Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Alasan Polda Jawa Barat Belum Mengusut Dugaan Eksploitasi Pemain Sirkus OCI

Mabes Polri perlah menerbitkan SP3 kasus dugaan eksploitasi pemain sirkus Oriental Circus Indonesia. Kasus ini kembali digugat.

23 April 2025 | 13.30 WIB

Rapat dengar pendapat umum (RDPU) mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) dengan Komisi III DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, 21 April 2025. Tempo/Amston Probel
Perbesar
Rapat dengar pendapat umum (RDPU) mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) dengan Komisi III DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, 21 April 2025. Tempo/Amston Probel

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah Jawa Barat menyatakan belum memulai penyelidikan atas dugaan eksploitasi terhadap eks pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) di Taman Safari Indonesia, Bogor. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Komisaris Besar Surawan mengatakan belum ada laporan resmi dari korban atau pihak terkait.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Kami belum menerima laporan dari pihak korban, jadi kami belum menangani apa-apa,” ujar Surawan saat ditemui usai Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI, Senin, 21 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Surawan, meski isu dugaan pelanggaran hak dan eksploitasi ini telah viral dan menjadi sorotan Komnas HAM, proses hukum tetap menunggu laporan. “Kalau seperti ini, harus ada laporan dulu dari para korban. Kalau memang mau melaporkan, kami terima laporannya,” ujar dia.

Surawan juga menyebut kasus ini berpotensi tidak bisa diproses jika sudah kedaluwarsa. Musababnya, masalah ini, kata dia sudah berlangsung lama. Pihaknya pun belum melakukan pemanggilan terhadap pihak OCI. “Dasar kami memanggil orang itu harus ada laporan dulu,” ujarnya menegaskan.

Surawan mewakili Polda Jabar menghadiri rapat dengar pendapat di Komisi III DPR RI bersama para mantan pemain sirkus dan pihak OCI, Jansen Manansang. Di hadapan Komisi III, pendamping hukum eks karyawan anak OCI pun menyatakan sikap pesimisnya kepada kepolisian sebab pada 1999 Mabes Polri telah menghentikan kasus tersebut (SP3) dengan alasan kurangnya alat bukti.

"Tolong jangan langsung diberikan ke pihak kepolisian. Nyatanya kasus ini sudah di-SP3 pihak kepolisian," kata Soleh menjawab Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni.

“Ida baru dikembalikan ke orang tuanya setelah cacat. Setelah tidak berguna, baru dikembalikan. Satu rupiah pun tidak dapat santunan,” kata Soleh. Ia mengatakan para korban tidak diberi akses untuk bertemu keluarga selama bertahun-tahun. “Anak-anak ini diambil sejak kecil. Ini kejahatan HAM berat.”

Sementara itu, Komnas HAM dalam audiensi di DPR menyebut ada indikasi kuat eksploitasi ekonomi dan pelanggaran hak anak dalam pola kerja OCI. Namun Surawan menyebut, untuk saat ini, pimpinan menyarankan agar para pihak terlebih dulu menyelesaikan perkara secara kekeluargaan. “Sudah ada rekomendasi dari Komnas HAM, pimpinan menyarankan para pihak bertemu kembali dan selesaikan secara kekeluargaan,” kata dia.

Dalam audiensi tersebut, Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) memberi waktu tujuh hari kepada manajemen OCI dan para mantan pemain sirkus untuk menyelesaikan perkara dugaan eksploitasi secara kekeluargaan.
Jika tidak tercapai kesepakatan dalam waktu tersebut, DPR meminta kasus tersebut dilanjutkan ke proses hukum.

Wakil Ketua Komisi Hukum DPRAhmad Sahroni menyatakan, tenggat tersebut berlaku sejak audiensi antara pelapor, manajemen OCI, dan sejumlah lembaga negara di Gedung DPR RI, Senin, 21 April 2025.

“Saya minta waktu ke mereka tujuh hari. Kalau tidak selesai, maka silakan melalui proses penegakan hukum yang akan kami awasi,” kata Sahroni kepada awak media saat ditemui usai rapat dengar pendapat dengan pihak OCI, eks pemain, dan Dirkrimum Polda Jawa Barat.

Kasus dugaan eksploitasi terhadap anak-anak mantan pemain Oriental Circus Indonesia mengemuka sejak laporan sejumlah korban ke Komnas Perempuan dan Komnas HAM awal tahun ini. Mereka mengaku kehilangan identitas sipil seperti akta lahir, KTP, dan ijazah selama mengikuti sirkus keliling saat masih anak-anak. Selain itu, para pelapor menyebut mengalami kekerasan fisik dan tekanan mental dalam sistem pelatihan sirkus yang disebut tidak manusiawi.

Intan Setiawanty

Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2023. Alumni Program Studi Sastra Prancis Universitas Indonesia ini menulis berita hiburan, khususnya musik dan selebritas, pendidikan, dan hukum kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus