Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Dari daftar langganan polisi

Operasi gali sampai di medan dan daerah sumatra utara, beberapa bandit (residivis) mati tertembak. sudah tercatat 300 orang residivis di berbagai daerah yang mati tertembak, dan makin bertambah. (krim)

2 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA mayat di Sungai Nonang . . . harap dicari." Begitu kira-kira pesan lewat telepon yang diterima polisi di Medan. Penelepon tadi segera memutuskan hubungan ketika ditanya identitasnya. Dengan penasaran, polisi buru-buru menuju sasaran, tak berapa jauh dari Pelabuhan Belawan. Benar rupanya: di sana ada mayat terbungkus karung goni dengan beberapa luka tembak di tubuhnya. Hari itu juga, Rabu pekan lalu, mayat tersebut dikenali sebagai residivis. Dan ia merupakan korban kelima di Medan yang menjadi sasaran peluru gelap. Namun si penembak rupanya menghendaki agar hasil kerjanya diketahui. Buktinya "ia" atau "mereka" menyempatkan diri menelepon polisi. Hal itu terlihat lagi pada kasus penembakan terhadap Syamsuri alias Syambirgo, 24 tahun, lima hari sebelumya. Malam itu Syam, yang suka merampok dan menodong, menjambret barang penumpang becak, lalu kabur dengan sepeda motor. Korban berteriak minta tolong. Tiba-tiba saja ada sedan tua meluncur di situ. Pengendaranya melepas tembakan. Tepat mengenai ginjal Syam. Bandit itu tersungkur dan kawannya kabur masuk gang. Si penembak segera membawa korbannya ke rumah sakit militer, di Jalan Putri Hijau, lalu cepat menghilang. Kakak ipar Syam, Daud Albadar, yang diberitahu esok harinya, jadi kaget. "Kok adik saya dibawa ke rumah sakit militer, ya?" katanya. Petugas rumah sakit itu pun tak kalah bingung. "Bisa menimbulkan dugaan bahwa penembaknya tentara," katanya. Maka, sebelum segalanya berkembang jauh, jenazah Syam segera diboyong ke Rumah Sakit Pirngadi. Dua hari kemudian, Daud menjemputnya untuk dikebumikan. Penembak-penembak bandit memang sudah beraksi di Medan sejak pertengahan Juni lalu. Selain lima korban di Medan tercatat ada tujuh korban lain yang tersebar di Pematangsiantar, Tebingtinggi, Langkat, serta Asahan. Dengan begitu, sampai pekan lalu berarti sudah tercatat lebih 300 orang yang dituduh bandit di berbagai daerah yang diketahui mati oleh terjangan peluru. Korban terbanyak adalah di Bandung, yang mencapai 120 lebih,Jawa Tengah 70, Yogya 60, dan Jakarta 55 orang. Dan menurut Pangab Jenderal Benny Moerdani, seusai rapat koordinasi bidang politik keamanan pekan lalu diJakarta, jumlah yang terbunuh bisa jadi lebih banyak. Sebab, katanya, angka-angka tersebut adalah dari jumlah jenazah yang dibawa ke rumah sakit untuk diautopsi. Santer dugaan, memang, bahwa selain yang mayatnya bisa ditemukan, banyak juga yang hilang tanpa bekas. Di Yogya, misalnya, orang hampir percaya bahwa sekian korban hilang begitu saja karena dimasukkan ke dalam lueng atau semacam sumur yang di bawahnya mengalir sungai yang langsung bermuara di Laut Selatan. Jumlah korban itu, menurut Benny lagi, selain "dikumpulkan" oleh petugas keamanan, juga karena ada yang jatuh dalam persaingan antar-gang. "Ini bukan alasan yang dicari-cari. Tapi persaingan itu timbul karena ruang gerak mereka dibatasi, sehingga ada yang mencari penghasilan di 'ladang' gang lain," kata Benny. Akan halnya yang jatuh di Medan, belum diketahui peluru ditembakkan oleh siapa: petugas yang melakukan operasi atau karena perang antar-gang. Namun April lalu, ketika di Jakarta kian banyak orang bertato yang dimangsa penembak misterius, kabarnya ada yang menghubungi kantor-kantor polisi di Sumatera Utara. Mereka diminta untuk mendata para langganan kamar tahanan. Dari Medan, Labuhanbatu, Langkat, dan Asahan kemudian masuk daftar panjang, berisi sekitar 900 nama, lengkap dengan foto dan data-data lainnya. Dengan begitu, kata sumber itu kepada TEMPO, "kecil kemungkinan penembak gelap salah sasaran." Tapi wartawan surat kabar Sinar Indonesia Baru SIB, Efendy Naibaho, hampir saja menjadi korban salah sasaran. Dua pekan lalu, begitu ceritanya, malam itu ia pulang dari kantor naik sepeda motor. Di tengah jalan, ada sepeda motor lain yang terus menguntit, lalu menempel ketat di sampingnya begitu Efendy hampir sampai ke rumahnya di Perumnas Mandala. Wartawan berambut gondrong itu kemudian mempersilakan penguntitnya mampir. Orang tadi hanya memandanginya berlama-lama, menarik napas panjang, lalu pergi. Tanpa banyak cerita, esok harinya Efendy ke tukang pangkas. Dari sana ia melapor ke kantor polisi dan Kodim. Dan lima hari kemudian, orang menemukan sesosok mayat bertato korban tembakan. Wajahnya memang mirip Efendy. "Hampir saja saya mati konyol," kata Efendy. Tak seperti para penembak di Jakarta, yang gemar naik jip. yang di Medan bisa naik sepeda motor seperti yang menguntit Efendy. Atau sedan tua seperti yang digunakan waktu menembak Syambirgo di Jalan Sun Yat Sen. Bisa juga naik taksi. "Eksekusi" pun umumnya dilakukan dari jarak jauh. Parlindungan Marpaung, misalnya, diperkirakan ditembak dari jarak sekitar 20 meter. Ia kedapatan terkapar di Jalan Krakatau dengan tiga lubang di dada, 22 Juni lalu, beberapa saat setelah dijemput empat orang pria tegap dari sebuah hotel kecil. Para tetangganya di Gang Saurdot, mengenal korban sebagai orang yang sopan dan agak pendiam. Tapi, menurut catatan polisi setempat, ia punya kegiatan sebagai penjahat kelas teri. Ayahnya, M. Marpaung, ketika ditemui TEMPO, masih tampak murung. Ia tak tahu apa yang harus dilakukannya. "Pikiranku masih kusut," kata ayah delapan anak itu. Sedangkan Daud Albadar, yang tahu persis adik iparnya -- Syam -- terkadang suka "nakal", pasrah saja. Hanya saja, katanya, "yang ditembak mestinya residivis kelas kakap. Jangan cuma yang kelas teri seperti Syam."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus