PERSIDANGAN kasus pembobolan American Express (Amex) Bank -- lewat bank draft senilai US$ 250 ribu semakin menarik. Sebab salah seorang dari lima tersangka, yang disebutkan polisi dan jaksa sebagai buron, Notaris Imam Soesatyo, Kamis dua pekan lalu, muncul di sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang tengah memeriksa terdakwa tunggal Achmad Fauzie Saleh Hasan. "Saya ingin menjelaskan pada majelis bahwa tidak benar saya buron, apalagi ikut berkomplot," ucap Imam, yang berdomisili di Cianjur, Jawa Barat. Kehadiran Imam tentu saja mengagetkan majelis hakim yang diketuai I Gde Sudharta. Majelis, bahkan, terpaksa menskors sidang Fauzie untuk memeriksa identitas notaris itu. Kendati Imam benar-benar muncul di sidang, majelis tak hendak menghentikan persidangan. "Meskipun Imam sekarang muncul, tak ada alasan untuk menghentikan persidangan. Sebab, perkara ini hanya mengadili Fauzie. Bagaimana masalah Imam, sepenuhnya saya serahkan kepada penuntut dan penyidik," kata Gde Sudharta. Di persidangan sebelumnya Fauzie, 40 tahun, memprotes penanganan perkara itu. Menurut Fauzie, ia dalam kasus itu hanya diberlakukan sebagai tumbal. Sebab, dari enam tersangka, yang disimpulkan polisi sebagai pelaku kejahatan itu, katanya, hanya dia sendiri yang diajukan ke meja hijau. Sementara itu, lima orang lainnya, yang disangka terlibat, Robert L. Soerber warga negara Amerika -- Rustandi, Imam Soesatyo, Yoso Dihardjo, dan Sulaeman, tak diberkaskan sebagai tersangka. Bahkan Soerber, yang pernah diperiksa polisi, belakangan dibiarkan pulang ke negerinya. "Jelas, ada kesengajaan dan penyidik dan penuntut umum untuk mengorbankan Fauzie," kata pengacaranya, O.C. Kaligis. Padahal, menurut Fauzie, bank draft palsu sebesar 250 ribu dolar, yang diuangkannya di Amex dan kemudian ditransfernya ke rekeningnya di Bank Rama, benarbenar diterimanya dari Soerber, sebagai persekot untuk transaksi jual beli sebuah bank swasta. Transaksi jual beli itu, katanya, terjadi di hadapan Notaris Imam Soesatyo. Bahwa bank draft itu palsu, kata Fauzie, di luar pengetahuannya. Ternyata, yang pertama diajukan ke sidang justru Fauzie sendiri, kendati kelima nama tersangka lain disebut-sebut. Tiga dari lima tersangka itu, Imam Soesatyo, Rustandi, dan Sulaeman, menurut Jaksa M. Daud belum tertangkap. Sementara itu, Soerber dan Yoso Dihardjo disebut akan diajukan sebagai terdakwa secara terpisah (TEMPO, 3 September 1988). Penjelasan jaksa itu yang tidak bisa diterima Fauzie dan Kaligis. Ia merasa heran karena para tersangka itu disebutkan buron. "Padahal, alamat Imam jelas ada dalam berita acara pemeriksaan. Bahkan setelah bertemu Imam, saya pernah melaporkannya ke polisi," ujar Kaligis. Bukan hanya Fauzie dan Kaligis yang tak puas dengan penjelasan jaksa. Imam, 53 tahun, sendiri muncul di sidang untuk membuktikan dirinya tak buron. Notaris itu membenarkan keterangan Fauzie, benar ia membuat akta transaksi jual beli bank antara Soerber dan Fauzie, Desember 1986. "Sebatas kebenaran formil, akta itu dapat dipercaya. Bahwa jual beli itu kemudian gagal bukan urusan saya," katanya lagi. Dari nilai transaksi sekitar 1,25 juta dolar, Imam mengaku hanya menyaksikan Soerber menyerahkan bank draft senilai 500 dolar untuk pembayaran kedua kepada Fauzie. Waktu itu, katanya, Fauzie akan mencairkan kertas berharga itu dengan cara bank to bank checking lewat Bank Rama. Hanya saja, belakangan, ia mendengar dari Fauzie bahwa bank draft itu tak ada dananya. Setelah itu, kata Imam, Soeber pernah mengatakan bahwa ia sudah melunasi pembayaran jual beli bank itu kepada Fauzie. Tapi Fauzie, katanya, menghilang. "Bahkan sampai detik ini saya belum memperoleh apa-apa dari Fauzie," ucap Imam. Padahal, untuk pembayaran pertama saja, ia dijanjikan honor sekitar Rp 7,5 juta. Jaksa M. Daud, yang awal Agustus lalu masih menyebut Imam buron, kini tak banyak bicara atas munculnya notaris itu. "Saya mengajukan perkara ini berdasarkan berkas perkara dari penyidik," kata Daud. Dan sampai saat ini, Daud mengaku belum menerima berkas perkara mereka dari polisi. Direktur Reserse Mabes Polri, Brigadir Jenderal Pol. Koesparmono Irsan, malah balik mengatakan cerita Imam itu "kebohongan". Sebenarnya, menurut Koesparmono, Imam itu pernah diperiksa polisi dan dikenai tahanan luar. Setelah itu, kata Koesparmono, ia menghilang, meskipun sudah dicari berkali-kali. Alamatnya pun ternyata palsu. Bahwa kini Imam muncul di sidang menurut Koesparmono, tak bedanya dengan soal buron yang menyerahkan diri setelah diancam pencabutan paspor. "Dia berani nongol 'kan setelah dinyatakan buron," ujar Koesparmono, yang mengatakan akan memeriksa Imam dalam waktu dekat ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini