Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Menggugat Sisingamangaraja

Augustin sibarani, pelukis sum-ut, mengaku lukisan sisingamangaraja xii di uang kertas seribu rupiah sebagai lukisannya. departemen sosial dituduhnya membajak ciptaannya. ia menuntut melalui lbh jakarta.

17 September 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LUKISAN Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII yang menghiasi lembar, dan uang seribu rupiah, tak disangka kini dituduh sebagai hasil bajakan. Seorang pelukis kelahiran Sumatera Utara, Augustin Sibarani, mengaku gambar itu hasil ciptaannya. Pekan lalu, Sibarani mengadu ke LBH Jakarta, karena menganggap lukisannya itu telah dimanipulasi Departemen Sosial (Depsos), dan kemudian ditampilkan Dada ambar dasar uang seribu rupiah oleh Bank Indonesia (BI). Menurut Sibarani, 63 tahun, potret diri Sisingamangaraja XII dilukisnya pada tahun 1961, setelah melakukan penyelidikan sejak 1954 dan mewawancarai beberapa keluarga terdekat Sisingamangaraja XII. Ciptaannya itu kemudian diserahkannya kepada Presiden Soekarno, disaksikan kerabat dekat pahlawan nasional itu. Setelah itu, ia tak tahu lagi nasib lukisan tersebut. Ternyata, lukisan asli itu kini menjadi koleksi keluarga Almarhum Mualif Nasution -- bekas sekretaris pribadi Soekarno. "Lukisan itu merupakan hadiah pribadi dari Presiden Soekarno untuk disimpan," kata Ida Nasution, anak kedua Mualif. Anehnya, beberapa puluh tahun kemudian, Sibarani terkejut. Sebab, lukisannya itu terpampang pada uang lembaran seribu rupiah, yang dikeluarkan BI pada 30 Juni 1987. "Wajah Sisingamangaraja dimanipulasi, seolah-olah wajah bintang film, yang baru saja di-make-up. Tak ada lagi karakter kepahlawanannya, ujar Sibarani, yang mengaku resah setiap melihat gambar tokoh itu pada uang ribuan. Pemasangan gambar itu, kata Sibarani lagi, bukan saja tanpa diketahuinya, tapi juga tak sesuai dengan ciptaan aslinya. Pada lembaran uang itu, alis mata dan rambut Sisingamangaraja seperti dipangkas, padahal pada gambar asli, rambutnya panjang dan dikonde. Kedua telinga Sisingamangaraja di uang kertas itu pun, katanya, tak sama tingginya. Sibarani, yang mengarang buku Perjuangan Pahlaqan Nasional Sisingamangaraja XII, menganggap nama baiknya tercemar. Sebab, "Setiap bertemu orang Tapanuli, mereka selalu mengira saya melukis pada uang itu asal jadi saja," kata ayah tiga anak yang dikenal sebagai pelukis gaya realisme itu. Sibarani juga kesal atas penampilan tokoh Sisingamangaraja pada berbagai poster belakangan diketahui dilukis oleh Joko Ketawang atas pesanan Depsos. Sebab, poster itu menampilkan sang pahlawan berikat kepala warna merah, yang tak mungkin dipakai orang Batak. Sibarani pernah menanyakan soal itu kepada Direktur BI, Arifin Siregar. Dari pejabat itu, ia mengetahui bahwa BI mendapatkan gambar itu dari Depsos. Sebab itu, Maret lalu ia mendatangi Depsos. Instansi itu menunjukkan dua buah foto lukisan Sisingamangaraja: sebuah foto hitam putih dari lukisan aslinya dan sebuah lagi berwarna persis seperti gambar di uang ribuan itu. Sibarani meminta agar Depsos mengakui bahwa lukisan Sisingamangaraja XII itu ciptaannya serta membayar ganti rugi Rp 50 juta. Dengan pengakuan itu, menurut Sibarani, gambar pahlawan itu bisa dibakukan. Tapi tuntutan itu ditolak Depsos. Pihak Depsos menganggap lukisannya itu telah menjadi milik negara. Bahkan Sibarani dipersilakan menempuh upaya hukum jika tetap menuntut haknya. Karena itu, Sibarani meminta bantuan LBH Jakarta. Pengacara Furqon W. Authon, yang mendampinginya, sampai pekan ini masih berupaya menempuh jalan damai. Tapi bila perundingan itu tak juga mencapai titik temu, Sibarani akan menuntut Depsos ke pengadilan. "Yang menjadi milik negara itu bentuk fisik lukisannya. Tapi hak atas karya ciptanya tetap melekat pada diri Sibarani," ujar Furqon. Kepala Biro Hukum dan Organisasi Depsos, Anindya Budisusetyo, menganggap gugatan Sibarani itu tidak beralasan. Sebab, "Kalau benar lukisan itu sudah diserahkan kepada mendiang Presiden Soekarno, berarti otomatis karya cipta itu menjadi milik negara," kata Anindya. Selain itu, lukisan yang diakui ciptaan asli Sibarani itu menampilkan sosok Sisingamangaraja sepenuh badan. Sedangkan lukisan sang pahlawan yang ada di Depsos itu hanya sebatas dada. Lukisan ini, kata Anindya, digambar ulang oleh Depsos, karena aslinya telah rusak. Berikutnya gambar ulang inilah yang dipergunakan BI -- juga untuk gambar di prangko dan poster. Lukisan itu, seperti juga lukisan asli pahlawan nasional lainnya, misalnya Maria Tiahau, Hasanuddin, Pattimura, katanya, sudah lama ada di Depsos, jauh sebelum berlakunya Undang-Undang Hak Cipta tahun 1982 dan 1987. "Tak diketahui, siapa pelukisnya," tutur Anindya lagi. Sebab itu, Anindya membantah pihaknya membajak hak cipta. "Kalau tuntutan itu dikabulkan bisa-bisa setiap Depsos mengeluarkan gambar pahlawan, lantas ada orang yang mengaku sebagai pelukisnya," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus