Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bareskrim Polri menyita 511.648 bungkus rokok ilegal dari pelbagai merek yang tersimpan di pergudangan Jalan Raya Jakarta KM 5 Kampung Parung Wotgalih, Kota Serang, Banten. Produk ilegal ini dijual ke masyarakat seakan-akan memiliki pita cukai resmi padahal palsu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Helfi Assegaf mengatakan produsen rokok ilegal itu terdeteksi saat menjajakan produk ke toko-toko kecil menggunakan mobil box. Mereka beroperasi dari pagi hingga sore hari di kawasan Banten pada Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kasus ini baru satu tersangka berinisial BEJ dari CV CTA yang ditetapkan sebagai tersangka. Helfi belum bisa memastikan ada atau tidaknya penambahan tersangka lain dalam kasus ini. Adapun seluruh barang bukti yang disita itu tersimpan di gudang yang ada di Kampung Parung Wotgalih.
Helfi menjelaskan modus tersangka rokok ilegal itu dengan menyematkan pita cukai atau tanda pelunasan cukai yang tidak sesuai regulasinya. Pita cukai yang seharusnya untuk rokok jenis sigaret kretek tangan isi 10 batang ditempelkan pada sigaret kretek mesin isi 20.
"Nilai barang yang kami sita sekitar Rp 13 miliar lebih. Kerugian negara akibat kehadiran rokok ilegal ini mencapai Rp 26,280 miliar," ujar Helfi saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa, 4 Februari 2025.
Menurut Helfi rokok ilegal datang dari dalam dan luar negeri dengan berbagai macam jalur masuk. Dia mengklaim kepolisian bersama kementerian terkait sudah mengamankan seluruh pelabuhan dan lokasi-lokasi yang diduga menjadi pintu masuk produk itu.
Helfi menemukan pula kalau produk rokok ilegal sudah mulai berkurang terdistribusi di toko-toko kecil yang ada di Indonesia. Kondisi ini dia anggap sebagai fenomena penurunan pasokan rokok ilegal ke setiap daerah di tanah air.
Adapun tersangka BEJ dalam kasus ini, kata Helfi, dijerat dengan Pasal 7 Ayat 5 dan Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang tentang Cukai, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.