Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Anak Dijual, Lalu Mati ?

Nunung, 25, meminjam uang rp 2.000 kepada seorang yang ingin punya anak. yanti, 4, anak nunung, diangkat anak oleh orang yang meminjamkan uang. yanti meninggal disiksa ibu angkatnya.

14 Agustus 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI suatu cerita dari film Hawaii Five-O di TVRI: Ada satu yayasan yang berkedok menampung anak-anak angkat. Tapi syaratnya: bagi yang berminat mengangkat anak harus membayar dalam jumlah besar. Anak-anak yang masih ingusan diambil oleh para penjahat. Waktu yang dipilih tentu saja harus tepat yaitu misalnya ketika orangtua anak-anak itu sedang berbelanja. Tapi meskipun orangtua ada di rumah, sang penjahat yang tidak cuma seorang diri masih juga berhasil melakukan operasinya. Satu orang memancing tuan rumah supaya menemui tamunya di ruang tamu dan sementara itu penjahat yang lain lewat pintu belakang mengangkut sang bayi. Hasil kejahatannya, berupa anak, dibawa kabur dengan mobil yang dilarikan kencang. Tapi berkat kegesitan anggota-anggota Hawaii Five-O, sang penjahat bisa diringkus. Mereka tertangkap basah ketika nyaris naik pesawat terbang untuk menuju ke kota lain. Barang bukti yang ditemukan berupa tas besar. Isinya bayi. Tapi rupanya cerita tentang dagang anak ini juga terjadi di Jakarta belum lama ini. Dengan tema cerita yang lain. Nunung, 25 tahun seorang janda dengan dua orang anak hidup dalam kemelaratan. Walaupun ia telah kawin lagi, suaminya ini menganggur pula . . . Yang ditanggungnya anak umur 5 tahun, Nurliah, dan adiknya Yanti, 4 tahun. Tapi karna keadaan ekonominya payah, sudah agak lama anak-anak ini dititipkan kepada orangtuanya di Kelurahan Johar Baru, Jakarta Pusat. Sekitar 5 bulan yang lalu Nunung terpaksa meminjam uang Rp 2 ribu kepada tetangganya, N, yang biasa dipanggil An. Jaminannya adalah kandungan Nunung yang hampir berbuah. An setuju saja. Sebab memang ia merindukan anak walaupun sudah 4 tahun menjadi isteri kesekian dari seorang pria, begitu kata Basri, ayah Nunung. Guyuran Air Rupanya An kurang sabar menunggu datangnya bayi dari perut Nunung. Maka ia menyuruh pembantunya mendatangi kakek-nenek Yanti. Mereka bertetangga dalam satu RW. Basri dan isterinya Masnah sudah berusaha mempertahankan agar cucunya tetap tinggal bersama mereka. Tapi apa daya, mereka tak kuasa melunasi hutang Nunung yang menurut perhitungan An sudah menggembung menjadi Rp 30 ribu. Dan aneh juga. Walaupun mereka sayang cucu, mereka begitu saja mau melepas Yanti tanpa harus pula memeriksa lebih dulu kebenaran hubungan bisnis Nunung dan An. Pihak An lebih senang menguasai Yanti yang sudah berujud daripada masih harus menunggu bayi Nunung. Nah, sejak bulan April itu Yanti sudah berada di rumah An yang hanya ditemani pembantunya. Sekitar satu minggu tinggal di rumah An, Yanti diajak pembantu An menengok kakek-neneknya. Suami isteri tersebut senang melihat cucunya segar bugar. Kepergian Yanti plus pembantu An ini tanpa diketahui An. Setelah An tahu bahwa Yanti diajak menjenguk kakeknya, ia marah-marah. Selang beberapa hari sering terdengar teriakan dan tangisan Yanti. Hal ini didengar tetangga kiri kanan yang kemudian melaporkannya kepada Basri. Suatu dinihari sekitar jam 2 setelah sembahyang, Masnah. punya perasaan tidak enak. Pagi harinya ia ingin melihat keadaan Yanti. Tapi sial. Ia tidak disambut baik-baik oleh An. Yang diterimanya adalah guyuran air dari ember yang membasahi lantai. Sempat nenek ini melihat cucunya berbalut kain putih di kepalanya. Pendekatan langsung antara keluarga Basri dengan An tidak berhasil. Dicoba lewat salah seorang famili An yang menjadi polisi. Ada waktu beberapa hari bagi anggota kepolisian yang rumahnya di Kebon Kosong ini untuk bertindak. Tapi sayang ia terlambat. Sedangkan niatnya cukup baik. Ia akan membereskan kesulitan ini bahkan bersedia melunasi pinjaman Nunung kepada An berapa saja jumlahnya. Tapi kabar dari An yang terakhir, 28 Juli, adalah pemberitahuan bahwa Yanti telah meninggal dunia. Dan ada satu permintaan agar Yanti segera dikebumikan saja. Tapi mayat Yanti sangat mencurigakan. Seorang bibi Yanti merasakan sesuatu yang lunak di bagian belakang kepala jenazah . Dagunya sobek, leher biru dan dahinya benjol. Hal ini segera dilaporkan kepada polisi dan jenazah Yanti dikirim ke Rumah Sakit Dr. Tjipto Mangunkusumo untuk dibuatkan visum et repertum. Dan An, 30 tahun, ditangkap polisi. Menurut pemeriksaan sementara An mengaku tidak bersuami dan luka-luka di tubuh Yanti katanya karena anak itu pernah jatuh. "Kalau ada gambar Yanti di sini, saya tidak bisa tidur", kata Basri mengenang cucunya yang selama hidup 4 tahun belum pernah dipotret. "Untung saya banyak istighfar. Kalau tidak, saya bisa gila", katanya lagi. Keluarga ini hidup susah. Tinggalnya di gang sempit. Basri dulu bekerja sebagai buruh bangunan dan kini istirahat. Isterinya masih aktif bekerja, sebagai pembantu rumah tangga. Mereka sama sekali tidak mengetahui bahwa Nunung punya pinjaman kepada An dengan jaminan bayi yang masih dalam kandungan. Tapi, benarkah telah terjadi peng"ijon"an anak ini? Nunung sendiri menyatakan keheranannya tentang kabar bahwa ia menggadaikan anaknya. Ia juga tak mengerti mengapa pinjamannya yang hanya Rp 2 ribu dikatakan jadi Rp 30 ribu. Menurut Nunung, ia tak bisa menerima tindakan An terhadap Yanti. Maka ia berniat menuntut An walau belum tahu bagaimana caranya. Sama sekali tidak benar ia berniat menggadaikan anaknya. Ayah mertua Nunung, Elim bin Owet, menyatakan tidak bisa menerima bila cucunya, yang lahir 31 Mei yang lalu, dijadikan semacam jaminan. Bagaimanapun juga sang cucu adalah tanggung jawabnya setelah anaknya, Mas Ji, menikah dengan Nunung 5 bulan yang lalu. Terhadap tindakan Nunung setelah menjadi menantunya, Elim lah yang menanggung. Tapi periode sebelum itu Elim tak mau tahu. Tampaknya memang ada garis pemisah antara Basri dengan keluarganya dan keluarga Elim sehingga muncul berita tentang penggadaian kandungan Nunung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus