Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kantor Staf Presiden mengumpulkan sejumlah pejabat daerah untuk menindaklanjuti perkembangan terbaru konflik sosial di Pulau Haruku, Maluku, yang masih menyisakan ratusan pengungsi. Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Abetnego Tarigan mengatakan penanganan konflik sosial di Haruku tidak bisa ditunda-tunda karena merupakan persoalan kemanusiaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Seiring upaya rekonsiliasi antarpihak terus berproses, pemerintah juga mempersiapkan kebutuhan rekonstruksi dan rehabilitasi," kata Abetnego dalam keterangan tertulis, Jumat, 26 Agustus 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan pemerintah telah mengarahkan bantuan sosial kepada para pengungsi Kariuw, dan juga ada santunan ahli waris bagi warga Pelauw. "Ini salah satu upaya negara dalam memastikan hak-hak dasar warga Indonesia tetap terpenuhi,” kata dia.
Akan tetapi, ia meminta daerah memastikan akurasi dan kelengkapan data. “Berapa jiwa, berapa Kepala Keluarga ini datanya harus jelas. Sebab kalau tidak ada data yang akurat, sulit bagi pemerintah untuk menyalurkan bantuan, terutama untuk dukungan pembangunan rumah ataupun kebun warga yang rusak,” kata dia.
Konflik ini terjadi pada Januari lalu. Kepala Bidang Humas Polda Maluku Kombes M. Rum Ohoirat saat itu membeberkan kronologi bentrokan antarwarga Desa Ori dan Kariuw, Kecamatan Pulau Haruku, Maluku Tengah. Dia menjelaskan bahwa kedua desa tersebut memang bertetangga yang sebelumnya pernah mengalami konflik soal masalah batas wilayah.
Menurut Rum, kejadian itu bermula ada salah satu warga Kariuw yang membuka kebun dan ada warga desa Ori yang menegur, bahwa lahan itu bukan milik Kariuw. Pukul 14.30 WIT, Selasa, 25 Januari 2022 terjadi adu mulut terkait lahan tersebut antara beberapa warga setempat.
“Nah, setelah itu, kedua warga itu kembali ke desanya masing-masing dan melaporkannya ke warga masyarakat kedua desanya, sehingga terjadi konsentrasi massa,” ujar Rum saat dihubungi Rabu, 26 Januari 2022.
Setelah terjadi konsentrasi massa antara kedua Desa Ori dan Kariuw, pihak keamanan langsung turun ke lokasi, mulai dari Babinsa, Bhabinkantinmas, anggota Satgas Pos Ramil, dan anggota Polsek Pulau Haruku. Mereka langsung melerai kedua masyarakat kedua desa tersebut.
Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno menyebut pemerintah daerah telah memfasilitasi proses diskusi untuk percepatan rekonsiliasi antara warga Kariuw dengan Pelauw. Menurut dia, keputusan skenario rekonsiliasi harus mempertimbangkan aspirasi kedua belah pihak yang berseteru.
“Untuk memastikan rekonsiliasi bisa permanen maka pemerintah daerah mengharapkan ada saling pengertian dari kedua belah pihak. Hak-hak dasar warga negara juga harus dipastikan terjamin,” tuturnya.
Selain soal penyaluran bantuan sosial dan upaya rekonsiliasi, pengamanan pasca pasca konflik di Pulau Haruku juga terus dilakukan. Kepolisian Daerah (Polda) Maluku dan Komando Daerah Militer (Kodam) XVI Pattimura telah menempatkan pos-pos pengamanan di lokasi yang dinilai menjadi titik-titik rawak konflik susulan.
“Polda Maluku telah menjalankan Gelar Operasi Aman Nusa sejak awal terjadi konflik hingga saat ini. Proses penyelidikan empat laporan polisi yang berkaitan dengan konflik juga terus berlanjut dan diusut hingga tuntas,” kata Kapolda Maluku Irjen Pol Lotharia Latif.
Sementara itu, TNI juga telah menempatkan tim-tim di Pulau Haruku untuk memastikan keamanan dan mempercepat perdamaian antara Kariuw dan Pelauw. "Jika sudah ada rekonsiliasi, TNI akan mengerahkan potensi Angkatan Darat, Laut, dan Udara untuk proses rehabilitasi,” kata Pangdam XVI Pattimura Mayjen TNI Richard Tampubolon.
Di sisi lain, tim Kantor Staf Presiden juga melakukan kunjungan lapangan ke lokasi konflik, yakni negeri Kariuw dan Pelauw. Tak hanya itu, kunjungan lapangan kemudian juga dilanjutkan dengan mendatangi negeri Aboru, yang menjadi lokasi pengungsian bagi 739 warga Kariuw.
Dari pantauan tim Kantor Staf Presiden, kata Abetnego, ratusan pengungsi tersebut tinggal di hunian sementara yang di bangun dari kayu dan terpal. Selain itu, juga didirikan tenda-tenda untuk sekolah darurat bagi anak-anak pengungsi.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.