Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font size=2 color=#FF0000>Korupsi</font><br />Oentarto Tak Ingin Sendiri

Pengadilan menghukum tiga tahun penjara bekas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Oentarto dalam kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran. Hakim menyatakan Hari Sabarno ikut bertanggung jawab.

11 Januari 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH membungkuk memberi hormat, Hengky Samuel Daud, 54 tahun, bergegas menuju meja hakim. Di depan hakim I Made Hendra Kusu­ma, ia berbicara perlahan. Kendati maksud Hengky yang disampaikannya itu ha­nya­ untuk hakim, lantaran ada mikrofon, ucapannya lamat-lamat terdengar­ pengunjung. ”Saya serahkan senjata organik dua kali ke Pak Hari,” katanya.­ Ha­ri yang dimaksud Hengky tak lain bekas­ Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno.

Namun ”informasi” Hengky ini justru memancing keheranan jaksa dan Made Hendra. ”Hubungannya apa dengan perkara ini?” tanya Made. Yang dilakukan Hengky itu dinilai tidak nyambung dengan pertanyaan majelis hakim perihal peranan Hari dalam kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran.

Hari itu, Kamis pekan lalu, Hengky memang diperiksa dalam kasus yang tidak saja menyeret sejumlah kepala daerah, tapi juga membuat bekas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri Oentarto Sindung Mawardi masuk penjara.

Senin pekan lalu, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mengganjar Oentarto hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Oentarto dinilai terbukti terlibat dalam korupsi peng­adaan mobil pemadam kebakaran. Dalam pertimbangannya, majelis hakim yang diketuai Tjokorda Rai Suamba menilai Hari Sa­barno juga harus ikut bertanggung jawab dalam perkara ini.

Peran Hari, kata Tjokorda, berkaitan dengan keluarnya surat perintah berupa radiogram pengadaan mobil itu. ”Radiogram itu atas nama Menteri Dalam Negeri,” ujar Tjokorda. Menurut Tjokorda, setelah mendapat persetujuan Hari Sabarno, Oentarto meneken surat itu dan me­ngirimkannya ke semua kepala daerah. ”Jadi, yang bertanggung jawab tidak hanya Oentarto, juga Hengky dan Hari Sabarno.”

Hengky, yang juga biasa dipanggil Daud, ditangkap pada 19 Juni tahun lalu setelah menjadi buron selama tiga tahun. Kamis pekan ini, jaksa akan membacakan tuntutan terhadap Direktur PT Istana Sarana Raya tersebut. Perusahaan inilah yang menyuplai mobil pemadam kebakaran yang sarat dengan markup.

Di depan sidang, Oentarto memang bernyanyi nyaring perihal peran Hari dan Hengky. ”Hari yang memerintahkan saya membuat radiogram itu,” kata Oentarto saat ditemui Tempo di penjara sehari setelah pembacaan vonis atas dirinya. Atas putusan hakim yang menyebut keterlibatan Hari Sabarno, Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan akan mempelajari dulu isi vonis tersebut. ”Kasus pemadam ini belum selesai,” ujar juru bicara KPK, Johan Budi.

Di persidangan Oentarto menyatakan Harilah yang mengenalkan dirinya dengan Hengky. Saat itu, awal September 2002, atasannya berpesan agar temannya tersebut dibantu. ”Saya kira dia staf khusus menteri,” kata Oentarto. Dua pekan kemudian, ujar Oentarto, Hengky meminta dibuatkan surat edaran pengadaan pemadam kebakaran.

Oentarto sempat tidak memenuhi permintaan Hengky. Inilah, menurut Oentarto, yang membuat Hengky naik pitam dan mencabut dua pistolnya. Oentarto yang ketakutan menemui Hari dan meminta petunjuk atas permintaan Hengky. Lewat ajudannya, ujar Oentarto, Hari memerin­tahkan permintaan Hengky dikabulkan.

Lalu keluarlah radiogram Departemen Dalam Negeri pada 13 Desember 2002. Isinya memerintahkan pengadaan branwir dengan spesifika­si tipe V80 ASM, kapasitas tangki air 4.000 liter, dan daya dorong 2.000 liter air per menit. Oentarto juga meminta pembebasan pajak impor mobil pema­dam itu ke Dirjen Bea-Cukai atas permintaan Hengky. Meski tidak menyebut PT Istana Sarana Raya—per­usahaan milik Hengky sebagai pe­nyedia, pemerintah daerah berbondong-bondong memesan pema­dam itu ke Hengky.

Sebanyak 22 pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten meneken kontrak pembelian dengan Hengky tanpa tender. Buntut dari ini, sejumlah kepala daerah berurusan dengan KPK. Pengadilan, antara lain, telah menghukum bekas Wali Kota Medan Abdillah lima tahun penjara, bekas Wali Kota Makassar Baso Amiruddin Maula lima tahun penjara, dan bekas Gubernur Riau Saleh Jasit empat tahun penjara karena dinilai terbukti korupsi dalam peng­adaan mobil tersebut. Proyek peng­adaan mobil itu dinilai merugikan negara sekitar Rp 76,2 miliar.

Hengky menampik bahwa dirinya terlibat kasus ini. ”Pembuatan radiogram itu ada di tataran direktur jenderal. Radiogram itu Bapak Oentarto saja yang kegenitan mau membuatnya,” ujarnya dalam sidang pada Kamis pekan lalu itu. Hengky mengaku bersa­habat dengan Oentarto sejak 1996, jauh sebelum mengenal Hari Sabarno.

Jika KPK mengikuti ”petunjuk” vonis hakim terhadap Oentarto, Hari Sabarno bisa jadi tak akan lolos dari kasus ini. Bekas Menteri Dalam Negeri itu hingga pekan lalu tak bersedia diwawancarai. Permintaan wawancara Tempo, baik lewat surat maupun SMS, tak dibalasnya. Hanya pada 26 Juni silam, lewat surat tulisan tangannya yang dikirim ke majalah ini, Hari menolak semua tudingan Oentarto. Ia juga membantah dekat dengan Hengky. ”Saya tidak melakukan tindak pidana,” katanya dalam surat tersebut.

Sutarto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus