Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Sumatera Utara Bobby Afif Nasution mengaku jika dia diundang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia mengatakan undangan itu untuk berkoordinasi dengan lembaga antirasuah dalam memberantas kasus korupsi di pemerintah daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Agendanya diundang sama KPK untuk koordinasi, kolaborasi, perkuatan antara KPK, pemerintah daerah dan DPRD," ucap Bobby Nasution di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Senin, 28 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dia mengatakan jika undangan dari KPK ini tidak hanya untuk dirinya. Bobby Nasution mengungkap pemanggilan tersebut juga ditujukan kepada sejumlah pemimpin daerah termasuk provinsi, kabupaten atau kota.
"Jadi tadi kami diundang ada 8 daerah termasuk provinsi dan 7 kabupaten kota dan seluruh provinsi. Di kami itu nanti akan diundang semua, karena ini jadwalnya kami, 8 daerah," kata dia.
Menantu dari mantan presiden Jokowi itu mengatakan terdapat pembahasan selain pencegahan korupsi di setiap daerah. KPK, kata Bobby, turut ingin mengetahui seperti apa penyusunan anggaran hingga optimalisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
"Ya yang dibahas, penegakan pencegahan anti korupsi koordinasi antara pemerintah daerah dan DPRD, penyusunan anggaran, optimalisasi pendapatan," ucap Bobby.
Sementara itu, dia tidak menjawab mengenai dirinya dipanggil KPK atas kasus konsesi tambang nikel di Halmahera Timur, Maluku Utara. Bobby membuang muka ketika pertanyaan mengenai "Blok Medan" dilontarkan kepada dia.
Berdasarkan pemantauan Tempo, Bobby tiba di gedung KPK sekitar pukul 09.20 WIB dengan mengenakan pakaian batik. Setelah itu, dia keluar dari ruangan pukul 15.55 WIB setelah Bobby berada di dalam gedung KPK selama 6 jam.
Nama Bobby disebut dalam kasus perizinan tambang nikel di Halmahera Timur. Dikutip dari Majalah Tempo berjudul Bagaimana Bobby Nasution Menjadi Makelar Blok Medan di Maluku Utara edisi Minggu, 27 Oktober 2024, mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba, menjadi terdakwa perkara suap dan gratifikasi berbagai proyek hingga penerbitan surat rekomendasi wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara.
Dalam persidangan sekitar Agustus 2024, para saksi mengungkap ada kode "Blok Medan" yang mengacu pada izin tambang nikel di Halmahera. Gani turut mendetailkan soal Blok Medan di persidangan. Pada Kamis, 26 September 2024, ia divonis bersalah dan dihukum delapan tahun penjara serta denda Rp 300 juta subsider lima bulan bui.
Keterangan soal Blok Medan menyempil di antara pertanyaan jaksa penuntut umum. Termasuk soal panggilan telepon Kahiyang Ayu pada 2022. Saksi yang pertama kali mengungkapkan soal Blok Medan di persidangan Abdul Gani adalah Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Maluku Utara Suryanto Andili.
Kala itu, Suryanto mengaku istilah Blok Medan merupakan jatah konsesi tambang nikel untuk Bobby. Saksi lain menyebutkan hal sama. Sementara itu, Abdul Gani menyebut pemilik konsesi di Blok Medan adalah Kahiyang.
Jejak Bobby Nasution dan Kahiyang di pusaran tambang di Maluku Utara rupanya muncul sejak 2021. Dalam persidangan, Suryanto mengatakan pihaknya sebenarnya tengah mengurus surat rekomendasi WIUP untuk PT Petrolum Friska Perkasa milik Silfana Bachmid. Saat itu Suryanto masih menjadi staf Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bambang Hermawan.
Adapun lokasi tambang yang dimohon PT Petrolum berada di Desa Tutuling Jaya, Kecamatan Wasile Timur, Kabupaten Halmahera Timur. Berdasarkan laman resmi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, kala itu, akta perusahaan PT Petrolum sudah tidak tercantum.
Pilihan Editor: Jubir KPK Tak Tahu Tujuan Bobby Nasution Datang ke Gedung KPK