Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Eks Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana dan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Putusan itu menjadi pintu masuk bagi Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Permintaan itu diajukan dalam sidang lanjutan pengujian ulang secara formil putusan tersebut di Gedung MK pada Senin, 11 Desember 2023. Perkara dengan nomor registrasi 145/PUU-XXI/2023 itu dihadiri secara daring oleh Denny dan Zainal serta kuasa hukum M Raziv Barokah Muhtadin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kami mempersiapkan dengan serius permohonan ini dan memperdebatkan berbagai teori dan konsep hukum hingga sepakat menggunakan basis hukum progresif dan judicial activism untuk menopang uji formil atas Putusan 90 yang dibuat MK untuk menguban makna Pasal 169 huruf q UU Pemilu, yang menjadi pintu masuk Gibran Rakabuming Raka,” kata Raziv melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin, 11 Desember 2023.
Jadikan putusan MKMK sebagai landasan
Raziv mengatakan, putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sudah jelas menyatakan adanya pelanggaran etik berat dalam pembuatan keputusan nomor 90 itu. Bahkan, menurut dia, putusan MKMK menyebutkan Ketua MK Anwar Usman membiarkan adanya intervensi dari kekuatan lain.
“Para Pemohon bersepakat meminta pembatalan Putusan 90, dan dinyatakan tak pernah ada, atau nantinya bukan berlaku sejak putusan MK dibacakan, melainkan putusan 90 dianggap tidak pernah ada,” ujarnya.
Dengan begitu, kata dia, Gibran Rakabuming Raka tak akan memenuhi syarat menjadi cawapres karena belum berusia 40 tahun.
“Permohonan juga menegaskan permintaan provisi agar Putusan 90 tidak berlaku, sampai putusan final dibacakan. Hal mana untuk mengejar waktu pelaksanaan Pilpres 2024 yang tinggal menghitung hari,” kata dia.
Selanjutnya, Prabowo disebut bisa mengganti cawapres
Raziv menuturkan, jika MK berpandangan perlu mengganti pasangan calon, dengan menggunakan kerangka pikir hukum progresif dan tindakan judicial activism, maka posisi Gibran sebagai pendamping Prabowo Subianto bisa digantikan dengan alasan berhalangan tetap .
Hal itu, menurut dia sesuai dengan PKPU 19/2023, gabungan partai politik pengusung memiliki kesempatan untuk mengajukan calon pengganti sebelum 60 (enam puluh) hari menjelang hari pemungutan suara yang akan berlangsung pada 14 Februari 2024.
“Ini artinya, masih terdapat pintu untuk kita menyelamatkan demokrasi dan Pilpres 2024, meskipun pintu itu tak lebar dan tentunya memerlukan langka berani dan progresif. Itu sebabnya, lagi-lagi, Para Pemohon—Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar—meminta kepada MK, untuk segera memutus perkara ini sesaat setelah perbaikan ini disampaikan,” ujarnya.
Denny dan Zainal anggap Putusan 90 cacat formil
Sebelumnya, Denny Indrayana menyatakan bahwa Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai dalam Putusan 90/PUU-XXI/2023 mengandung cacat formil karena dihasilkan dari putusan yang telah terbukti mengandung konflik kepentingan.
Bahkan, kata Denny, putusan itu menyebabkan Anwar Usman dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK. Putusan tersebut dianggap bertentangan dengan Pasal 17 ayat (5) dan (6) UU Kekuasaan Kehakiman, di mana seharusnya Anwar tidak boleh turut serta dalam perkara yang secara tidak langsung melibatkan keponakannya, yakni Gibran Rakabuming Raka.
Senada dengan Denny Indrayana, Zainal Arifin Mochtar menyatakan bahwa Putusan MKMK penting untuk ditindaklanjuti melalui uji formil ini demi menyelamatkan wajah demokrasi Indonesia.
"Masalah konstitusional ini tidak boleh dibiarkan berlarut dan harus segera diselesaikan. Jika tidak, akan menimbulkan dampak negatif bukan hanya bagi pasangan calon yang bersangkutan, namun juga terhadap prosesi Pilpres 2024 secara keseluruhan”, ujar Zainal.