Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Auditor BPKP Jelaskan Proses Penghitungan Kerugian Negara dalam Korupsi Timah

Auditor BPKP dalam sidang korupsi timah menjelaskan tiga titik krisis dalam penghitungan kerugian negara.

13 November 2024 | 16.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Istri Harvey Moeis, Sandra Dewi dan Helena Lim (kiri), memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang lanjutan untuk tiga terdakwa perpanjangan tangan PT. Refined Bangka Tin, Harvey Moeis, Dirut PT RBT, Suparta dan Direktur Pengembangan Usaha PT. RBT, Reza Andriansyah, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis, 10 Oktober 2024. Sidang ini dengan agenda pemeriksaan keterangan 12 orang saksi, dua diantaranya istri Harvey Moeis, Sandra Dewi dan terdakwa Crazy Rich Pantai Indah Kapuk, Helena Lim, dihadirkan oleh oleh Jaksa Penuntut Umum Kejakgung RI untuk ketiga terdakwa dalam tindak pidana korupsi serta tindak pidana pencucian uang terkait pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT. Timah Tbk. tahun 2015 - 2022. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Saksi Ahli auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Suhaidi mengungkap adanya tiga titik krisis dalam penghitungan kerugian negara pada kasus korupsi timah yang menyeret Helena Lim, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku mantan Direktur Utama PT Timah Tbk 2016-2021, Emil Ermindra selaku mantan Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020, dan MB Gunawan selaku Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suhaidi menjelaskan tiga titik krisis yang dimaksud, yakni penerbitan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya), RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan), serta surat penawaran kerja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Saat melakukan audit, kami harus tahu proses bisnisnya. Supaya kami tahu titik krisisnya," kata Suhaidi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Rabu, 13 November 2024.

Dia berujar penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah dan RKAB yang bermasalah ini menjadi awal titik kritis.

BPKP, kata dia, juga melihat penghitungan dari sisi reklamasi, ekplorasi, dan produksi PT Timah. Hasilnya, PT Timah tidak melakukan penambangan sendiri. Mereka melakukan kerja sama operasional maupun sewa smelter swasta, yang dalam kegiatan tersebut tidak dilakukan reklamasi.

Menurut Suhaidi, tim auditor BPKP pada awal penyidikan melakukan kunjungan lapangan ke empat lokasi smelter, yakni ke PT Sariwiguna Sarisentosa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Refined Bangka Tin (RBT). Saat itu dari PT Timah melakukan klarifikasi bersama Kepala Divisi Akuntansi PT Timah atas laporan audit kerugian negara.

Meski Kejaksaan Agung (Kejagung) RI meminta BPKP melakukan audit kerugian keuangan negara, Suhaidi mengaku pihaknya meminta beberapa bukti tambahan berupa dokumen dan difasilitasi melakukan klarifikasi ke beberapa pihak.

Dalam perkara ini, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, menyebut kerugian negara mencapai Rp 300 triliun. Kerugian terdiri atas, kerja sama PT Timah Tbk dengan smelter swasta sebesar Rp 2,285 triliun. Kerugian atas pembayaran bijih timah kepada mitra PT Timah Tbk sebesar Rp 26,649 triliun, dan kerugian lingkungan sebesar Rp 271,1 triliun.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus