Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, menyerahkan diska lepas kepada penyidik Kejaksaan Agung saat diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi tata kelola minyak mentah. Perangkat itu melengkapi jawabannya atas 14 pertanyaan yang diajukan penyidik dalam 10 jam pemeriksaan kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahok mengatakan isi flashdisk tersebut berupa agenda rapat saat ia menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pertamina beserta topik pembahasannya. “Nanti beliau akan cek, jika kurang paham mungkin kami akan bantu jelaskan,” ujar dia melalui pesan singkat, Jumat, 14 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk data lebih lanjut, Ahok mengatakan penyidik akan meminta langsung kepada Pertamina. Ia tidak membeberkan berapa besaran dokumen yang ia serahkan, sehingga membutuhkan waktu lama saat pemeriksaan.
Penyidik Kejaksaan Agung sedang mengusut kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina yang terjadi pada 2018-2023. Sementara Ahok adalah Komut PT Pertamina pada periode November 2019 – Februari 2024.
Kejaksaan telah menetapkan sejumlah petinggi PT Pertamina Patra Niaga, anak usaha dari Pertamina, dan pihak swasta. Namun, kejaksaan juga telah memeriksa sejumlah orang dari holding Pertamina hingga Kementerian ESDM selaku pengawas.
Hasil penyidikan mendapati adanya kecurangan dalam proses pengadaan impor produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga saat membeli Ron 92 (pertamax). Minyak yang datang justru Ron 90 atau di bawahnya.
Penyidik juga menemukan kejanggalan dalam pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang oleh PT Internatioanal Shipping. Diduga ada penggelembungan kontrak untuk jasa angkut sebesar 13-15 persen.
Selain itu BBM yang diangkut kemudian di-blending di perusahaan swasta, yang menurut kejaksaan, melanggar regulasi sehingga menguntungkan pihak swasta.
Modus-modus tersebut merupakan perkembangan dari penyidikan awal tentang temuan adanya kongkalikong antara Sub Holding Pertamina dan perusahaan swasta untuk menghindari tawar-menawar dalam memenuhi kebutuhan minyak mentah dan produk kilang dalam negeri. Akibat praktik ini negara harus mengeluarkan uang lebih tinggi untuk impor. Sementara pihak swasta mendulang untung lebih tinggi dengan melakukan ekspor.
Kasus ini disebut merugikan negara sebesar Rp 193,7 triliun untuk periode 2023 saja. Semantara untuk hitungan keseluruhan jaksa masih melakukan penghitungan dengan pihak terkait.
Pilihan Editor: Abdul Gani Kasuba Meninggal, KPK Bahas Kelanjutan Kasusnya