Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Abang Becak Di Pinggir Jalan

Abang becak suteja terbunuh di pinggir jalan nari pan, bandung. Kematiannya akibat berolok-olok dengan A yang menusuk korban sampai menembus jantungnya. A ditahan polisi, menunggu putusan hakim.

3 Juli 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ABANG becak, abang becak di tengah jalan. Cari muatan untuk mencari makan. Begitulah Iin Parlina dan Trio Bimbo jika sedang asyik menggambarkan abang becak. Tapi kali ini bukan di tengah jalan dan tidak dalam suasana gembira. Abang becak Suteja terkapar di pinggir jalan Naripan, Bandung. Darah mengucur aeras dari tubuhnya. Itulah yang mengubah suasana santai di kalangan abang-abang becak Jumat malam akhir Mei lalu. Mereka yang semula ngobrol dikejutkan teriakan dari mulut seorang rekannya Suteja. Yang lain-lain terkejut melihat A, juga abang becak, baru saja mencabut pisau dari tubuh Suteja. Belati itu tidak membuat Suteja tewas seketika. Ia masih mengerang. Orang-orang di tempat itu berusaha mencegat kendaraan yang lewat tapi tak satu mobilpun yang mau berhenti. Sementara itu A masih menghunus belatinya dan tak ada kawannya yang berani mendekat. Agak lama Suteja terkapar di tepi jalan dengan darahnya terus mengalir. Untung ada pria berpakaian preman bertubuh tegap datang menghampiri. Ia adalah Sersan Satu Sujoko dari TNI-AU. "Lepaskan pisau itu", teriaknya dan A segera membuang senjata tajamnya kemudian menyerah. Tak ada perlawanan kecuali raut muka pertanda penyesalan. Dengan badan lunglai A diiring ke Komdak sebentar kemudian diboyong, ke Kantor Polisi Komtabes Bandung. Barulah setelah berhubungan dengan polisi Bandung tersedia mobil yang dipakai untuk mengangkut Suteja ke Rumah Sakit 'Hasan Sadikin'. Tapi denyut jantungnya sudah berhenti. Maklum terlalu lama menunggu kendaraan, sekitar 30 menit. Kematian Suteja, menurut kawan-kawannya, bersumber pada soal olok-olok saja. Korban dan A sering terdengar saling berolok-olok. Tubuh A lebih kecil dari Suteja sehingga ia sering disudutkan Suteja. Malah Suteja pernah bilang: "Jangan ngomong begitu, nanti saya jitak", sambil menggoyangkan kepala A. Yang dipegang kepalanya diam saja. Tapi hati kecilnya berontak. Olok-olok yang tidak seimbang tcrsebut membikin Suteja selalu berada di atas. Pada malam naas itupun olok-olok masih berlangsung. Dan ketika Suteja membelakangi A, pada saat itulah A menyarangkan belatinya. Tusukan itu masuk ke punggung Suteja dan menembus jantungnya. Langsung Suteja roboh dan A mencabut senjata tajamnya. Kini tinggallah A mendekam di kantor polisi sebelum hakim memberi ganjaran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus