Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Ki, Gelar Siapa?

Kebiasaan dikalangan taman siswa untuk memberikan penghormatan dengan memakai gelar "ki" bagi orang yang telah lama berkecimpung didalamnya. (pdk)

1 September 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMENTARA gelar hendak diperjelas pemakaiannya sesuai dengan bidang masing-masing, ada semacam gelar yang justru seperti hendak dikaburkan statusnya. Yakni gelar atau sebutan "ki" di Perguruan Taman Siswa. Ceritanya, 10 Agustus lalu di kampus Universitas Dr. Soetomo, Surabaya, ada upacara pemberian gelar "ki". Penerimanya rektor universitas tersebut, H. Mohamad Saleh. Pemberinva, tentu saja, pihak Majelis Luhur Taman Siswa Pusat, diwakili oleh Ketua Umum Ki Soeratman. Seperti terjadi dalam pengukuhan guru besar atau pemberian gelar doktor kehormatan, Mohamad Saleh kala itu pun memberikan semacam pidato ilmiah. Judul pidatonya panjang: Peranan Pendidikan Taman Sisa terhadap Pembinaan Manusia Pembangunan Indonesia setebal 18 halaman. Bahkan seusai Saleh berpidato, ada upacara pengalungan kuordon (medali berpita), yang medalinya bergambarkan simbol Taman Siswa, untuk Saleh oleh Ki Soeratman. Sebenarnya tak ada yang aneh dalam upacara yang dihadiri sejumlah undangan, termasuk Ki I Putu Putra, ketua Majelis Taman Siswa Jawa Timur. Toh, kemudian, terdengar suara-suara yang menanyakan ikhwal upacara itu dan sejumlah anggota Majelis Taman Siswa Jawa Timur. Soalnya, selama ini gelar "ki" untuk pria "nyi" atau "ni" untuk wanira, boleh dikatakan otomatis diterapkan bagi anggota Taman Siswa - tanpa harus lewat upacara. Menurut Urip Supeno, 57, dari Pcrguruan Taman Siswa Jakarta, pcmakaian "ki" merupakan, "adat kelaiman di kalangan Taman Siswa, untuk mendemokrasikan pergaulan." Sejarahnya bermula dari Soewardi Soerjaningrat yang membuang gelar "raden mas"nya dan menggantinya dengan "ki", pada 1928 - enam tahun sesudah ia mendirikan Perguruan Taman Siswa di Yogyakarta. Ia kemudian memang dikenal sebagai Ki Hadjar Dewantara. Adapun Mohamad Saleh, 54, lulusan Taman Madya (SMA Taman Siswa), Malang, 1955, memang mengajukan diri kepada pihak Majelis Luhur Taman Siswa Pusat untuk memperoleh gelar "ki". Ia, kepada TEMPO, mengaku memang sangat mengagumi Perguruan Taman Siswa yang mampu bertahan hingga kini. Dan kini, Ki Saleh sudah berniat "pensiun dari pegawai Kota Madya Surabaya," sebagai konsekuensi memperoleh gelar itu. Apa kata Majelis Luhur Taman Siswa? "Boleh saja kami bikin tradisi baru," kata Ki Soeratman kepada TEMPO, pekan lalu. "Mohamad Saleh memang alumnus Taman Siswa, dan menurut kami memang layak mendapat gelar 'ki'." Sejak 1974 Saleh memang berkecimpung dalam dunia pendidikan swasta hingga kini. Sebenarnya "ki" bukan monopoli Taman Siswa. Menurut buku Kamus Kawi Indonesia susunan S. Wojowasito, "ki" artinya sebutan penghormatan. Kira-kira sama dengan "saudara". Kekhawatiran di kaangan Taman Siswa, bila gelar "ki" sudah diupacarakan, gelar itu akan punya arti tertentu hingga membedakan derajat pemakai gelar dan yang tak memakainya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus