Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Terdesak Pinjaman Online

Perusahaan pinjaman online menjerat pengutang dengan bunga hingga 40 persen. Para penagih meneror orang-orang terdekat.

 

30 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Penagih pinjaman online tetap meneror nasabah meski utang sudah lunas.

  • Korban dijerat utang baru dengan menawarkan pinjaman dari aplikasi lain.

  • Bunga pinjaman mencapai 40 persen dengan batas pengembalian hanya sembilan hari.

LIDAH Intan Pratiwi mendadak kelu. Air mata perempuan 28 tahun ini menitik menahan amarah. Kekhawatiran yang disimpan karyawan swasta ini akhirnya menjadi kenyataan di rumahnya di Yogyakarta, Ahad pagi, 18 Juli lalu. Operator pinjaman online mulai meneror orang tuanya. Sebelumnya, Intan pernah terjerat utang hingga Rp 90 juta untuk melunasi uang kuliah adiknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hari itu, seusai salat subuh berjemaah, sang ayah menceritakan menerima telepon bertubi-tubi dari nomor yang tak dikenal sejak dua pekan sebelumnya.Para penelepon bahkan menggunakan makian dan bernada ancaman. “Mbak banyak utang? Maafin Bapak, ya, banyak merepotkan Mbak,” kata Intan menirukan ucapan ayahnya, Rabu, 27 Oktober lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Intan terperosok ke lingkaran setan pinjaman online sejak delapan bulan lalu. Sewaktu memohon pinjaman, Intan tak bercerita kepada ayahnya karena ayahnya menderita gangguan jantung dalam dua tahun terakhir. Setelah ayahnya tak bekerja karena penyakit itu, Intan menjadi tulang punggung keluarga.

Waktu itu, 19 Februari lalu, Intan mendapat kabar dari pihak kampus bahwa pembayaran uang kuliah sang adik sejumlah Rp 13 juta sudah jatuh tempo. Biaya tersebut harus dibayarkan hari itu juga. Jika tak terbayar, kampus akan mengeluarkan adiknya. “Saya hanya punya waktu dua jam mencari Rp 13 juta sebelum bank tutup,” tuturnya.

Ia mencoba menelepon teman kantornya, yang bekerja di sebuah perusahaan swasta. Hanya dua orang yang bersedia meminjamkan Rp 6 juta. Di tengah kekalutan itu, ia berusaha menenangkan diri dengan mendengarkan lagu di YouTube lewat laptopnya. Sepotong iklan muncul di layar. “Butuh uang cepat? Ajukan hanya dengan KTP saja,” bunyi iklan itu. Intan tertarik dan langsung mengklik tautan di iklan tersebut yang mengarahkannya ke Google Play Store untuk mengunduh Dana Now, aplikasi pinjaman online.

Tak punya pilihan lain, Intan mengunduh aplikasi tersebut. Ia mendaftar dengan memasukkan nomor telepon seluler dan kata kunci. Tercantum keterangan pinjaman maksimal Rp 10 juta. Sebagai syarat, aplikasi meminta Intan mengizinkan akses data di telepon selulernya.

Tanpa memperhatikan detail syarat-syaratnya, Intan menekan tombol mengizinkan akses data tersebut. Aplikasi mengarahkan Intan untuk swafoto dengan memegang Kartu Tanda Penduduk. Ia juga harus mengisi identitas diri, jumlah gaji, dan lainnya. Setelah seluruh persyaratan terpenuhi, aplikasi memberikan pinjaman ke Intan Rp 9 juta dengan tenor 91 hari. Uang ditransfer beberapa menit kemudian. Ia tak mengecek jumlah kiriman pinjaman uang. Sekitar pukul 15.00 atau saat kantor bank hampir tutup, Intan akhirnya melunasi tunggakan biaya kuliah adiknya.
Esoknya, Intan membuka aplikasi Dana Now. Ia kaget karena tampilan aplikasi berubah. Dana Now menawarkan aplikasi pinjaman dari belasan aplikasi lain seperti BankOrangUtan, GrabCash, dan UangEkspress. 

Rasa kagetnya bertambah saat memencet kolom pinjaman. Ternyata ia bukan hanya berutang ke Dana Now. Ia tercatat berutang di Dana Now Rp 2 juta, DanaCepat Rp 2,8 juta, PinjamanHits Rp 2,2 juta, RapidCash Rp 2,8 juta, dan RupiahIndah Rp 2,2 juta. Tanggal jatuh temponya beragam. Ada yang 25 Februari 2012, ada juga 28 Februari 2021. Masing-masing menyertakan bunga per hari Rp 120 ribu, biaya administrasi Rp 20-40 ribu, dan biaya penanganan Rp 640-680 ribu.

Rupanya, dari Rp 9 juta yang ia mohonkan, hanya Rp 7 juta yang ia terima. Pentransfer pun bukan Dana Now, melainkan sebuah perusahaan keuangan. Di aplikasi, utang yang tertera sebesar Rp 12 juta karena ditambah bunga dan pelbagai biaya tadi.  “Aku cuma punya waktu tujuh hari untuk melunasi semua utang itu, bukan 91 hari sebagaimana yang dijanjikan,” ujarnya.

Di hari kelima, ia mulai menerima teror. Penagih mendesaknya segera membayar utang. Tak hanya itu, penagih turut meneror orang lain yang nomornya tersimpan di telepon seluler Intan. Mereka menerima pesan pendek berisi swafoto Intan yang memegang KTP dengan keterangan agar segera melunasi utang.

Dengan gaji yang tersisa pada bulan itu, Intan bisa melunasi sebagian utang yang jatuh tempo pada 25 Februari lalu. Namun tagihan tanggal 28 Februari lalu masih menghantuinya. Putus asa tak tahu harus melakukan apa, Intan kembali meminta pinjaman ke Dana Now. "Kayak gali lubang, tutup lubang, begitu terus," ucapnya. Utang Intan kini Rp 30 juta. Jika ditambahkan bunga, jumlahnya Rp 90 juta. “Dengan bantuan teman, utang lunas pada April,” ucapnya. Namun ada beberapa penyedia pinjaman online yang merasa Intan belum membayar sisa bunga keterlambatan pembayaran sehingga meneror orang tua dan beberapa teman Intan pada Juli hingga September lalu.

Nasib serupa Intan juga dialami Irene, 38 tahun, warga Jakarta Barat. Ia terjerat utang Rp 300-an juta sejak April 2020. Padahal pokok pinjamannya hanya sekitar Rp 40 juta. Sama seperti Intan Pratiwi, Irene dan keluarganya juga mendapat teror, bahkan setiap hari. “Dia sempat kami pindahkan ke kota lain dan handphone enggak boleh aktif,” tutur Dion, adik Irene.

Menurut Dion, kendati separuh utang sudah dibayarkan, kakaknya tetap mendapat teror. Penagih utang bahkan membentuk grup WhatsApp “Galang Dana” yang berisi semua nomor kontak di telepon seluler Irene. Di grup itu, Irene diancam dan dituduh maling yang melarikan uang perusahaan. “Banyak tetangga yang kesal kepada kami,” ujar Dion.

Meski tindakan para penagih sudah kelewatan, Dion urung melapor ke polisi. "Pasti ribet dan belum tentu diterima," ujarnya. Berbeda dengan Dion, Intan melapor ke polisi. Ia merasa menjadi korban. Apalagi keluarganya ikut terganggu dan penyakit ayahnya kambuh. Awalnya, ia mendatangi Kepolisian Resor Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Petugas menerima laporan Intan namun menyarankannya membuat laporan ke Kepolisian Daerah Yogyakarta. Meski ia sudah menyerahkan bukti, polisi tak menangani laporannya. "Petugas bilang yang lapor ratusan. Tapi saya tidak dikasih lembar bukti laporan ketika di Polda. Dokumen yang saya bawa diminta ditinggal untuk dipelajari dulu," ujar Intan.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Yogyakarta Komisaris Besar Yuliyanto justru mengklaim belum ada korban pinjaman online di wilayahnya. “Kalau ada masyarakat yang merasa menjadi korban, silakan datang ke kepolisian daerah atau kepolisian resor,” ucap Yuliyanto kepada sejumlah wartawan pada Jumat, 15 Oktober lalu.

Berbagai kasus pinjaman online ilegal mulai mencuat ke media massa sejak Mei lalu. Sejumlah orang mengaku terjerat utang hingga berpuluh kali lipat dari nilai pinjaman. Kasus terbaru, seorang ibu rumah tangga di Wonogiri, Jawa Tengah, tewas gantung diri gara-gara diteror penagih pinjaman online pada 2 Oktober lalu. Sepekan berselang, Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan anak buahnya memburu penyelenggara pinjaman online ilegal.

Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi—wadah yang dibentuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berisi pelbagai perwakilan lembaga pemerintah—Tongam L. Tobing mengatakan pinjaman online makin masif di masa pandemi Covid-19. Restriksi sosial yang membuat banyak perusahaan menghentikan karyawan membuat para pegawai kehilangan penghasilan.

Mereka terjerat lingkaran setan pinjaman online karena menawarkan kemudahan dalam pencairan uang. Hingga Oktober lalu, Satgas Waspada Investasi sudah membekukan 151 aplikasi pinjaman online. Salah satunya Dana Now yang menjerat Intan Pratiwi di Yogyakarta.

Siapa pengelolanya? Tongam Tobing angkat bahu. Menurut dia, Satgas kesulitan melacak pengelola Dana Now karena kontak dan alamat mereka sukar dilacak. “Servernya di luar negeri,” kata Tongam. Dari 151 aplikasi pinjaman online, ujar dia, sebanyak 34 persen server dikendalikan dari luar negeri.

LINDA TRIANITA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus