Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bertindak dengan Beleid Usang

11 Januari 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Senjata penegak hukum yang dipakai melemparkan Sulfiana, Minah, atau Manisih adalah pasal-pasal pencurian dan penggelapan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Di sana pencurian diatur dalam lima pasal dan penggelapan enam pasal. Yang kerap dipakai menjerat pencurian dengan motif ekonomi pasal 362, sedangkan untuk penggelapan pasal 372 dan 374. ”Itu pasal-pasal usang,” ujar Koordinator Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Wah­yu Wagiman. Pasal-pasal itu memberikan ancaman penjara hingga lima tahun bagi pelanggarnya. Sulfiana, misalnya, didakwa melanggar pasal 372 dan 374, pasal peng­gelapan.

Sebelumnya, pasal tersebut yang merupakan warisan pemerintah kolonial Belanda memberikan ukuran nilai barang yang bisa diperkarakan minimal Rp 25. Belakangan, lewat Undang-Undang Nomor 16 Prp Tahun 1960, nilai barang diubah menjadi Rp 250. Menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kemal Sofyan, sepuluh tahun yang lalu nilai itu kembali direvisi menjadi sepuluh kali lipat atau Rp 2.500.

Dengan patokan itu, pencurian untuk barang bernilai di atas Rp 2.500 dikategorikan pencurian biasa, sedangkan di bawahnya masuk kategori pencurian ringan dengan ancaman hukuman tiga bulan penjara atau denda Rp 250. ”Terlepas dari nilai itu, KUHP sekarang tetap bisa menjerat pelaku pencurian sekecil apa pun,” kata Wahyu.

Berbeda dengan KUHP, Rancangan KUHP yang kini drafnya di Sekretariat Negara, menurut pakar hukum Indriyanto Seno Adji, sudah meniadakan hukuman yang jauh dari rasa keadilan itu. Dalam Rancangan Undang-Undang KUHP sudah diatur model penyelesaian restorative justice atau penyelesaian secara damai di luar pengadilan. Dalam rancangan ini diatur, nilai barang yang dicuri atau digelapkan diubah menjadi Rp 100 ribu. Artinya, di bawah itu dianggap pencurian atau penggelapan ringan. Model hukumannya bisa denda atau kerja sosial.

RUU itu juga mengatur hukuman penjara tidak dijatuhkan untuk beberapa hal. Di antaranya, usia terdakwa di bawah 18 tahun atau 70 tahun, terdakwa baru pertama melakukan tindak pidana, kerugian korban tidak besar, dan terdakwa telah mengganti kerugian.

Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Gayus Lumbuun, mengakui isi KUHP sekarang memang perlu pembaruan. Terlebih lagi, kata dia, untuk pidana pencurian dan penggelapan. ”Tahun ini DPR sudah merencanakan membahas RUU KUHP tersebut.”

Anton Aprianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus