Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Diperbincangkan Lagi, Berikut Lima Fakta Kasus Kematian Akseyna

Mardoto tidak mempermasalahkan penyelidikan Akseyna lagi. Ia berharap kepolisian bekerja sangat baik dan menemukan penyebab kematian putranya.

17 Juli 2020 | 07.16 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kematian mahasiswa Universitas Indonesia, Akseyna Ahad Dori kembali diperbincangkan publik, bermula dari unggahan akun Twitter bernama @gilselalubenar. Akun itu menulis kasus kematian Akseyna dalam bentuk cerita ringkas dalam 70 postingan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

11 poin yang dianggap penting sebagai kronologi kematian Ace, nama kecil mahasiswa jurusan Biologi, FMIPA itu. Mulai dari sebelum jasadnya ditemukan hingga beberapa hari setelahnya. Postingan yang diupload pada Rabu 15 Juli 2020 itu kini telah mendapatkan 18 ribu komentar dan retweet, serta 67 ribu orang menyukai postingan itu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akseyna ditemukan mengambang di Danau Kenangan, Universitas Indonesia pada 26 Maret 2015. Saat ditemukan, jasadnya sulit dikenali karena telah bengkak, lebam di wajah, dan tanpa identitas. Tubuhnya berjaket hitam, kaos putih polos, celana hijau dan menyandang sebuah tas ransel yang berisi batu seberat 14 kilogram saat ditemukan.

Kapolresta Depok yang saat itu dijabat Komisaris Besar Ahmad Subarkah menyebut Akseyna mati karena bunuh diri. Namun, dugaan itu kemudian diubah: Ace, mati karena dibunuh. Ini diperkuat karena polisi menganalisis tulisan secarik kertas yang ditemukan di kamar Ace, yang diduga ditulis oleh dua orang. Ada pula sobekan di sepatunya yang diduga rusak karena dia diseret pelaku menuju Danau Kenanga.

Dugaan-dugaan itu tak pernah terungkap, hingga enam Kapolres Depok silih berganti, kematian Ace masih menjadi misteri yang belum terpecahkan.

Berikut adalah fakta perjalanan kasus kematian Akseyna Ahad Dori:


1.Semula diduga bunuh diri

Juru bicara Kepolisian Resor Depok Inspektur Dua Bagus Suwardi saat itu sempat mengatakan bahwa kematian Akseyna merupakan kejadian bunuh diri. "Berdasarkan bukti kemungkinan bunuh diri," kata Bagus, 8 April 2015. 

Bukti yang dimaksud adalah temuan batu dalam tas Akseyna sebagai alat untuk menenggelamkan diri. Namun danau tempat jasad Akseyna terlalu dangkal. Akseyna ditemukan mengapung 1 meter dari tepi danau. Kedalaman air di titik itu hanya 1,5 meter, sedangkan tinggi Akseyna 1,7 meter.

 

2.Polisi nyatakan Akseyna dibunuh

Polres Depok kesulitan mengungkap kematian Ace karena minimnya barang bukti di tempat jenazah ditemukan. Pada 2015, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Khrisna Murti mengatakan pihaknya menemukan bukti yang mengarah pada kematian yang tidak wajar atau pembunuhan. "Agak aneh jika dia bunuh diri," katanya, Kamis, 4 Juni 2015.

Polisi mengidentifikasi sepatu Akseyna yang bagian belakangnya rusak. Ini mengindikasikan dia diseret oleh seseorang. Selain itu, ditemukan pula lebam di wajah Akseyna. Keanehan lainnya adalah lokasi bunuh diri di Danau Kenanga UI. "Air danau itu tak sampai kepala," kata Khrisna. Jika ingin bunuh diri, seharusnya Akseyna memilih air yang lebih dalam. Keanehan-keanehan ini menjadi tanda ketidakwajaran dalam kematian Akseyna.

 

3.Surat wasiat yang diduga ditulis dua orang

Ada surat pendek bertulisan "Will not return for eternity, please don't search for existence, my apologies for everything". Surat diberikan teman Akseyna, Achmad Jibril Jamaluddin, kepada Mardoto, ayah kandung Akseyna, ketika mencari anaknya ke Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UI, 30 Maret 2015.

Jibril mengaku menemukan surat itu ketika masuk dan menginap di kamar kos Akseyna sehari sebelumnya. Terdapat coretan perubahan kata dalam surat. Kata "never" dicoret menjadi "not", kata "ever" menjadi "eternity", dan kata "me" menjadi "existence".

Grafolog dari American Handwriting Analysis Foundation, Deborah Dewi, meragukan surat wasiat itu sepenuhnya ditulis Akseyna. Ia pun menilai ada kejanggalan dalam tulisan itu dan menganalisinya. Menurut dia, arah kemiringan tulisan dalam kalimat perpisahan berbentuk vertikal, sedangkan kemiringan tulisan asli Akseyna diagonal ke arah kanan. Kemiringan juga ditemukan pada tanda tangan mahasiswa UI itu.

Gaya penulisan huruf "g" pada kedua tulisan. Deborah melingkari setiap huruf "g" yang ada pada surat wasiat itu. Huruf “g” dalam tulisan itu berbeda dengan yang ditulis dalam biodata. Gaya tulisan khas huruf itu memiliki dua garis mengulang di dekat kepala huruf.

 

4.Polisi buka kemungkinan periksa lokasi lagi

Polri membuka kemungkinan melakukan pemeriksaan lokasi ditemukannya jasad Ace jika ada bukti baru dalam penyelidikan. "Seandainya mendapatkan informasi yang baru ataupun mendapatkan fakta-fakta baru dimungkinkan untuk melakukan olah tempat kejadian perkara kembali," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Raden Prabowo Argo Yuwono di Jakarta, Jumat 7 Februari 2020.

Pemeriksaan lokasi ditemukannya jasad Ace bisa dilakukan berulang kali untuk mencari alat bukti baru dalam suatu kasus. "Kami akan mencari suatu alat bukti yang baru ke depannya," ujarnya. Pemeriksaan ulang lokasi terjadinya kejahatana bisa terus dilakukan selama kasus belum dihentikan proses hukumnya. 

 

5.Harapan kasus Akseyna dapat cepat tuntas

Orang tua Ace, Mardoto mengaku telah mendengar kabar penyelidikan kembali kasus kematian anaknya. “Saya sudah dengar, tahunya dari rekan-rekan jurnalis,” kata Mardoto saat dikonfirmasi Tempo, Selasa 4 Februari 2020.

Mardoto tidak mempermasalahkannya, namun ia berharap kepolisian bekerja dengan sangat baik dan menemukan titik terang penyebab kematian putra keduanya itu. “Bagi kami, ada progres positif, yang mengarah pada terkuaknya siapa pelakunya,” kata Mardoto.

Rektor UI Ari Kuncoro berharap kasus kematian Akseyna lima tahun lalu bisa diusut tuntas oleh kepolisian. "Ya diusutlah kalau ada titik terang silakan diselidiki terus," kata Ari Kuncoro usai menghadiri acara Soft Launching Program Pembelajaran Daring di Fakultas Ilmu Budaya UI Depok, Selasa 4 Februari 2020.

 

ADAM PRIREZA | IMAM HAMDI | ADE RIDWAN

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus