Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Dari Pembunuhan Menjadi Narkotik

Robert yang dituduh membunuh Steven, dibawa ke persidangan dengan tuduhan kejahatan obat bius. Juga rekan-rekannya segera kepengadilan dengan tuduhan berlainan. (krim)

1 September 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEWAKTU Letnan Kolonel Steven Adam tertembak, Robert adalah orang pertama yang memberikan pertolongan. Di daerah Cimanggu, Bogor, yang masih tergolong sepi ltu, mereka memang bertetangga. Tapi dua bulan kemudian, Robert, 42, ditangkap Laksusda Jawa Barat. Ia diduga terhbat dalam pembunuhan terhadap perwira penuntun (patun) di Sekolah Staf TNI AU (Sesau) itu, yang sedang dipromosikan untuk menjadi atase militer di sebuah negara sahabat. Pekan lalu Robert, bekas perampok dan belakangan menjadi pendeta dan guru Injil di Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Bogor, diajukan ke Pengadilan Negeri Bandung. Tapi, oleh Jaksa, ia bukannya didakwa membunuh, melainkan didakwa sebagai pengedar narkotik. Menurut jaksa, kegiatannya itu dilakukan antara 1979 dan 1983 di wilayah Bandung. Selama kurun waktu tersebut, kata jaksa, tertuduh paling tidak. telah menjual sampai 62 kilo ganja dengan harga Rp 100.000-Rp 175.000 perkilo. Parapelanggan, yang akan diajukan sebagai saksi, antara lain Rosiman, Jumhana, Wilmar, Yanti, Syamsir, Bachrum, dan Cecep. Robert merupakan salah satu dari delapan orang yang ditangkap karena diduga terlibat dalam pembunuhan Steven Adam, 45. Dan baru dialah yang diadili. Itu pun bukan dengan tuduhan membunuh, melainkan dengan tuduhan lain. Menurut kabar, ketujuh tersangka lain dalam waktu dekat ini pun akan diajukan ke muka sidang. Ada yang di Bandung, ada pula yang di Bogor. Sedangkan Nico, polisi berpangkat kapten, yang juga diduga keras terlibat dalam pembunuhan Steven, menurut rencana, akan diajukan ke mahkamah militer di Bandung minggu kedua September ini. Tak hanya Robert, Jhonny pun - menurut sumber TEMPO - akan diadili dengan tuduhan mengedarkan narkotik. Sedangkan dua yang lain, Leonardus dan Wallen, akan didakwa memiliki senjata api gelap. Hanya Benny, Awang, Simorangkir, dan Nicodemus yang akan tetap dituduh membunuh Steven. Sumber TEMPO yang lain menyatakan bahwa peluru yang ditembakkan ke tubuh korban jelas berasal dari pistol yang dikuasai Nico. Tapi Nico sendiri membantah karena katanya, pistol itu selama itu rusak dan ditaruh dalam gudang. Selain dikaitkan dengan kasus pembunuhan Steven Adam, perwira polisi di Polresta Bogor itu - yang kini sudah dinonaktifkan - dikabarkan pula mempunyai kegiatan sampmg sebagat pengedar narkotik. "Sejak masih bertugas di Bandung, ia sudah berhubungan erat dengan Robert dan Jhonny, dan mengorganisasikan perdagangan narkotik," kata sumber TEMPO. Tapi, kata sumber yang lain, bisa jadi kegiatan Nico mengedarkan narkotik hanyalah taktik dan umpan untuk bisa menjaring penjahat narkotik. Mana yang benar belum bisa dibuktikan. Hanya, para tersangka yang menghendaki kematlan Steven tampaknya memang mereka yang tahu banyak dan berkecimpung dalam duma obat blus itu. Hal itu sangat mengherankan dan mengundang tanya. Sebab, dalam kesatuannya di TNI AU, tugas yang diemban korban boleh dikatakan tak ada hubungannya dengan masalah narkotik. Pembunuhan atas Steven memang penuh teka-teki. Seorang pejabat di Kodim Bogor tak yakin bahwa itu hanya pembunuhan biasa. "Orang yang datang dan menembak kelihatannya mempunyai motivasi lain, dan nekat sekali," katanya ketika itu. (TEMPO, 11 Juni 1983). Tiga hari sebelum kejadian, beberapa orang yang mencurigakan memang pernah datang di tengah malam ke rumah korban. Tapi, ketika itu, mereka dapat dihalau dengan beberapa kali tembakan oleh Steven. Setelah kejadian itu, ia kelihatannya selalu waspada. Ia, misalnya, tak tidur di kamar, melainkan di sofa ruang tengah. Sepucuk pistol pun ia siapkan di bawah ketiak. Bahwa adanya ancaman itu tak dilaporkan kepada pihak berwajib, rupanya, karena Steven merasa blsa mengatasinya sendiri. Tapi, ternyata, ia bernasib sial. Ketika tamu yang tak diundang datang lagi, dinihari 29 Mei 1983, perwira menengah itu kena tembak lebih dulu. Si penembak, bersama tiga orang lain yang bersenjata golok, segera kabur. Jejak mereka tak bisa diikuti karena menghilang di jalan raya. SESAAT setelah penembakan terjadi, Robert keluar rumah dan menolong V korban. Adiknya kemudian mengantarkan korban ke rumah sakit, sementara dia sendiri berjaga-jaga di seputar rumah korban sampai petugas polisi dan Pom ABRI datang sekitar pukul 04.00. Sebab itu, katanya, ia kaget ketika ditangkap dengan tuduhan terlibat pembunuhan. Ia juga heran karena kini dituduh mengedarkan narkotik. "Benar saya bekas perampok, dan cukup dikenal di Jawa Barat. Tapi itu dulu, sebelum 1975. Kini saya sudah tobat dan tak pernah menjual barang terlarang itu," ujarnya kepada Deddy Iskandar dari TEMPO. Setelah kembali ke dunia baik-baik, katanya, ia pindah dari Bandung ke Cimanggu. Ia menempati rumah yang cukup besar bersama empat anak dan istrinya, yang bekerja di Kejaksaan Negeri Bogor. Meski bertetangga, ia mengaku belum begitu mengenal korban, karena keluarga Steven memang baru sekitar dua minggu pindah ke Cimanggu. Ronggur Hutagalung, pembela Robert, mempertanyakan perubahan tuduhan terhadap kliennya: dari membunuh Steven menjadi mengedarkan narkotik. Ia juga mempersoalkan mengapa jaksa mengunakan berita acara dari Laksusda sebagai dasar tuduhannya. Tapi jaksa menangkis. "Terdakwa ditangkap lewat Operasi Celurit, yang beranggotakan seluruh aparat keamanan. Jaksa pun terlibat dalam pemberkasan perkara ini hingga tuduhan itu sah menurut undang-undang," kata Jaksa Hidayat Pangku.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus