SUASANA di Rumah Sakit Umum Ruteng, Manggarai, Nusa Tenggara Timur, terasa tak biasa. Beberapa polisi bersenjata laras panjang menjaga ketat tujuh orang yang terkapar di bangsal rumah sakit itu. Setiap pengunjung diperiksa superteliti. Beberapa pengunjung yang membawa makanan bahkan diminta mencicipinya di depan petugas. "Suasananya sangat tidak manusiawi," kata Saverius Andire, relawan yang giat membantu para korban, kepada TEMPO Rabu pekan lalu.
Dari 28 korban luka akibat aksi brutal penembakan massa di depan Markas Polres Manggarai sebulan silam, ketujuh orang itulah yang masih tersisa. Yang lain sudah keluar dari rumah sakit. Cuma, mereka tak pulang ke rumah, tetapi langsung dijebloskan ke bui karena polisi menjadikannya tersangka. Ketegangan tak hanya terasa di rumah sakit. Di jalanan Kota Ruteng di ujung barat Pulau Flores itu, warga memilih bungkam jika ditanya seputar kasus tersebut. Bisa dimaklumi: polisi masih mengejar tersangka lainnya.
Kisahnya berawal dari sebuah aksi massa di depan markas kepolisian Manggarai, Rabu 10 Maret. Aksi ini dipicu penangkapan tujuh penduduk yang dianggap merambah hutan di sentra kopi Colol, Kecamatan Poco Ronaka. Penangkapan ini buntut kebijakan Bupati Manggarai, Anthony Bagul Dagur, yang melakukan operasi penertiban di hutan konservasi. Operasi yang mengatasnamakan konservasi ini rupanya kebablasan. Kebun kopi rakyat yang terletak di pinggiran hutan Manggarai, termasuk di Colol, dibabat pemerintah. Alasannya, tanaman kopi itu terletak di atas tanah hutan negara.
Pembabatan yang dilakukan sejak 2003 itu telah melumat 1.000 hektare tanaman kopi berusia cukup tua. Padahal, sejak zaman Belanda, kawasan Colol dikenal sebagai surga kopi di Manggarai. Beberapa eksportir menyebut kopi Colol memberi getar rasa tersendiri di lidah, tak kalah dari kopi Ermera di Timor Leste. Kerusuhan berawal dari kunjungan rombongan Bupati Anthony Bagul Dagur ke sentra kopi Colol, 40 kilometer dari Ruteng.
Di sana rombongan ini memergoki tujuh orang sedang "merambah" hutan. Jagawana—polisi hutan—dan polisi pamong praja yang mengawal bupati langsung menangkap ketujuh orang tersebut, tiga pria dan empat perempuan, dan menyerahkannya ke polisi. Mendengar tujuh kawannya dipenjara, ratusan warga yang memendam amarah atas kebijakan penebangan kopi rakyat itu bergerak menuju Markas Kepolisian Resor Manggarai.
Aksi menuntut pembebasan tujuh orang itu sebenarnya dilakukan dengan damai. Dua orang negosiator juga telah disiapkan. "Mereka sudah siap bernegosiasi," ujar Marianus Nuhan dari JPIC-OFM, lembaga yang aktif memantau kasus ini. Belum sempat dua orang itu bernegosiasi, ratusan orang keburu lintang-pukang karena mendengar salakan senapan bertubi-tubi dari dalam markas polisi. Lima orang tewas seketika diterjang timah panas, seorang tewas dalam perjalanan ke rumah sakit, dan puluhan lainnya terluka.
Bekas Kepala Polres Manggarai, Ajun Komisaris Besar Bonafisius Tompoi, yang saat itu berada di dalam markas polisi, mengaku dialah yang memerintahkan anak buahnya menembak. Gara-gara perintahnya itu, Tompoi kini resmi dijadikan tersangka oleh Markas Besar Polri. Ia dianggap menyalahi prosedur karena tak melewati proses negosiasi dalam menghadapi massa. "Polisi tak siap saat kedatangan massa," ujar Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri, Irjen Supriyadi, kepada wartawan Kamis pekan lalu. Sampai saat itu, baru Tompoi yang dijadikan tersangka.
Di mata Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), kasus Ruteng tergolong pelanggaran hak asasi manusia berat. "Indikasi ke arah itu sangat kuat," ujar Ori Rahman dari Presidium Kontras. Karena itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) diminta segera turun tangan menyelidiki kasus penembakan brutal terhadap para petani kopi itu. Menanggapi ini, anggota Komnas HAM, Solahudin Wahid, mengatakan pihaknya sudah menyiapkan tim untuk menyelidiki sisa desing peluru di surga kopi itu. "Usai pemilu, tim ini akan berangkat ke sana," ujar Solahudin kepada TEMPO.
Juli Hantoro, Jems de Fortuna (NTT), Martha Warta, Tempo News Room
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini