DI Jakarta, baik ruang tahanan Komdak Metro Jaya -- Komwil
maupun Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang -- tempat menampung
narapidana dan tahanan telah dibikin kuat. Tembok tinggi, tirai
besi berlapis, tapi toh ada juga yang lolos. Namun di Sulawesi
Tengah, yang punya 8 lembaga pemasyarakatan, tempat penyimpanan
narapidana tak ada yang bisa diandalkan. Bayangkan saja,
temboknya rendah. Sudah berlubang lagi. Tapi tak ada satupun
penghuninya yang mau pergi tanpa pamit. Barulah tahun ini jika
tak ada halangan, Donggala bakal punya gedung LP yang agak
memadai. Ini yang pertama di Sulawesi Tengah dan menelan biaya
Rp 48 juta.
Lembaga Pemasyarakatan di Palu, ibukota propinsi, hanya bekas
rumah tinggal yang dipugar. Sekedar untuk menyimpan narapidana.
Letaknya berhadapan dengan sebuah hotel mewah. Rumah penjara
Donggala yang sekarang berhimpitan dengan rumah penduduk.
Kondisinya tak lebih dari barak darurat. Temboknya hanya 2
meter, termasuk papan, yang sudah pada berlubang. Atapnya hanya
daun rumbia. Dan bila ada narapidana yang usil dan menyulut api
rokok sedikit saja tentu kota itu kalang kabut. Bukan cuma
khawatir penghuninya pada lari tapi karena kota pelabuhan itu
sampai kini belum punya mobil pemadam kebakaran. Gedung lama ini
akan dipugar agar bisa ditempati para karyawan LP. Sedangkan
penghuni lama diboyong ke gedung lembaga yang baru, 1 1/2
kilometer dari kota Donggala.
Kandang Ayam
Itu belum seberapa. LP Buol adalah gambaran dari tempat-tempat
serupa di Sulawesi Tengah. Kandang ayam lebih bagus daripada
lembaga yang bertembok papan setinggi 1 meter. Supaya ada kesan
bahwa tempat itu dihuni narapidana, bukan rumah pegawai penjara,
dipasanglah kawat berduri di sekelilingnya. Hubungan antara
narapidana dengan yang menjaga seperti famili. Yang dijaga 8
orang, penjaganya 7 orang. Para penjaga tak perlu selalu melotot
matanya sebab para narapidana sudah bisa dilepas tanpa
pengawalan. Malah ada yang keluar mengerjakan kebun sehari penuh
tapi pada waktunya, pulang. Mereka patuh kembali ke LP menjelang
malam tiba. Dari tempat yang rapuh ini belum pernah terdengar
kabar kaburnya narapidana.
LP di Kabupaten Donggala dan Buol/Toli-toli ada di bawah LP
Palu. Kepala LP Palu, S. Simanjuntak, mengharap orang jangan
heran bila melihat narapidana berseliweran di luar tanpa kawalan
petugas. Dari mereka tak terlihat niat untuk minggat. Sebab
mereka bukan penjahat praresionil. Mereka masuk karena terlibat
pembunuhan akibat sengketa warisan, atau karena soal-soal adat
siri (malu). Dari 141 narapidana, termasuk 4 wanita, tak
terdapat perampok bank, pembunuh untuk merampok atau pencuri
mobil. Yang diganjar hukuman berat, 12 tahun, hanya satu orang.
Umumnya mereka pasrah menerima putusan pengadilan tanpa minta
naik banding. Kebanyakan mereka berbuat baik selama di penjara.
Jaga Gengsi
Para pelaku kasus pembunuhan karena siri banyak yang merasa
bangga tinggal di penjara setelah membela nama baik keluarga.
"Saya selalu menerima muka baru dan kasusnya berkisar siri,
warisan dan mencuri", kata Simanjuntak. Kepala LP Palu ini
menyatakan, selama 2 tahun bertugas di sana ia belum menjumpai
residivis. Narapidana yang merdeka lagi tak ada yang mengulangi
perbuatan yang sama. Jumlah penghuni LP menurut catatan,
segitu-gitu juga, tak pernah menonjol. Perkara pencurian sedikit
berada di atas jumlah perkara siri.
Sehabis Donggala belum diketahui LP mana lagi yang akan
diperbaiki. Simanjuntak hanya menggoyangkan bahu sambil meminta
agar pemerintah pusat lebih banyak mengeluarkan dana untuk
keperluan ini. Ia agak tahu diri dan enggan minta bantuan
gubernur atau bupati sebab kedua pejabat ini toh masih sibuk
mengurusi keperluan di luar tembok LP. Paling banter Simanjuntak
hanya minta bantuan tanah. Itupun ia siap dengan pembayaran
setelah anggaran dari pusat turum Pembangunan LP di propinsi ini
memang belum begitu mendesak. Kalaupun dipaksakan tentu hanya
demi jaga gengsi saja. Habis instansi-instansi lainnya sudah
siap dengan bangunan tergolong mewah, kenapa LP belum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini