Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Ada Yang Beratap Rumbia

Di sulawesi tengah ada 8 lembaga pemasyarakatan. keadaannya rata-rata sangat jauh dari meamdai, namun kekhawatiran minggatnya narapidana sangat tipis karena mereka bukan penjahat profesional.

3 Juli 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Jakarta, baik ruang tahanan Komdak Metro Jaya -- Komwil maupun Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang -- tempat menampung narapidana dan tahanan telah dibikin kuat. Tembok tinggi, tirai besi berlapis, tapi toh ada juga yang lolos. Namun di Sulawesi Tengah, yang punya 8 lembaga pemasyarakatan, tempat penyimpanan narapidana tak ada yang bisa diandalkan. Bayangkan saja, temboknya rendah. Sudah berlubang lagi. Tapi tak ada satupun penghuninya yang mau pergi tanpa pamit. Barulah tahun ini jika tak ada halangan, Donggala bakal punya gedung LP yang agak memadai. Ini yang pertama di Sulawesi Tengah dan menelan biaya Rp 48 juta. Lembaga Pemasyarakatan di Palu, ibukota propinsi, hanya bekas rumah tinggal yang dipugar. Sekedar untuk menyimpan narapidana. Letaknya berhadapan dengan sebuah hotel mewah. Rumah penjara Donggala yang sekarang berhimpitan dengan rumah penduduk. Kondisinya tak lebih dari barak darurat. Temboknya hanya 2 meter, termasuk papan, yang sudah pada berlubang. Atapnya hanya daun rumbia. Dan bila ada narapidana yang usil dan menyulut api rokok sedikit saja tentu kota itu kalang kabut. Bukan cuma khawatir penghuninya pada lari tapi karena kota pelabuhan itu sampai kini belum punya mobil pemadam kebakaran. Gedung lama ini akan dipugar agar bisa ditempati para karyawan LP. Sedangkan penghuni lama diboyong ke gedung lembaga yang baru, 1 1/2 kilometer dari kota Donggala. Kandang Ayam Itu belum seberapa. LP Buol adalah gambaran dari tempat-tempat serupa di Sulawesi Tengah. Kandang ayam lebih bagus daripada lembaga yang bertembok papan setinggi 1 meter. Supaya ada kesan bahwa tempat itu dihuni narapidana, bukan rumah pegawai penjara, dipasanglah kawat berduri di sekelilingnya. Hubungan antara narapidana dengan yang menjaga seperti famili. Yang dijaga 8 orang, penjaganya 7 orang. Para penjaga tak perlu selalu melotot matanya sebab para narapidana sudah bisa dilepas tanpa pengawalan. Malah ada yang keluar mengerjakan kebun sehari penuh tapi pada waktunya, pulang. Mereka patuh kembali ke LP menjelang malam tiba. Dari tempat yang rapuh ini belum pernah terdengar kabar kaburnya narapidana. LP di Kabupaten Donggala dan Buol/Toli-toli ada di bawah LP Palu. Kepala LP Palu, S. Simanjuntak, mengharap orang jangan heran bila melihat narapidana berseliweran di luar tanpa kawalan petugas. Dari mereka tak terlihat niat untuk minggat. Sebab mereka bukan penjahat praresionil. Mereka masuk karena terlibat pembunuhan akibat sengketa warisan, atau karena soal-soal adat siri (malu). Dari 141 narapidana, termasuk 4 wanita, tak terdapat perampok bank, pembunuh untuk merampok atau pencuri mobil. Yang diganjar hukuman berat, 12 tahun, hanya satu orang. Umumnya mereka pasrah menerima putusan pengadilan tanpa minta naik banding. Kebanyakan mereka berbuat baik selama di penjara. Jaga Gengsi Para pelaku kasus pembunuhan karena siri banyak yang merasa bangga tinggal di penjara setelah membela nama baik keluarga. "Saya selalu menerima muka baru dan kasusnya berkisar siri, warisan dan mencuri", kata Simanjuntak. Kepala LP Palu ini menyatakan, selama 2 tahun bertugas di sana ia belum menjumpai residivis. Narapidana yang merdeka lagi tak ada yang mengulangi perbuatan yang sama. Jumlah penghuni LP menurut catatan, segitu-gitu juga, tak pernah menonjol. Perkara pencurian sedikit berada di atas jumlah perkara siri. Sehabis Donggala belum diketahui LP mana lagi yang akan diperbaiki. Simanjuntak hanya menggoyangkan bahu sambil meminta agar pemerintah pusat lebih banyak mengeluarkan dana untuk keperluan ini. Ia agak tahu diri dan enggan minta bantuan gubernur atau bupati sebab kedua pejabat ini toh masih sibuk mengurusi keperluan di luar tembok LP. Paling banter Simanjuntak hanya minta bantuan tanah. Itupun ia siap dengan pembayaran setelah anggaran dari pusat turum Pembangunan LP di propinsi ini memang belum begitu mendesak. Kalaupun dipaksakan tentu hanya demi jaga gengsi saja. Habis instansi-instansi lainnya sudah siap dengan bangunan tergolong mewah, kenapa LP belum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus