasi di mana perempuan mengalami tipu daya, ancaman, maupun kekerasan untuk menjadi pekerja seks tanpa adanya konsensus dari korban sehingga korban tidak berdaya. Prostitusi paksa bisa jadi tercakup dalam perbudakan seksual atau perdagangan seksual.
Ketujuh, perbudakan seksual. Situasi ini terjadi ketika pelaku merasa memiliki tubuh korban sehingga berhak untuk melakukan apapun terhadapnya, termasuk melakukan tindakan seksual tanpa persetujuan termasuk pemerkosaan dan kekerasan lainnya. Perbudakan seksual mencakup situasi pemaksaan terhadap anak-anak maupun orang dewasa untuk menikah atau melayani rumah tangga.
Kedelapan, pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung. Pemaksaan perkawinan adalah diadakannya perkawinan di luar kehendak perempuan. Hal ini termasuk kawin paksa dan pemaksaan korban perkosaan untuk menikahi pelaku pemerkosaan. Selanjutnya, cerai gantung adalah pemaksaan terhadap perempuan untuk bertahan dalam perkawinan meski ia ingin bercerai.
Kesembilan, pemaksaan kehamilan. Ini adalah pemaksaan terhadap perempuan untuk melanjutkan kehamilan yang tidak ia kehendaki, biasanya dengan ancaman kekerasan. Contoh pemaksaan kehamilan terjadi pada perempuan korban perkosaan dan suami yang melarang istri untuk menggunakan kontrasepsi.
Kesepuluh, pemaksaan aborsi, yaitu pemaksaan pengguguran kandungan dengan tekanan dan ancaman pihak lain. Kesebelas, pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, yaitu pemaksaan pemasangan alat kontrasepsi dan/atau pelaksanaan sterilisasi tanpa persetujuan yang utuh dari perempuan. Contoh tidak adanya persetujuan yang utuh adalah kurangnya informasi dan belum cukup umur di mata hukum.
Keduabelas, penyiksaan seksual, yaitu penyerangan terhadap organ dan/atau seksualitas perempuan dengan sengaja sehingga menimbulkan rasa sakit dan penderitaan bagi korban. Tindakan ini dilakukan bisa jadi sebagai hukuman atau ancaman agar korban memberikan keterangan tertentu.
Ketigabelas, penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual, yaitu cara menghukum perempuan yang menyebabkan kesakitan dan ketakutan. Contohnya adalah hukuman cambuk, pasung, dan honor killing yang merendahkan martabat korban karena dituduh melanggar norma kesusilaan.
Keempatbelas, praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan. Praktik ini biasanya dilakukan atas nama agama dan/atau budaya hingga dapat menimbulkan rasa malu, cidera, dan dampak psikologis terhadap korban. Contoh penerapan tradisi ini adalah female genital mutilation (sunat perempuan).
Terakhir, kontrol seksual, termasuk lewat peraturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama. Cara pandang terhadap perempuan yang menempatkan perempuan sebagai simbol moralitas sehingga memicu terjadinya diskriminasi di kalangan perempuan adalah salah satu praktik kekerasan seksual. Contoh kontrol seksual adalah pemaksaan busana tertentu, larangan untuk berada di tempat tertentu pada jam tertentu, hingga larangan untuk bergaul dengan teman sebaya.
DINA OKTAFERIA