Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ekosida adalah perusakan lingkungan secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Sejumlah lembaga lingkungan mendorong ekosida diakui hukum sebagai pelanggaran HAM berat.
Ada beberapa contoh peristiwa kerusakan lingkungan yang diajukan ke pengadilan sebagai ekosida.
SEJUMLAH lembaga pemerhati lingkungan membuat contoh peristiwa kerusakan lingkungan di Indonesia layak dikategorikan sebagai ekosida. Namun, contoh ekosida yang diajukan mereka tak diakui hakim karena hukum Indonesia belum mengadopsi kriteria ekosida sebagai pelanggaran hak asasi manusia berat.
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang
PLTA Koto Panjang di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, secara resmi beroperasi pada 1985. Saat itu pembangkit ini mampu menyuplai 10 persen kebutuhan listrik di Pulau Sumatera. Namun, berbagai lembaga menilai pembangunan PLTA tersebut menyebabkan kerusakan alam yang masif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Organisasi konservasi lingkungan hidup internasional World Wildlife Fund menyebutkan PLTA tersebut dibangun di atas habitat gajah dan harimau Sumatera. Seluruh ekosistem sungai pun rusak serta migrasi ikan dan spesies air tawar lain terganggu oleh kehadiran bendungan. Tak hanya itu, warga dari 10 desa juga harus bermigrasi karena lingkungan mereka mesti ditenggelamkan untuk pembangunan proyek tersebut.
Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah
Kebakaran besar hutan dan lahan gambut terjadi di Kalimantan Tengah pada September 1997-Juni 1998. Berbagai pihak menyebutkan kebakaran ini merupakan salah satu yang terbesar di dunia dengan luas lahan terbakar sekitar 2,16 juta hektare.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ilmuwan Universitas Cornell, Jeny Goldstein, memperkirakan kebakaran ini menimbulkan emisi 156,3 juta ton karbon atau setara dengan 13-40 persen emisi karbon global tahunan dari bahan bakar fosil saat itu. Kebakaran ini terjadi di tengah upaya pemerintah Orde Baru membuka 1 juta hektare lahan untuk dijadikan sawah.
Semburan Lumpur Panas Lapindo, Sidoarjo
Lumpur panas menyembur di lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo, Desa Jatirejo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, pada 29 Mei 2006. Lumpur itu keluar dari perut bumi karena kesalahan pengeboran yang dilakukan perusahaan milik Bakrie Group tersebut.
Semburan lumpur ini menenggelamkan 19 desa dengan luas area yang terkena dampak lebih dari 1.000 hektare. Lebih dari 25 ribu warga harus mengungsi dan 17 orang tewas akibat semburan lumpur ini. Hingga kini lumpur masih terus menyembur.
Proyek Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE)
Proyek MIFEE dicetuskan oleh presiden keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Agustus 2010. Pemerintah saat itu berencana menyulap lebih dari 1 juta hektare lahan gambut untuk dijadikan lumbung pangan. SBY memberikan konsesi lahan kepada sejumlah perusahaan.
Meskipun terbukti gagal, proyek ini kemudian diteruskan pada era Presiden Joko Widodo yang memberikan lebih banyak izin pembukaan lahan di ujung timur Indonesia tersebut. Lembaga Pusaka Bentala mencatat pembukaan lahan itu menyebabkan lingkungan dan kehidupan masyarakat adat di sana terancam. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo