INI suatu cerita dari film Hawaii Five-O di TVRI: Ada satu
yayasan yang berkedok menampung anak-anak angkat. Tapi
syaratnya: bagi yang berminat mengangkat anak harus membayar
dalam jumlah besar. Anak-anak yang masih ingusan diambil oleh
para penjahat. Waktu yang dipilih tentu saja harus tepat yaitu
misalnya ketika orangtua anak-anak itu sedang berbelanja. Tapi
meskipun orangtua ada di rumah, sang penjahat yang tidak cuma
seorang diri masih juga berhasil melakukan operasinya. Satu
orang memancing tuan rumah supaya menemui tamunya di ruang tamu
dan sementara itu penjahat yang lain lewat pintu belakang
mengangkut sang bayi. Hasil kejahatannya, berupa anak, dibawa
kabur dengan mobil yang dilarikan kencang. Tapi berkat kegesitan
anggota-anggota Hawaii Five-O, sang penjahat bisa diringkus.
Mereka tertangkap basah ketika nyaris naik pesawat terbang untuk
menuju ke kota lain. Barang bukti yang ditemukan berupa tas
besar. Isinya bayi.
Tapi rupanya cerita tentang dagang anak ini juga terjadi di
Jakarta belum lama ini. Dengan tema cerita yang lain. Nunung,
25 tahun seorang janda dengan dua orang anak hidup dalam
kemelaratan. Walaupun ia telah kawin lagi, suaminya ini
menganggur pula . . . Yang ditanggungnya anak umur 5 tahun,
Nurliah, dan adiknya Yanti, 4 tahun. Tapi karna keadaan
ekonominya payah, sudah agak lama anak-anak ini dititipkan
kepada orangtuanya di Kelurahan Johar Baru, Jakarta Pusat.
Sekitar 5 bulan yang lalu Nunung terpaksa meminjam uang Rp 2
ribu kepada tetangganya, N, yang biasa dipanggil An. Jaminannya
adalah kandungan Nunung yang hampir berbuah. An setuju saja.
Sebab memang ia merindukan anak walaupun sudah 4 tahun menjadi
isteri kesekian dari seorang pria, begitu kata Basri, ayah
Nunung.
Guyuran Air
Rupanya An kurang sabar menunggu datangnya bayi dari perut
Nunung. Maka ia menyuruh pembantunya mendatangi kakek-nenek
Yanti. Mereka bertetangga dalam satu RW. Basri dan isterinya
Masnah sudah berusaha mempertahankan agar cucunya tetap tinggal
bersama mereka. Tapi apa daya, mereka tak kuasa melunasi hutang
Nunung yang menurut perhitungan An sudah menggembung menjadi Rp
30 ribu. Dan aneh juga. Walaupun mereka sayang cucu, mereka
begitu saja mau melepas Yanti tanpa harus pula memeriksa lebih
dulu kebenaran hubungan bisnis Nunung dan An. Pihak An lebih
senang menguasai Yanti yang sudah berujud daripada masih harus
menunggu bayi Nunung. Nah, sejak bulan April itu Yanti sudah
berada di rumah An yang hanya ditemani pembantunya.
Sekitar satu minggu tinggal di rumah An, Yanti diajak pembantu
An menengok kakek-neneknya. Suami isteri tersebut senang melihat
cucunya segar bugar. Kepergian Yanti plus pembantu An ini tanpa
diketahui An. Setelah An tahu bahwa Yanti diajak menjenguk
kakeknya, ia marah-marah. Selang beberapa hari sering terdengar
teriakan dan tangisan Yanti. Hal ini didengar tetangga kiri
kanan yang kemudian melaporkannya kepada Basri. Suatu dinihari
sekitar jam 2 setelah sembahyang, Masnah. punya perasaan tidak
enak. Pagi harinya ia ingin melihat keadaan Yanti. Tapi sial. Ia
tidak disambut baik-baik oleh An. Yang diterimanya adalah
guyuran air dari ember yang membasahi lantai. Sempat nenek ini
melihat cucunya berbalut kain putih di kepalanya.
Pendekatan langsung antara keluarga Basri dengan An tidak
berhasil. Dicoba lewat salah seorang famili An yang menjadi
polisi. Ada waktu beberapa hari bagi anggota kepolisian yang
rumahnya di Kebon Kosong ini untuk bertindak. Tapi sayang ia
terlambat. Sedangkan niatnya cukup baik. Ia akan membereskan
kesulitan ini bahkan bersedia melunasi pinjaman Nunung kepada An
berapa saja jumlahnya. Tapi kabar dari An yang terakhir, 28
Juli, adalah pemberitahuan bahwa Yanti telah meninggal dunia.
Dan ada satu permintaan agar Yanti segera dikebumikan saja. Tapi
mayat Yanti sangat mencurigakan. Seorang bibi Yanti merasakan
sesuatu yang lunak di bagian belakang kepala jenazah . Dagunya
sobek, leher biru dan dahinya benjol. Hal ini segera dilaporkan
kepada polisi dan jenazah Yanti dikirim ke Rumah Sakit Dr.
Tjipto Mangunkusumo untuk dibuatkan visum et repertum. Dan An,
30 tahun, ditangkap polisi. Menurut pemeriksaan sementara An
mengaku tidak bersuami dan luka-luka di tubuh Yanti katanya
karena anak itu pernah jatuh.
"Kalau ada gambar Yanti di sini, saya tidak bisa tidur", kata
Basri mengenang cucunya yang selama hidup 4 tahun belum pernah
dipotret. "Untung saya banyak istighfar. Kalau tidak, saya bisa
gila", katanya lagi. Keluarga ini hidup susah. Tinggalnya di
gang sempit. Basri dulu bekerja sebagai buruh bangunan dan kini
istirahat. Isterinya masih aktif bekerja, sebagai pembantu rumah
tangga. Mereka sama sekali tidak mengetahui bahwa Nunung punya
pinjaman kepada An dengan jaminan bayi yang masih dalam
kandungan.
Tapi, benarkah telah terjadi peng"ijon"an anak ini? Nunung
sendiri menyatakan keheranannya tentang kabar bahwa ia
menggadaikan anaknya. Ia juga tak mengerti mengapa pinjamannya
yang hanya Rp 2 ribu dikatakan jadi Rp 30 ribu. Menurut Nunung,
ia tak bisa menerima tindakan An terhadap Yanti. Maka ia berniat
menuntut An walau belum tahu bagaimana caranya. Sama sekali
tidak benar ia berniat menggadaikan anaknya. Ayah mertua Nunung,
Elim bin Owet, menyatakan tidak bisa menerima bila cucunya, yang
lahir 31 Mei yang lalu, dijadikan semacam jaminan. Bagaimanapun
juga sang cucu adalah tanggung jawabnya setelah anaknya, Mas Ji,
menikah dengan Nunung 5 bulan yang lalu. Terhadap tindakan
Nunung setelah menjadi menantunya, Elim lah yang menanggung.
Tapi periode sebelum itu Elim tak mau tahu. Tampaknya memang ada
garis pemisah antara Basri dengan keluarganya dan keluarga Elim
sehingga muncul berita tentang penggadaian kandungan Nunung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini