Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Elwizan Aminuddin, dokter gadungan yang pernah bekerja di PSS Sleman dituntut tiga tahun penjara oleh jaksa Pengadilan Negeri atau PN Sleman Yogyakarta. Elwizan dinilai melakukan penipuan dan melanggar pasal 378 KUHP.
Jaksa PN Sleman menuntut Elwizan tiga tahun penjara dipotong masa tahanan. Jaksa sekaligus menuntut perampasan ijazah palsu milik terdakwa dan mencabut kartu identitasnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasat Reskrim Polresta Sleman AKP Riski Adrian mengatakan Elwizan Aminuddin dokter gadungan yang pernah bekerja di PSS Sleman dan Timnas U-19 merupakan kondektur bus di Tangerang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satreskrim Polresta Sleman menangkap Elwizan, 42 tahun, yang sempat bekerja di tim sepak bola PSS Sleman dan Timnas U-19. Dokter gadungan ini sempat buron sejak Desember 2021.
Penipuan merupakan salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam masyarakat. Tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP merupakan kejahatan yang serius dan merugikan banyak pihak. Dengan memahami bunyi dan unsur-unsur yang terkandung dalam pasal ini, diharapkan masyarakat dapat lebih waspada dan berperan aktif dalam mencegah serta melaporkan tindakan penipuan.
Penegakan hukum yang tegas dan adil juga diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku dan melindungi masyarakat dari kejahatan serupa di masa depan. Di Indonesia, tindak pidana penipuan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tepatnya pada Pasal 378. Pasal ini memberikan dasar hukum bagi aparat penegak hukum untuk menindak pelaku penipuan.
Bunyi Pasal 378 KUHP
Pasal 378 KUHP berbunyi: "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, baik dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, baik dengan akal cerdik atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun."
Unsur-Unsur Penipuan
Dalam pasal ini, terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi untuk dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penipuan. Unsur-unsur tersebut antara lain:
1. Adanya Maksud Menguntungkan Diri Sendiri atau Orang Lain: Pelaku memiliki niat untuk mendapatkan keuntungan, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Keuntungan tersebut harus diperoleh dengan cara yang melawan hukum.
2. Penggunaan Nama atau Martabat Palsu: Pelaku menggunakan identitas palsu atau mengaku sebagai orang lain yang memiliki posisi atau kedudukan tertentu untuk meyakinkan korban.
3. Akal Cerdik atau Rangkaian Kebohongan: Pelaku menggunakan tipu muslihat atau kebohongan yang terencana untuk mengelabui korban.
4. Korban Menyerahkan Barang, Memberi Hutang, atau Menghapuskan Piutang: Akibat dari tindakan penipuan tersebut, korban mengalami kerugian, baik dalam bentuk barang yang diserahkan, uang yang dipinjamkan, atau piutang yang dihapuskan.
Contoh Kasus Penipuan
Kasus penipuan yang sering terjadi misalnya penipuan investasi bodong, di mana pelaku menjanjikan keuntungan besar dalam waktu singkat untuk menarik minat calon korban. Pelaku menggunakan skema tertentu, seperti ponzi scheme, untuk memikat korban agar menyerahkan sejumlah uang. Setelah uang terkumpul, pelaku kemudian melarikan diri tanpa memberikan keuntungan yang dijanjikan.
Proses Hukum dan Penegakan Pasal 378 KUHP
Untuk menegakkan Pasal 378 KUHP, proses hukum harus dimulai dengan laporan dari korban kepada pihak kepolisian. Setelah laporan diterima, polisi akan melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk mengumpulkan bukti-bukti yang cukup. Jika bukti sudah cukup, pelaku akan ditetapkan sebagai tersangka dan kasus akan dilimpahkan ke kejaksaan untuk proses penuntutan di pengadilan.
Dalam proses pengadilan, jaksa penuntut umum harus dapat membuktikan bahwa semua unsur penipuan dalam Pasal 378 KUHP telah terpenuhi. Jika terbukti bersalah, pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal empat tahun.
Namun, hakim memiliki kewenangan untuk mempertimbangkan berbagai faktor, seperti kerugian yang dialami korban, modus operandi, dan latar belakang pelaku, dalam menjatuhkan hukuman.
Untuk mencegah terjadinya penipuan, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dan melakukan berbagai langkah pencegahan. Salah satunya adalah dengan selalu melakukan verifikasi terhadap informasi atau tawaran yang diterima, terutama yang menjanjikan keuntungan besar dalam waktu singkat. Selain itu, edukasi mengenai modus-modus penipuan yang sering terjadi juga perlu ditingkatkan agar masyarakat dapat lebih waspada.
ANGELINA TIARA PUSPITALOVA I MUTIA YUANTISYA