INI memang penipuan yang sangat licin, dan hampir tak meninggalkan jejak. Lewat jalur weselpos, Kantor Pos dan Giro Besar Surabaya telah dipecundangi Rp 15 juta oleh kawanan penipu. Sedangkan 92 weselpos senilai Rp 23 juta hampir pula diuangkan. "Penipuan dengan weselpos ini merupakan modus baru, belum pernah terjadi sebelumnya," ujar Letnan Kolonel Sonny Harsono, wakil kapolwiltabes Surabaya, kepada Jalil Hakim dari TEMPO. Penipuan ini memang sangat licin, dan, menurut kepala Kantor Pos dan Giro Besar Surabaya, R.A. Soetopo, "Jelas sekali bahwa pelakunya mengetahui seluk beluk dan liku-liku pengiriman weselpos secara detail." Sebab itu, katanya, bukan mustahil penipu yang sampai kini masih dicari itu adalah orang dalam sendiri. Atau, kalau tidak, bekas karyawan kantor pos. Wesel palsu yang dikirimkan selama April-Juni lalu itu setiap lembar bernilai Rp 250 ribu, dengan alamat pengirim di Jakarta. Jumlah demikian memang pengiriman yang diperkenankan lewat weselpos. Orang yang di kirim di Surabaya bernama Sumartini dengan alamat jalan Koblen No. 7, RT II RW IV. Ternyata, alamat ini adalah asrama polisi. Di asrama itu sendiri, tak ada orang bernama Sumartini. Sebab itu, setelah dua kali ada wesel dialamatkan kepadanya, kepala asrama, Sersan Dua PH Maspaitella, yang menganggap wesel itu nyasar, segera mengembalikannya ke Kantor Pos Surabaya. Entah bagaimana ceritanya, tahu-tahu wesel tadi kemudian bisa diuangkan. Rupanya, orang yang mengaku bernama Sumartini diam-diam memperhatikan perjalanan wesel palsu tadi. Untuk penerimaan wesel yang berikut, kepada Pak Pos ia meminta agar disampaikan ke alamat Jalan Jawa No. 6. Dan tanpa curiga, puluhan kiriman wesel berikutnya dimasukkan ke dalam kotak surat di alamat itu. Alasan agar disampaikan ke alamat di Jalan Jawa itu memang cukup masuk akal. "Dia bilang, rumah itu berdekatan dengan tempat kerjanya di Pengadilan Tinggi. Dia memang mengaku bekerja di situ," ujar sumber TEMPO. Rupanya, si penipu, yang mengaku bernama Sumartini itu, sengaja menyebut kantor lembaga hukum tadi sekadar untuk menggertak pihak kantor pos, agar memberikan pelayanan yang lancar. Sekaligus juga untuk menghilangkan kecurigaan. Kelicinan lain dan kawanan pempu karena yang menguangkan wesel ke kantor pos bukanlah orang yang bernama Sumartini. Ia memberi kuasa kepada orang lain, yang ternyata menggunakan KTP palsu. Kemudian ternyata pula rumah di Jalan Jawa itu tanpa penghuni. Ketidakberesan weselpos itu diketahui setelah Perum Pos dan Giro yang berpusat di Bandung mengadakan pencocokan. Ternyata, pihak Kantor Pos Surabaya melaporkan telah mengeluarkan Rp 15 juta. Padallal, pihak Kantor Pos Pasar Baru, Jakarta, merasa tak pernah ada yang mengirimkan weselwesel sebanyak itu, yang karenanya tak dilaporkan ke Bandung. Tanda tangan pejabat Kantor Pos dan Giro Besar Pasar Baru, Jakarta, juga cap yang tertera dalam blangko weselpos ternyata memang palsu. "Ada satu ciri dan kode khusus dari kantor kami yang 'lupa' disalin oleh pemalsu stempel," ujar sebuah sumber di Jakarta. Ia tegas menyatakan bahwa weselpos yang tak ada dananya, yang kemudian dapat diuangkan di Surabaya, itu tak berasal dari Kantor Pos Pasar Baru. Menurut dugaan, blangko-blangko wesel itu diselundupan dan diselipkan ke dalam daftar barang kiriman ketika kantung-kantung pos dari Jakarta tiba di kantor pos penerima di Surabaya. R.A. Soetopo memang tak menutup kemungkinan permainan weselpos palsu itu dilakukan di kantor pos dan giro yang dipimpinnya. "Terutama di bagian pengurusan weselpos," katanya pekan lalu. Sumber TEMPO di Surabaya memperkirakan, letak permainan itu kemungkinan ada di bagian sortir atau baglan pembukuan/ registrasi. "Sebelum wesel sampai ke juru antar dan disampaikan kepada si alamat, memang harus melalui kedua bagian itu. Kalau tidak, wesel tak akan bisa diuangkan, sebab tidak tercatat atau terdaftar," kata sumber itu. Penguangan wesel di loket kantor pos katanya, memang hanya bisa dilakukan apabila nomor, nama pengirim, nama penerima, dan nilai nominal wesel tadi cocok dengan yang tercatat dalam daftar yang dibuat bagian pembukuan. Sebanyak 60 lembar wesel palsu itu memang tercatat di pembukuan. Tapi semestinya petugas di loket menaruh curiga terhadap pengambilan wesel-wesel tadi. Pengiriman uang menggunakan wesel dalam jumlah yang maksimal, Rp 250 ribu, tergolong Jarang dilakukan para pemakai Jasa kantor pos dan giro. Lagl pula, yang menerima kiriman bertubi-tubi itu hanya seorang, yang bernama Sumartini. Dengan kata lain, secara pukul rata, Sumartini menerima kiriman uang sebesar Rp 250 ribu setiap dua hari sekali. Bila ditambah dengan 92 wesel senilai Rp 23 juta, yang dikirim dengan kilat, berartl hampir setlap hari dia menerima kiriman selembar wesel. Melihat kenyataan itu, "Petugas di loket sudah seharusnya menaruh curiga dan melaporkan hal tersebut kepada pengawas ataulangsung kepada atasannya," ujar sumber TEMPO. Bahwa petugas itu tak melaporkan kejanggalan yang dilihatnya, bisa jadi ia sudah mengenal orang yang biasa menguangkan wesel dan menerima semacam uang jasa dari pengambil wesel. "Tapi ini baru dugaan, saya tidak menuduh," kata sumber itu lagi. Sayangnya, kawanan pempu itu - meski tetap dinanti-nanti - tak juga muncul untuk menguangkan wesel-wesel senilai Rp 23 juta. Rupanya, mereka sudah mencium bahwa polisi mulai mengintai. Karena itu, untuk sementara ini, polisi seolah menemui jalan buntu meskipun penyidikan terus dilakukan. Pihak Perum Pos dan Giro tak menganggap kasus itu sebagai kelemahan dalam sistem pengiriman wesel. "Prosedur pengiriman yang sekarang sudah sempurna. Kami hanya perlu mengetatkan sistem pengecekan," ujar Soejatno, Humas Perum Pos dan Giro.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini