Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI antara tamu yang datang, ada pria berkemeja batik lengan pendek. Ia terlihat lebih muda: Hermanto, 40 tahun. Salah satu pengurus Rukun Tetangga Perumahan Tanjung Mas Raya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, ini tak banyak bicara dalam jamuan malam itu.
Bertempat di rumah Prayitno Ramelan di Jalan Garuda Mas 3, di kompleks mewah itu, pertemuan dihadiri Lurah Tanjung Barat, Sri Redjeki, dan Camat Jagakarsa, Jayadi. Silaturahmi pada Jumat dua pekan lalu itu menjadi malam terakhir Hermanto ikut pertemuan rukun tetangga.
Sebab, esoknya, Ketua Seksi Pemuda dan Olahraga Rukun Tetangga Tanjung Mas Raya itu ditangkap polisi lantaran diduga mendalangi pembunuhan Siti Aisyah Susan Sieh, istrinya, Maret tahun lalu. ”Sungguh, saya tak menduga Pak Hermanto pelakunya,” kata Prayitno, purnawirawan marsekal muda Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara.
Penangkapan dilakukan setelah Paiman, tukang kebun Hermanto, lebih dulu dibekuk polisi. Mendapat perintah Hermanto, pria 37 tahun ini mengaku, selain membunuh, juga membungkus mayat Susan dengan goni, sebelum menguburkannya di halaman rumah korban di Jalan Merpati Mas 1.
Perempuan asal Taichung, Taiwan, itu aslinya bernama Susan Sieh. Sudah sepuluh tahun ia menetap di Perumahan Tanjung Mas Raya. Riwayatnya menjadi warga Indonesia tak pula jelas. Polisi belum punya data sahih perempuan yang 16 tahun lebih tua dari Hermanto itu. ”Ia investor dan pengusaha tekstil,” kata Inspektur Satu Suroto, Kepala Unit Reserse dan Kriminal Kepolisian Sektor Jagakarsa.
Perkenalan dan sejarah asmaranya dengan Hermanto juga masih remang-remang. Polisi menemukan catatan, keduanya menikah pada 29 September 1996. Susan, janda dengan satu putri, pindah agama dari Buddha ke Islam dengan mencantumkan ”Siti Aisyah” di depan namanya. Dari pernikahan itu lahir satu putra.
Hermanto tega menghabisi nyawa istrinya, menurut Suroto, karena kesal. Pria asal Pekalongan, Jawa Tengah, itu mengaku kerap dilecehkan Susan. ”Kendali keuangan rumah tangga ada di tangan Susan,” Suroto menirukan pengakuan Hermanto.
Umpatan Susan sering menusuk perasaan Hermanto. Sebagai suami, Hermanto malu dianggap tak punya apa-apa. Namun Tutik, salah satu pembantu Hermanto, menuturkan sebaliknya. ”Ibu Susan orangnya baik,” katanya.
Pembantaian Susan dirancang pada 28 Februari 2007 malam, di rumah Jalan Tanjung Mas Utama B-11/1. Pada 1 Maret, ketika anak-anak Hermanto ke sekolah dan pembantu berbelanja, ia dan Paiman menyekap Susan.
Paiman membenturkan kepala korban ke tembok. Seketika Susan terkulai ke lantai, mengerang kesakitan. Paiman menyudahinya dengan menjerat leher Susan hingga diyakini tak bernapas. Menurut Paiman, Hermanto memukul bagian tengkuk istrinya yang sudah tak bernyawa.
Mereka berdua membawa mayat Susan ke rumah di Jalan Merpati Mas 1 dengan mobil BMW, sekitar 500 meter dari rumah di Jalan Tanjung Mas Utama. Sebelum dikuburkan, mayat Susan disimpan di salah satu kamar, menunggu galian lubang kuburan selesai. Jenazah Susan baru dikubur malam hari.
Penggalian ini ada ceritanya. Menurut Suroto, tiga kuli bangunan disuruh membuat lubang untuk resapan air. Tak sampai setengah hari, ”resapan air” dengan lebar satu meter, panjang dua meter, dan kedalaman dua meter itu selesai. Bentuk dan ukurannya persis liang lahat.
Setahun berlalu, seolah semua berjalan beres. Paiman mendapat ”pujian” sebagai pembantu yang loyal kepada majikan. Ia makin dekat dengan Hermanto. Segala kebutuhannya dipenuhi, termasuk bekal setiap kali pulang kampung ke Kebumen, Jawa Tengah. Paiman juga diberi keleluasaan memakai mobil Hermanto untuk jalan-jalan. Mereka juga kerap pergi bersama-sama.
Perlakuan istimewa ini rupanya dicurigai pembantu Hermanto yang lain. Dua pembantu suka memanggil Paiman dengan sebutan ndoro (juragan). Suatu hari, seorang pembantu Hermanto menanyakan Susan kepada Paiman, karena lama tak kelihatan. Hermanto dan Paiman kompak menjawab: Susan pulang ke Taiwan.
Jawaban itu pula yang disampaikan pembantu tadi ketika tim Palang Merah Indonesia Cabang Jakarta Selatan mengecek keberadaan Susan di Tanjung Mas Raya. ”Saya cuma ditemui pembantu,” kata Supardi, petugas Palang Merah, yang datang ke rumah Hermanto akhir April lalu.
Desas-desus hilangnya Susan secara tak wajar mendorong Palang Merah turun tangan. ”Kami datang karena ada permintaan dari Palang Merah Taiwan,” ujar Didi Supriyadi, Kepala Seksi Pelayanan Penelusuran dan Surat-menyurat Palang Merah Indonesia Cabang Jakarta Selatan.
Kedatangan Supardi itulah awal pembuka selubung pembunuhan Susan. Seorang polisi patroli di kompleks Tanjung Mas Raya mencium kedatangan Palang Merah. Berbekal informasi dari Supardi tentang misteri lenyapnya Susan, Kepolisian Sektor Jagakarsa membentuk tim mengintai Hermanto dan Paiman. Ada polisi yang menyamar berjualan bakso dan kuli bangunan, yang saban hari keluar-masuk kompleks Tanjung Mas Raya.
Penyergapan dimulai Sabtu sore dua pekan lalu. Polisi lebih dulu menjemput Paiman di Stasiun Kereta Api Tanjung Barat, tempat ia sedang menonton korban tewas terserempet kereta api. ”Paiman tak bisa mengelak,” kata Suroto. Setelah Paiman ditangkap, malam harinya giliran Hermanto diringkus.
Jenazah Susan digali Ahad pekan lalu. Ketika diangkat, tubuh Susan masih utuh. Pakaian dan perhiasan seperti anting-anting, kalung, dan arloji tetap menempel. ”Jam tangannya masih berdetak,” kata Suroto.
Polisi menduga motif Hermanto membunuh bukan sekadar dendam. Ada indikasi hendak menguasai harta benda korban. Di kompleks ini, Susan punya dua unit rumah. Kalau dijual, nilainya bisa menembus angka Rp 10 miliar. Peninggalan harta lain berupa deposito dan tabungan sekitar Rp 6 miliar.
Hermanto, yang baru menikah lagi dengan perempuan Bekasi, kini meringkuk di sel Kepolisian Sektor Jagakarsa. Ia diancam hukuman mati karena membunuh secara terencana.
Adek Media Rosa, Amandra Mustika Megarani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo