Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Antara uang dan perdamaian

Lbh medan atas nama yayasan lembaga konsumen indonesia (ylki) membatalkan gugatan terhadap pln. listrik sering padam sehingga merugikan pelanggan. diduga lbh menerima "suap" dari pln.

20 Agustus 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GUGATAN LBH Medan, atas nama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Medan, terhadap PLN gara-gara listrik di kota itu sering mati yang semula berkibar-kibar berakhir dengan antiklimaks. Kedua pihak, Kamis pekan lalu, berangkulan di persidangan begitu akta perdamaian yang mereka sepakati dikukuhkan hakim. Tapi ada sesuatu yang tak sedap di balik perdamaian itu. Diam-diam, kabarnya, LBH menerima sejumlah uang dari pihak PLN. Berita tak enak itu, selain mengecewakan penduduk Kota Medan, yang sampai kini masih terkena listrik hidup-mati, juga sangat mengagetkan. Sebab, selama ini semua LBH yang bernaung di bawah Yayasan LBHI -- dirikan Adnan Buyung Nasution -- dikenal tidak memungut sumbangan apa pun dari kliennya, apalagi dari pihak lawan. Gugatan itu bermula dari keluhan menahun penduduk Medan tentang listrik di kota itu yang tak pernah beres sering mati. Berjibun keluhan disampaikan masyarakat ke YLKI. Berdasarkan keluhan itu, YLKI menggugat PLN melalui LBH Medan. Ternyata, belum sempat kedua pihak "bertarung" di meja hijau, pada 19 Juli lalu mereka sudah sepakat untuk berdamai. Perdamaian itulah yang pekan lalu dikukuhkan Hakim Ida Bagus Ngurah Adnyana di Pengadilan Negeri Medan. Dalam akta perdamaian itu, pihak LBH sepakat mencabut perkara. Sebaliknya, PLN berjanji akan memperbaiki perlistrikan di Medan. Dengan beroperasinya PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas) baru buatan Jerman yang berkapasitas 117 megawatt di Belawan, PLN menjanjikan 6 bulan mendatang listrik di Medan akan terang benderang siang malam. Hanya saja, pada akta perdamaian itu tak dicantumkan sanksi bila PLN ingkar janji. Seperti kata Ida Bagus, akta perdamaian itu hanya punya kekuatan moral. Sebab itu bekas Direktur LBH Medan Kamaluddin Lubis -- sejak April lalu digantikan Hasanuddin -- kecewa atas sikap LBH. "Perdamaian itu impoten," kata Kamaluddin. Padahal, Kamaluddin, yang ikut mematangkan gugatan itu dulunya, menganggap gugatan tersebut sebagai uji coba terhadap bantuan hukum struktural. Sebab, baru kali ini LBH mencoba menggugat suatu instansi dengan dasar kepentingan masyarakat, tanpa surat kuasa dari konsumen yang dirugikan. "Tapi terobosan itu keburu padam dengan perdamaian itu," kata Kamaluddin. Sebaliknya, Direktur LBH Hasanuddin berkilah, LBH menang secara moral. Sebab, inisiatif perdamaian itu datang dari PLN. "Jika tak bersalah, masa PLN mau berdamai," kata Hasanuddin. Apalagi dengan pemasangan PLTG baru itu, ia melihat PLN beritikad baik dan cukup serius melayani konsumen. Hanya saja, ada cerita tak sedap setelah perdamaian itu terjadi. LBH, kabarnya, diam-diam menerima duit dari PLN. Uang sebanyak Rp 750 ribu, konon, diberikan PLN untuk dana bagi wartawan yang memberitakan akta perdamaian itu. Pihak LBH, kabarnya, memang membagi-bagikan uang itu masing-masing Rp 30 ribu kepada tujuh orang wartawan yang mengonfirmasikan berita itu ke LBH. Sisanya dibagi-bagikan kepada setiap anggota LBH yang ikut menangani kasus itu, masing-masing Rp 50 ribu. Berita tak sedap itu meledak ketika Wakil Direktur LBH Medan Yasmine menolak bagiannya. Soalnya, ia merasa rikuh menerima duit yang tak jelas juntrungannya itu. Suasana semakin panas setelah penasihat tim pembela LBH Medan, Raharja Sinulingga, melaporkan kasus ini Selasa pekan lalu, ke Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) di Jakarta. Raharja menganggap perdamaian itu merusakkan citra LBH. "Kok, mau damai, padahal lampu PLN kumat lagi. Itu berarti LBH tak lagi berpihak pada konsumen, yang mesti dibelanya," katanya. Dihubungi di kantornya yang diterangi lilin, karena lampu PLN gelap lagi pada 12 Agustus di sebagian kawasan Medan, Hasanuddin menyangkal tuduhan itu. Tapi esoknya, Humas LBH Alamsyah Hamdani mengaku meminta duit itu dari ketua YLKI, bukan dari PLN. Ternyata Ketua YLKI Syahrun Isa membantah pihaknya terlibat soal uang itu. Tapi ia mengaku tahu persis uang itu berasal dari PLN. Anehnya, PLN memilih bungkam. Direktur YLBHI Luhut Pangaribuan, belum bisa mastikan kebenaran tuduhan itu. Tapi, katanya, LBH memang harus hati-hati betul menerima uang, apalagi dari lawan klien mereka. "Soalnya, kepentingan kita dan mereka 'kan berbenturan," kata Luhut kepada TEMPO. Di Jakarta, katanya, YLBHI pernah menindak anggotanya yang terlibat kasus sejenis. Bersihar Lubis, Irwan E. Siregar, dan Sarluhut Napitupulu (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus