PEREMPUAN dihamili, dan sang pacar lari: Apakah hukum bisa
menjaring lekaki gombal ini? Itulah pertanyaan yang mengusik LBH
Yogyakarta.
"Soalnya, kami sering sekali menhadapi kasus semacam itu," ucap
Artidjo Alkostar, direktur LBH Yogya. Kantornya di Jalan Agus
Salim acap kedatangan perempuan berumur 17-23 tahun. Mereka
berstatus pelajar atau mahasiswi, "datang dengan langkah
terhuyung-huyung, dan segera tangisnya meledak," kata Artidjo.
Sejak Juli sampai November 1983 saja menurut Artidjo, ada 10
gadis hamil yang mengadu ke LBH. Dalam kasus-kasus lain LBH
segera turun tangan seraya berkaok, tapi pada kasus gadis
"berisi" ini LBH menjadi diam. Sebab, tak ada jalur hukum yang
bisa ditempuh untuk membela klien seperti itu. "Hukum tidak
mengatur masalah bersetubuh di luar nikah buat orang dewasa,"
tutur Artidjo, yang juga pembantu dekan I Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta.
Dengan alasan semacam itulah, pekan lalu, Pusat Studi
Krimiologi FH-UII menyelenggarakan diskusi panel. Mereka
membahas soal hamil sebelum nikah ditinjau dari aspek sosial dan
hukum. "Ini masalah serius. Di Yogya banyak terjadi," kata Rusli
Muhamad, ketua penyelenggara. Jumlah yang mengadu ke LBH memang
tidak terlampau banyak karena banyak korban yang malu melaporkan
aib.
Uniknya, diskusi kali ini selain dihadiri ahli-ahli hukum,
psikologi, agama dan kedokteran, tak ketinggalan pemilik tempat
indekos. Yang belakangan ini, dalam diskusi, gencar dituduh
terlalu memberi kebebasan pada anak-anak yang tinggal menumpang
di rumah mereka.
Secara ketus, Hasan Basri, psikolog, bakkan menganjurkan pada
pemerintah agar menutup tempat-tempat indekos yang tidak diawasi
pemiliknya.
"Tempat semacam ini membuka peluang bagi mahasiswa berbuat cabul
dengan pacarnya," kata dosen Fakultas Psikologi UGM ini.
Tudingan Hasan Basri langsung mendapat sambutan hangat
kebanyakan peserta. Sebab, seperti dicatat LBH Yogya, baik yang
lelaki maupun perempuan yang dihamili adalah para pendatang.
Kedua belah pihak anak pondokan. Tapi benarkah mereka "main" di
tempat mondok? "Untuk 'gituan', banyak tempat bisa dipakai,"
kata seorang pemilik rumah indekos dalam diskusi itu.
Bagi LBH, yang jadi soal bukan di mana perbuatan mesum itu
dilakukan. Tapi bagaimana secara hukum bisa membela korban.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur delik
susila, menurut Artidjo, baru terbatas pada perkosaan (285 KHUP)
dan perzinahan (284 KUHP) Ada juga hal bersetubuh dengan
pasangan di bawah umur (287 KUHP) dan pasangan dalam keadaan
pingsan (286 KUHP). "Pasalpasal lain hanya mengatur sekitar
pelacuran," kata Artidjo.
Jadi, dalam kasus "janji kawin", secara yuridis si pria tidak
dapat dijerat. Dihadang dengan pasal perzinahan, menurut Artidjo
ia juga lolos. Sebab, salah satu di antara mereka belum ada yang
berstatus nikah, seperti yang disyaratkan pasal itu. Dikenai
pasal perkosaan, apalagi, "perbuatan mereka 'kan atas dasar suka
sama suka, tidak ada unsur paksaan," ujar Artidjo memberi
alasan. Dengan kata lain, hukum belum mampu mengatasi hal
bunting sebelum nikah.
Sebelum ada aturan hukum yang jelas, menurut LBH, pelaku yang
tidak bertanggung jawab sebaiknya dikenai sanksi berdasarkan
hukum adat atau agama sesuai dengan yang dianut pelaku. Seorang
peserta diskusi lainnya mengusulkan agar "perzinahan" dalam
pasal 284 KUHP itu disamakan dengan kata perzinahan dalam hukum
Islam. Dalam lslam, katanya, yang disebut zinah tidak terbatas
pada orang yang sudah berkeluarga.
Alterrlatif yang paling laris adalah mengikuti penafsiran Bismar
Siregar. Sebab, dalam kasus "janji kawin", ada unsur penipuan.
Jadi, pelaku bisa dihantam pasal 378 KUHP. Bismar Siregar, ketua
Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, menafsirkan "barang" wanita
termasuk jasa, sehingga memperluas arti penipuan pada pasal 378
KUHP (TEMPO, 15 Oktober).
Diskusi menyimpulkan, KUHP harus bisa menjaring kasus penipuan
seperti yang dirumuskan Bismar. Kalau tidak, bisa menimbulkan
rentetan tindak pidana. "Si perempuan bisa membunuh bayinya.
Sudah terbukti, banyak perempuan bunuh diri karena hamil di luar
nikah," ujar Hasan Basri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini