Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bau Narkotik 'outlander Maut'

Saling klaim tentang pemakaian narkotik memanaskan sidang kasus tabrakan maut Pondok Indah. Upaya membebaskan terdakwa.

8 Juni 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua gambar hasil rekaman kamera pengintai itu mencuri perhatian pengunjung sidang kasus kecelakaan maut Arteri Pondok Indah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis pekan lalu. Pada gambar pertama, terdakwa Christopher Daniel Sjarif, 22 tahun, tampak seperti memasukkan sesuatu ke mulutnya. Pada gambar berikutnya, saksi Muhamad Ali Husni Riza, 22 tahun, juga seperti melakukan hal serupa.

Pengacara Christopher, L.M. Samosir, menyorongkan gambar itu untuk membuktikan bahwa kliennya memakai narkotik sebelum mobil Mitsubishi Outlander yang dia kemudikan menabrak empat orang hingga tewas. Narkotik jenis lysergic acid diethylamide (LSD) berbentuk kertas itu, menurut Samosir, juga dikonsumsi saksi Ali. "Benar ini gambar kamu dan Christopher?" tanya Samosir. Ali pun mengiyakan.

Siang hari sebelum kecelakaan, sekitar pukul 14.00, Selasa, 20 Januari lalu, Christopher mengunjungi Ali di Apartemen Istana Sahid. Dari apartemen, keduanya beranjak ke Mal Pacific Place untuk menonton film berjudul Predestination. Nah, Samosir menuding Ali memberikan LSD kepada Christopher sebelum masuk bioskop. "Agar nonton filmnya jadi dahsyat," kata Samosir mengulang pengakuan Christopher.

Di depan hakim, Ali menyangkal memberikan LSD kepada Christopher. Dia pun membantah mengkonsumsi zat yang menimbulkan efek halusinasi itu. Adapun yang terekam CCTV, menurut Ali, adalah momen ketika dia menunjukkan kawat gigi kepada Christopher. "Nih, kawat giginya," kata Ali menirukan adegan itu sembari mendongak.

Perdebatan tentang pemakaian narkotik bukan terjadi kali ini saja. Sehari setelah kecelakaan, juru bicara Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar Martinus Sitompul, menyatakan Christopher positif memakai LSD. Namun, satu pekan kemudian, Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan menyatakan sebaliknya: Christopher negatif. Rujukan Polres Jakarta Selatan kala itu adalah hasil pemeriksaan Badan Narkotika Nasional atas sampel urine dan darah Christopher.

Menurut Samosir, sejak awal Christopher memang mengaku mengemudi di bawah pengaruh LSD. Karena itu, ia berharap bukti rekaman CCTV tersebut bisa membebaskan kliennya dari jerat hukum. "Dia hanya korban," kata Samosir.

Status positif narkotik sebenarnya punya implikasi hukum serius bagi terdakwa tabrakan maut. Menurut Pasal 311 ayat 5 Undang-Undang Lalu Lintas, orang yang sengaja mengemudi dengan cara yang membahayakan nyawa orang lain diancam hukuman maksimal 12 tahun penjara. Bila digabungkan dengan pasal pidana lain, hukumannya bisa lebih tinggi.

Pasal ini pernah dipakai jaksa untuk menjerat Afriani Susanti, pengemudi Daihatsu Xenia yang menabrak sembilan orang hingga tewas di dekat Tugu Tani, Menteng, Jakarta, pada awal 2012. Kala itu, hakim memvonis Afriani Susanti 15 tahun penjara. Pengemudi "Xenia maut" itu bahkan sempat didakwa melakukan pembunuhan dan dituntut 20 tahun penjara, meski akhirnya tak terbukti.

Sebaliknya, dengan status bebas narkotik, seorang tersangka bisa lolos dari hukuman lebih berat. Di persidangan, jaksa kemungkinan besar hanya mendakwa dia "lalai"-bukan "sengaja"-mengemudi dengan cara yang membahayakan nyawa orang lain. Menurut Pasal 310 ayat 4 Undang-Undang Lalu Lintas, pengemudi lalai yang menabrak orang hingga tewas terancam hukuman 6 tahun penjara.

Dalam kasus "Outlander maut", jaksa memang menjerat Christopher dengan gabungan Pasal 311 dan 310 Undang-Undang Lalu Lintas. Namun belum jelas jaksa akan menuntut dia berapa tahun. Dalam sidang pada 5 Mei lalu, mejelis hakim yang dipimpin Made Sutisna malah mengubah status penahanan Christopher menjadi tahanan kota hingga akhir Juli 2015. "Telah terjadi perdamaian antara terdakwa dan korban," kata Made.

Perwakilan keluarga korban Wisnu Anggoro, Bambang, mengatakan orang tua Christopher memang kerap menghubungi mereka. "Termasuk meminta maaf," kata Bambang. Meski telah memaafkan terdakwa, menurut Bambang, keluarga berharap proses hukum tetap berjalan dengan adil. "Kami berharap pelaku mendapat hukuman setimpal," ujar Bambang.

Yuliawati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus