Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bermain Kayu di Onderneming

Bekas Direktur Perusahaan Perkebunan Nusantara XII jadi tersangka manipulasi—mulai dari proyek penebangan sampai penyediaan mobil dinas. Siapa menyusul?

5 April 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI salah satu ruang di kantor PT Perkebunan Nusantara XII, di wilayah Malang, Jawa Timur, tampak lima karyawan menekuni tulisan dan data yang terdapat di kertas-kertas serta guntingan koran yang mereka baca. Isinya berkaitan dengan cerita tentang korupsi di perusahaan tersebut. Itulah bahan gunjingan terhangat di perkebunan milik negara itu.

Memang, sejak Senin dua pekan lalu, pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menetapkan bekas Direktur Utama PTPN XII, I Wayan Tantra, sebagai tersangka korupsi. Wayan dituduh memanipulasi penebangan kayu sengon, penjualan dongkelan kayu karet, pemotongan 50 persen dana tunjangan hari raya 2002, dan penggelembungan biaya pengadaan 40 mobil dinas merek Daihatsu Rocky dan Nissan Terrano.

Terbongkarnya manipulasi di perkebunan itu berawal dari unjuk rasa karyawan pada Desember 2002. Para pekerja menuntut administrator kebun Tretes—salah satu kebun milik PTPN XII—mengusut Kepala Tata Usaha Kebun Tretes, Pitono, yang dituding "memutarkan" uang santunan hari tua, cuti tahunan, dan biaya perjalanan dinas karyawan untuk kepentingan pribadi. Uang itu tak diserahkan ke karyawan setiap bulan sesuai dengan peraturan, melainkan setiap tiga bulan.

Aksi karyawan itu ditanggapi oleh jajaran Direksi PTPN XII dengan me- meriksa Pitono. Tapi hasilnya tak memuaskan karyawan, dan mereka berniat melaporkannya ke polisi. Namun administrator kebun Tretes melarang, dan sebagai gantinya, jajaran direksi menurunkan tim penyelidik, Tim Pelaksana Evaluasi.

Hasil penyelidikan tim evaluasi itu malah berkembang. Tak hanya mengungkap dugaan penyelewengan Pitono, mereka malah menemukan manipulasi yang melibatkan jajaran yang lebih tinggi.

Tim ini menemukan kesalahan prosedur penebangan kayu karet di kebun Tretes, Ngawi, serta soal penggelembungan dana pengadaan mobil dinas. Diperkirakan, Rp 1,3 miliar uang negara hilang tak tentu rimbanya. Yang dituding sebagai pelakunya adalah pejabat di Kantor Direksi PTPN XII di Surabaya.

Tim evaluasi ini kemudian melaporkan temuannya ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Dari penyidikan terhadap dua administrator kebun dan tiga kepala bagian perusahaan, kejaksaan menemukan nama yang bertanggung jawab, yakni bekas direktur utama, I Wayan Tantra.

"Yang sudah ketahuan, dia (Wayan) menjual dongkelan kayu karet pada pertengahan 2003 dengan mengabaikan prosedur yang berlaku," kata juru bicara Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Mulyono, kepada TEMPO pekan lalu.

Kejaksaan juga tengah memelototi dugaan penyelewengan lain dengan pelaku yang sama, yakni penggelembungan dana bagi penanaman 10 juta pohon sengon. Di proyek alternatif pengganti produk utama PTPN seperti karet, kopi, kakao, dan teh yang sudah tidak produktif ini, ternyata hanya ditanam 7 juta pohon. Itu pun tinggal setengahnya yang hidup. "Proyek ini gagal karena direksi tidak melakukan studi kelayakan terlebih dahulu," kata Mulyono.

Beberapa pejabat onderneming—perusahaan—menduga ada pihak lain yang terlibat. "Bukan hanya Pak Wayan yang menerima," kata salah satu dari mereka. Benarkah? "Kami masih menyelidiki dan memanggil sejumlah saksi, termasuk tersangka utama Wayan Tantra," ujar Mulyono tentang kemungkinan pelaku yang lain.

Karena itu, keterangan Wayan—jika berkata benar—adalah kuncinya. Sayang, Kamis pekan lalu, Wayan, yang seharusnya diperiksa tim pidana khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Timur di Surabaya, hingga sore tak juga muncul. Tak ada alasan yang jelas. TEMPO, yang berusaha mengontak dua nomor telepon genggam Wayan, tak berhasil menghubunginya. Adapun pihak jaksa akan memanggil Wayan lagi.

Mengenai kasus yang menimpa instansinya, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Hukum PTPN XII, Nenden Mulyani, mengatakan pihaknya terus mengikuti penyidikan Kejaksaan Tinggi. "Kami memberikan data yang diperlukan kejaksaan agar semuanya menjadi jelas," kata Nenden.

Ahmad Taufik, Bibin Bintariadi (Probolinggo), dan Kukuh S. Wibowo (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus