Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak menduga ada tindak pidana pembunuhan berencana dalam kasus polisi saling tembak yang menewaskan Brigadir J.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia juga menduga ada unsur penganiayaan hingga pencurian dalam insiden di rumah dinas Kepala Divisi Propam Irjen Fredy Sambo tersebut. Kamaruddin telah membuat pelaporan Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Senin, 18 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agues Dariyo dalam Jurnal Penelitian Psikologi ‘Mengapa Seseorang Mau Jadi Pembunuh' mengungkapkan pembunuhan merupakan perilaku seseorang atau sekelompok orang yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.
Kejadian pembunuhan dilatarbelakangi oleh berbagai sebab, sehingga seseorang merencanakan, memutuskan dan melakukan pembunuhan terhadap orang lain. Pembunuhan yang disengaja dan direncanakan ini disebut sebagai Tindakan Pidana Pembunuhan Berencana.
Berikut beberapa pembunuhan berencana yang paling fenomenal di Tanah Air.
1. Pembunuhan Berencana Aktivis HAM Munir
Aktivis hak asasi manusia atau HAM, Munir Said Thalib meninggal dalam pesawat tujuan Singapura-Belanda pada 7 September 2004. Munir, begitu dia disapa, ke Belanda untuk melanjutkan pendidikannya. Dalam perjalanan itu, dia sempat muntah-muntah dan mengeluhkan sakit perut. Sesampainya di Belanda, Munir dinyatakan sudah tidak bernapas. Dugaan awal, dia wafat akibat sakit yang dideritanya.
Namun, pada 12 November 2004, Badan Forensik Belanda mengeluarkan hasil autopsi yang mengejutkan. Pembunuhan berencana itu terungkap setelah dilakukan penyelidikan secara forensik. Di lambung Munir ditemukan racun arsenik. Racun itu diminum dalam campuran jus jeruk yang diberikan pramugari pesawat sebagai welcome drink. Sebenarnya ada dua minuman yang disediakan, minuman lainnya adalah wine.
Setelah melakukan pemeriksaan, polisi kemudian menetapkan Pollycarpus sebagai tersangka. Dia terbukti bersalah di pengadilan. Jaksa Penuntut Umum di persidangan menyatakan Polly membubuhkan arsenik ke jus jeruk yang akan diminum Munir. Poly tahu, Munir tidak minum alkohol, sehingga dipastikan sasarannya itu akan memilih jus jeruk sebagai welcome drink.
Ahli forensik Abdul Mun'im Idries yang ikut...
Ahli forensik Abdul Mun’im Idries yang ikut membantu autopsi jenazah Munir membeberkan sejumlah fakta terkait kematian pejuang HAM itu. Kisahnya ditulis Mun’im dalam buku ‘Indonesia X-Files, Mengungkap Fakta dari Kematian Bung Karno Sampai Kematian Munir’. Menurut Mun’im, upaya pelaku menggunakan arsenik sebagai racun dianggap sangat pintar. “Kasus keracunan semacam itu terjadi tidak sampai 10 persen,” tulis Mun’im.
2. Kasus Pembunuhan Marsinah
Marsinah, seorang aktivis buruh PT Catur Putera Surya atau CPS, pabrik arloji di Siring, Porong, Jawa Timur dibunuh pada 8 Mei 1993. Ia ditemukan sudah tak bernyawa di sebuah gubuk pematang sawah di Desa Jagong, Nganjuk. Jenazahnya kemudian divisum di RSUD Nganjuk pimpinan Dr Jekti Wibowo.
Motif pembunuhan berencana terhadap Marsinah adalah karena perempuan itu memperjuangkan hak para buruh. Marsinah menyampaikan 12 tuntutan yang telah dicanangkan bersama kawan-kawannya kepada PT. CPS. Awal 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan Surat Edaran Nomor 50 Tahun 1992. Surat itu berisi imbauan kepada pengusaha agar menaikkan gaji pokok sebesar 20 persen. Karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa pada 3 dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp1.700 menjadi Rp2.250.
Yudi Susanto, selaku pemilik perusahaan, ditetapkan sebagai tersangka. Namun, Yudi mengajukan banding dan akhirnya dinyatakan bebas murni oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia pada proses tingkat kasasi. Hingga kini belum terungkap siapa sebenarnya pembunuh Marsinah, termasuk otak di belakangnya.
Abdul Mun’im Idries dalam bukunya juga mengungkapkan kesaksiannya terkait Marsinah. Mun’im menemukan beberapa kejanggalan hasil forensik. Hasil visum dari RSUD Nganjuk sangat sederhana karena hanya 1 halaman. Meski jenazah Marsinah sudah dibedah, tapi tidak dijumpai laporan keadaan kepala, leher dan dada korban. Di dalam visum disebutkan Marsinah tewas akibat pendarahan dalam rongga perut.
“Padahal yang seharusnya diutarakan pembuat visum adalah penyebab kematian, bukan mekanisme kematian,” papar Mun’im. Fakta di persidangan juga menyebut Marsinah ditusuk kemaluannya dalam waktu yang berbeda. “Kematian Marsinah seperti selalu ada yang kurang."
3. Pembunuhan Mirna Salihin
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman pidana 20 tahun penjara kepada terdakwa Jessica Kumala Wongso dalam sidang pembacaan vonis pada Kamis, 27 Oktober 2016 lalu. Hukuman tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum sebelumnya. Jessica dinyatakan terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin.
Pembunuhan bermula ketika Jessica mengajak Mirna, Hani, dan Vera untuk reuni antar teman kuliah di Australia lantaran sudah lama tak berjumpa. Pertemuan tersebut terjadi pada 6 Januari 2016 di kafe Olivier, Jakarta, hari di mana Mirna tewas. Jessica datang lebih dulu dan memesan tempat di meja nomor 54. Jessica juga memesankan es kopi Vietnam untuk Mirna.
Minuman itu kemudian diminum Mirna dan kemudian mengakibatkan dia kejang-kejang. Mulutnya juga mengeluarkan busa. Mirna meninggal dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Abdi Waluyo. Setelah diperiksa, di dalam lambungnya ditemukan racun sianida sebesar 0,02 miligram. Polisi menangkap Jessica dan menetapkan statusnya sebagai tersangka pada 30 Januari 2016.
4. Pembunuhan Bos PT Asaba
Pada 2003 terjadi kasus pembunuhan yang menyebabkan timbulnya sentimen antara Kopassus TNI AD dan Marinir TNI AL. Bos PT Aneka Sakti Bhakti Atau Asaba, Boedyharto Angsono dan anggota Kopassus Serda Edy Siyep, ditembak sekitar pukul 06.00 WIB di depan lapangan basket Gelanggang Olahraga Sasana Krida Pluit, Jakarta Utara pada 19 Juli 2003.
Menantu Boedyharto, Gunawan Santoso dituduh...
Menantu Boedyharto, Gunawan Santoso dituduh sebagai otak di belakang kasus pembunuhan berencana tersebut. Gunawan menyewa empat orang marinir untuk melakukan kejahatan tersebut, yaitu Kopda (Mar) Suud Rusli, Kopda (Mar) Fidel Husni, Letda (Mar) Syam Ahmad Sanusi, dan Pratu (Mar) Santoso Subianto. Gunawan kemudian menjadi buron polisi dan TNI AL. Pada 14 Agustus 2003, dia bahkan masuk ke dalam daftar orang paling dicari oleh TNI AL.
Pada 11 September 2003, Gunawan tertangkap sekitar pukul 22.15 WIB di rumah indekos di Jalan Industri Raya, Gunung Sahari, Jakarta Pusat.
Pada 25 September 2003, empat tersangka Marinir, saat diperiksa Polda Metro Jaya mengakui bahwa pembunuhan itu atas pesanan Gunawan. Kemudian pada 11 Februari 200, Gunawan diancam hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum Andi Herman di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Gunawan mencoba kabur pada 30 Maret 2004 saat dibawa ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Reporter Koran Tempo Yandrie Arvian yang meliput kasus itu mengungkapkan ada ketegangan antara kedua kubu TNI AD dan TNI AL. “Jadi ada ketegangan lagi soalnya yang membunuh itu marinir, dan ada anggota Kopassus yang ikut terbunuh,” kata Yandrie saat diwawancarai pada Kamis, 15 Juli 2021 lalu. Koran Tempo ketika itu menjadi media pertama yang membongkar dalang di balik pembunuhan yang cukup lama menyedot perhatian publik tersebut.
5. Kasus pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen
Direktur PT Putra Rajawali Bantaran Nasruddin Zulkarnaen meninggal dunia sehari kemudian setelah ditembak orang tak dikenal pada 14 Maret 2009. Insiden itu terjadi kala ia pulang dari bermain golf di Padang Golf Modern Land, Tangerang, Banten, sekitar pukul 14.00. Nasruddin didor dari sisi kiri mobil yang dikemudikan Parmin, sopir pribadinya.
Nasruddin bersimbah darah setelah tertembak pada bagian kepala dan satu lagi menembus leher. Esoknya, dia meninggal setelah dirawat di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Nasruddin dimakamkan di pemakaman keluarganya di Makassar pada Senin 16 Maret 2009. Usai penembakan, sejumlah motif terkait pembunuhan berencana terhadap Nasruddin bermunculan. Nama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat itu, Antasari Azhar ikut terseret.
Antasari ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya dan dijebloskan ke tahanan pada 4 Mei 2009. Kronologi pembunuhan berencana itu bermula pada setahun sebelumnya. Pada 22 Mei 2008, Nasruddin memergoki istri sirinya, Rani Juliani, tengah bersama Antasari di Hotel Gran Mahakam, Kebayoran, Jakarta Selatan. Rani adalah seorang caddy Padang Golf Modernland, yang mengenal Antasari, jauh sebelum dinikahi siri oleh Nasrudin.
Setelah disumpah di bawah Al-Quran, Rani mengaku “melayani Antasari”. Rani juga menceritakan ini kepada penyidik dan dipaparkan jaksa dalam persidangan. Jaksa Penuntut Umum dalam kasus tersebut, Cirus Sinaga, mengatakan sejak perselingkuhan itu terungkap, Nasruddin kerap meneror Antasari dengan berbagai permintaan Nasruddin melayangkan ancaman lewat telepon dan pesan singkat, termasuk ke istri Antasari, menurut laporan majalah Tempo edisi 24 Agustus 2009.
Antasari kemudian menceritakan teror Nasruddin kepada rekannya, yang merupakan Komisaris Utama PT Pers Indonesia Merdeka, Sigid Haryo Wibisono. Sigid kemudian mengenalkan Antasari kepada kenalannya, Mantan Kapolres Jakarta Selatan Komisaris Besar Polisi Wiliardi Wizard. Pertemuan ketiganya itu diduga berujung pada pembunuhan berencana Nasrudin.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga : Kasus Brigadir J: Begini Seluk Beluk Pasal Pembunuhan Berencana