Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Akhir perkara raja komputer

Hakim t.w. siregar tidak bisa menerima dakwaan jaksa terhadap jusuf randy karena jaksa tidak bisa menghadirkannya. pengacara menyebutkan jusuf sudah berada dijerman. jusuf dituduh memalsu identitas.

3 November 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SI "Raja Komputer" Jusuf Randy, 48 tahun, ternyata memang lebih tinggi "gingkangnya" ketimbang para penegak hukum. Setelah lebih dari setahun, pendiri LPKIA (Lembaga Pendidikan Komputer Indonesia-Amerika) itu buron, sekaligus mengecohkan jajaran kepolisian, kejaksaan, dan imigrasi, kali ini giliran pengadilan yang dibuat gigit jari. Setidaknya sudah tiga kali Pengadilan Negeri Jakarta Selatan cuma bisa mengadili kursi kosong, yang seharusnya diduduki Jusuf Randy selaku terdakwa kasus pemalsuan identitas dan kewarganegaraan. Walhasil, Senin pekan lalu, majelis hakim yang diketuai T.W. Siregar terpaksa menyatakan dakwaan Jaksa Widyopramono terhadap Jusuf tidak dapat diterima. Jusuf Randy alias Nio Tjoe Siang memang lihai. Ia bukan hanya pandai meyakinkan dan menarik simpati orang. Tapi juga mahir memanfaatkan "permainan" hukum dan mengempiskan bobot perkaranya, yang semula diramaikan orang sebagai kasus "penipuan intelektual" besar. Pada 6 Januari tahun lalu, banyak orang kaget begitu Jusuf Randy diciduk petugas Polres Jakarta Pusat. "Ahli" komputer yang dikenal suka berderma itu dituduh memalsukan identitasnya, berupa KTP, surat kenal lahir, paspor, dan STTB SD plus SLTP. Jusuf, yang warga negara Jerman Barat, juga disangka memalsukan status WNI-nya. Selain itu, Jusuf diduga terlibat kasus korupsi Rp 2,3 milyar dalam pengadaan barang-barang Perumtel pada 1979-1981. Hingga kini, kasus ini masih disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung, dengan terdakwa Direktur Firma Marathon, Boy Tamzil, adik kandung Jusuf. Namun, sampai masa penahanan Jusuf selama 60 hari habis, polisi ternyata tak kunjung bisa merampungkan penyidikannya. Sebab itu, sesuai dengan hukum acara (KUHAP), Jusuf dilepaskan demi hukum. Belakangan, setelah perkara itu sampai ke kejaksaan, instansi penuntut ini pun tak memperpanjang penahanan Jusuf. Padahal, ancaman hukuman untuknya lebih dari 5 tahun penjara. Setelah itu, Jusuf semakin leluasa menikmati "kebebasannya". Soalnya, permohonan penangguhan penahanan yang diajukannya dikabulkan kejaksaan. Hebatnya, penangguhan dengan jaminan pengacara Jusuf, Hindarsih Sjafarudin, dan istri kedua Jusuf, Yanti, itu tanpa sedikit pun dibebani persyaratan -- untuk menjamin jika Jusuf kabur. Maka, sewaktu persidangan pertama Jusuf dibuka, pada 11 September 1989, barulah orang tercengang. Soalnya, selain perkara Jusuf ternyata cuma tinggal kasus pemalsuan identitas, Jusuf pun dikabarkan telah raib. Pengacara Hindarsih hanya menunjukkan sebuah surat dari Jusuf, yang mengatakan dirinya sudah berada di Jerman Barat. Tak ada pilihan buat pengadilan, selain menunda sidang sampai Jusuf bisa dihadirkan jaksa. Sebab, menurut KUHAP, perkara tindak pidana umum tak boleh diadili secara in absentia (tanpa terdakwa). Toh sampai sidang ditunda setahun kemudian, aparat hukum belum juga menemukan jejak Jusuf. Sementara itu, bagaikan memperolok, Jusuf menelepon berbagai media di sini dan mengaku sudah di Jerman. Bahkan pada awal Agustus lalu, Jusuf dikabarkan muncul di pameran produksi Indonesia di Singapura. Tinggalah pengadilan, yang bosan menanti tanpa kepastian. Repotnya, KUHAP tak mengatur apa upaya hakim untuk menyelesaikan kasus semacam itu. Akhirnya, Hakim T.W. Siregar menggunakan Surat Edaran Mahkamah Agung Januari 1981, yang memperkenankan hakim untuk tidak menerima perkara itu. Dengan begitu, jaksa bisa mengajukan kembali perkara tersebut di kemudian hari asalkan Jusuf bisa dihadirkan. Setidaknya sebelum perkara pemalsuan itu kedaluwarsa, yang menurut KUHP sampai 12 tahun. Jaksa Widyopramono enggan mengomentari keputusan itu. Rekannya, Hamid Harahap, sebaliknya membantah jika kejaksaan dianggap tak berupaya melacak Jusuf. "Kami sudah meminta bantuan Interpol untuk menangkap Jusuf," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus