Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Guru sejarah tanpa formasi

Lulusan jurusan sejarah dan pmp ikip sulit untuk mendapatkan pekerjaan. diharapkan dep. p & k meninjau kembali. menurut balitbang dep. p & k kedua jurusan tersebut masih banyak dibutuhkan.

3 November 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAYAN Swastika tiba-tiba linglung ketika mengamati pengumuman penerimaan calon pegawai negeri sipil di lingkungan Departemen P dan K Jawa Timur beberapa waktu lalu. Sarjana sejarah lulusan Universitas Jember itu tak punya harapan lagi karena formasi "priayi", sebagai guru sejarah, sama sekali kosong. Padahal, dalam pengamatan Swastika, di sekitar Jember saja masih ada beberapa SMA yang tak punya guru sejarah yang sarjana. Bahkan ada sarjana bimbingan penyuluhan yang terpaksa merangkap mengajar sejarah. Kalau memang Pemerintah kesulitan menampung produk sarjana sejarah, Swastika -- lewat surat pembaca -- menyarankan agar Departemen P dan K meninjau kembali jurusan sejarah di semua lembaga perguruan tinggi. "Kalau perlu ditutup saja," katanya dengan kesal. Agaknya, yang sudah jenuh alias tak ada lowongan bukan cuma lulusan Jurusan Sejarah IKIP. Menurut Widayat, Kepala Kantor Wilayah Departemen P dan K Jawa Timur, Jurusan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pun mengalami nasib serupa. Misalnya, tahun 1990-91, Kanwil Departemen P dan K Jawa Timur mendapat jatah menerima 975 karyawan. Dari jumlah itu, hanya 165 orang untuk sarjana pendidikan, terutama jurusan matematika, fisika, dan bahasa Inggris. "Untuk jurusan sejarah dan PMP, memang belum ada lowongan," katanya. Jalan memang masih ada. Jika mereka mau, kata Widayat, lari saja ke sekolah swasta atau mengajar di luar Jawa. Kejenuhan guru sejarah dan PMP, masih menurut Widayat, sudah disampaikan ke jajaran rektor IKIP di Jawa Timur. Semua rektor sebenarnya punya otonomi menutup atau membuka jurusan. "Tapi jurusan itu tiap tahun masih ada saja," katanya. Membludaknya sarjana dua jurusan itu, kata Kakanwil P dan K Ja-Tim, mungkin akibat menjamurnya IKIP swasta. Di Jawa Timur, hampir setiap kabupaten punya satu IKIP atau lebih. Walau demikian, kata Dr. Mohammad Noer, Pembantu Rektor I IKIP Surabaya, kebutuhan lulusan kedua jurusan itu dirasa masih diperlukan. Soal banyak sarjana sejarah dan PMP tak kebagian pekerjaan, itu semata karena mereka sendiri kurang lincah. Untuk membekali lulusannya agar lebih luwes, kata Mohammad Noer, mulai tahun ini kurikulum jurusan sejarah tak hanya berkutat di seputar pendidikan, tapi diarahkan ke ilmu murni. Maksudnya, agar lulusannya bukan cuma menjadi guru. Mereka diharapkan mampu pula terjun di bidang lain seperti peneliti atau pemandu wisata. Rektor IKIP Malang Prof. Mas Hadi Soeparto pun sepakat bahwa jurusan sejarah dan PMP tak perlu buru-buru dicoret. Kalau mereka kesulitan mencari kerja, katanya, mungkin yang bersangkutan memang kalah bersaing dengan sarjana lain. Dalam berebut pekerjaan, kualitas lulusan tentu punya andil. Demi kualitas itu, sejak dua tahun lalu progam D2 dan D3 Jurusan Sejarah IKIP Malang dihapus. "Bukan karena lapangan kerja yang sempit, tapi untuk meningkatkan kemampuan tenaga pengajar," kata Suparman, Ketua Jurusan PMP IKIP Malang. Di IKIP Yogya, lulusan program diploma sejarah jelas-jelas susah mencari kerja. Karena itu, Sri Mulyati, Ketua Jurusan Sejarah IKIP Yogyakarta, terpaksa menutup program diploma tersebut. Dan ada lagi masalah lain yakni sebagian mahasiswa memilih jurusan itu bukan lantaran bercita-cita menjadi guru. "Banyak yang asal pilih," kata Sri Mulyati. Soal asal pilih diakui Kamil, mahasiswa Jurusan Sejarah IKIP Yogya, yang sebentar lagi akan diwisuda. Ia mengaku masuk IKIP karena ikut-ikutan temannya. "Saya masuk IKIP memang tak ingin menjadi guru. Baru nanti kalau sudah mentok dan tak ada pilihan lain, apa boleh buat," katanya. Sebenarnya, sesuai dengan perhitungan Departemen P dan K, lapangan kerja sarjana jurusan sejarah maupun PMP kini masih terbuka. Kebutuhan guru bidang studi PMP tahun ini, menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen P dan K, 43.453 orang. Sementara, lulusannya (S0 dan S1) cuma 5.256. Begitu pula jurusan sejarah. Kebutuhan tercatat 31.724 guru dan lulusannya hanya 2.500 orang. Yang menjadi masalah, kebutuhan itu ternyata tak sepadan dengan formasi yang tersedia. Nyatanya, lapangan kerja untuk kedua jurusan itu kini benar-benar sempit. "Kita harus membedakan antara kebutuhan dan formasi yang ada," kata Ir. Oetomo Djojonegara, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Kemampuan Departemen P dan K mengangkat tenaga guru memang minim, sekitar 30.000 per tahun untuk seluruh Indonesia. Jadi, jumlah pengangkatan di tiap provinsi boleh dikatakan sangat kecil. Menurut Rektor IKIP Bandung, Abdul Kodir, di Jawa Barat, misalnya, kebutuhan guru sekitar 50.000 orang, sementara formasi yang tersedia tiap tahunnya hanya untuk 150 orang atau 3/1.000. Malah pengangkatan guru sejarah SMP mulai 1990 sampai 1994 tak ada lagi. "Padahal, tiap tahunnya IKIP Bandung meluluskan sekitar 36 guru sejarah program D3," katanya. Walau lulusan sejarah dan PMP tak laris, agaknya tak berarti kedua jurusan itu lalu disetop. Yang jelas, baru jurusan pendidikan sejarah perjuangan bangsa (PSPB), di semua IKIP negeri, sejak lima tahun lalu sudah dihapus karena, katanya, jurusan ini terlalu sempit bidangnya. "Kami akan mencetak sarjana yang mempunyai kemampuan yang lebih luas," kata Oetomo di tengah acara Seminar di Hotel Wisata Jakarta. Menumpuknya penganggur terdidik jurusan sejarah dan PMP itu, menurut Oetomo, sangat disayangkan karena, berdasarkan pengamatannya, seperti di Jepang, hampir 60% sarjananya adalah dari jurusan sosial. Tapi mereka toh mampu menduduki jabatan manajer menengah atau puncak karena, "setelah lulus, mereka kemudian mencari bekal lewat kursus-kursus. Kenapa sarjana kita tak melakukan?" katanya. Gatot Triyanto, Ida Farida, dan Zed Abidien

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus