Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo, meminta lembaga antirasuah itu mengembangkan kasus korupsi berupa pemberian hadiah atau janji dengan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas PUPR di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) tahun 2024-2025. “Bukan hanya terhadap tersangka yang sudah ditetapkan,” kata Yudi dalam keterangan tertulis, pada Senin, 17 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yudi menduga keterlibatan sejumlah pihak pemangku kepentingan di lingkungan DPRD dan pemerintahan. Ia menyatakan, mustahil apabila hanya segelintir orang saja yang terlibat dalam korupsi di pemerintah Kabupaten OKU. “Kepala Dinas PUPR tidak akan bergerak sendiri tanpa perintah atau paling tidak persetujuan atasan yaitu bupati," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Yudi, kasus korupsi ini merupakan modus lama dengan pemain baru di pemerintahan daerah. Yudi mengatakan OTT di Ogan Komering Ulu ini seharusnya menjadi contoh bagi pemerintah daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan pengusaha. “Untuk tidak melakukan korupsi karena cepat atau lambat pasti ketahuan,” kata dia.
KPK menetapkan enam orang sebagai tersangka usai kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) di OKU, Sumatera Selatan. Salah satu yang ditetapkan adalah Kepala Dinas PUPR Nopriansyah. "Tadi pagi dilakukan proses ekspose. Bedasarkan hasil ekspose telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji," kata Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Ahad, 16 Maret 2025.
Konstruksi perkara di Kabupaten OKU ini yakni anggota DPRD menitipkan pokok pikiran (pokir) ke Dinas PUPR sebagai imbalan agar pembahasan RAPBD Kabupaten OKU tahun 2025 disahkan. "Jadi agar RAPBD 2025 dapat disahkan perwakilan DPRD menemui Pemda dan meminta jatah pokir," kata Setyo.
Jatah pokir tersebut kemudian diubah menjadi proyek fisik di Dinas PUPR senilai total Rp 40 miliar. Pembagian nilai proyek itu, untuk Ketua dan Wakil Ketua DPRD Rp 5 miliar, sementara anggota mendapat Rp 1 miliar.
"Fee disepakati 20 persen. Sehingga total fee Rp 7 miliar. Saat APBD disetujui anggaran dinas PUPR naik dari Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar," kata Setyo.
Keenam tersangka itu terbagi menjadi dua kategori, yakni pihak penerima dan pihak pemberi. Untuk pihak penerima adalah FJ, MFR, dan UH yang merupakan anggota DPRD Kabupaten OKU, dan NOP selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU. Sementara untuk pihak pemberi ada MFZ dan ASS yang masing-masing adalah pihak swasta.
Untuk pihak penerima suap, KPK mengenakan Pasal 12 huruf a atau b dan Pasal 12 huruf f dan pasal 12B UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara untuk pihak pemberi suap dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b UU No Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Penyidik selanjutnya melakukan penahanan selama 20 hari terhitung 16 maret hingga 4 April 2025 kepada para tersangka," kata Setyo.
Ade Ridwan Yandwiputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Kapolri Diminta Bentuk Tim Khusus Usut Tewasnya Tiga Polisi Saat Gerebek Judi Sabung Ayam